11. Call Me Monster [17+]

10.2K 701 34
                                    

"Membutuhkan ku? Maksudmu?" Krist berpura-pura bodoh. Melipat kedua tangannya didepan dada. Singto menggeram pelan. "Ah, I see. Tapi maaf Singto, aku tidak bisa. Kau calon suami adik kembarku. Jadi lupakan saja, oke?" Krist tersenyum miring, berniat mempermainkan Singto. Menjebak Singto dalam perangkap adalah keahliannya.

"Aku menginginkan tubuhmu!" Singto berteriak kalap. Tidakkah Krist tahu bagaimana harinya belakangan ini? Krist selalu hadir dalam mimpinya. Menjadi bintang bejat dalam tidurnya. Singto sadar ia sudah jatuh, walau ini salah.

"Aku sudah tak tertarik lagi." Krist menjawab tak acuh. Menyeringai puas dalam hati melihat wajah kesal Singto. "Banyak yang menginginkan tubuhku. Memang kau siapa?"

Singto tersenyum miring. "Kau lupa bagaimana mulut jalangmu itu mengoral penisku?"

Krist menahan tawanya. Astaga, bagus Singto sudah mulai bisa mengatakan hal tabu itu. Sepertinya ini melebihi ekspektasinya. Krist menarik sebuah kesimpulan, dibalik pembawaan tenang Singto. Pemuda itu tetaplah laki-laki. Singto memiliki jiwa yang liar dan Krist-lah yang berhasil mengendalikan itu.

Krist mendekati Singto.

"Kau benar-benar menginginkanku huh?" Krist meniup daun telinga Singto. Membuat pemuda dihadapannya ini memejamkan mata, merasakan tubuhnya bereaksi.

Tatapan mata Singto menggelap. "Aku ingin kau terus mendesah dibawahku." Balasnya. Krist mendengus kecil.

"Ah, kasihan sekali Kay." Krist menjauh dari Singto. "Aku ingin tidur, jangan ganggu aku." Krist membaringkan tubuhnya diatas ranjang dan mulai terlelap.

.
.
"Ini laporan yang kau minta." Singto menyodorkan map merah pada Krist. Pemuda berkulit putih mengalihkan perhatiannya dari sang laptop. Menerima map tersebut.

"Hm terima kasih." Krist menjawab. Meregangkan ototnya yang terasa kaku. Menumpu dagu dengan tangan kanannya, memperhatikan Singto yang terlihat tampan dimatanya. "Aku bosan."

Semenjak hari dimana Singto mengatakan bahwa ia membutuhkan Krist, mereka semakin berani. Krist tetap pada sikap pemaksanya, sementara Singto lebih lunak jika berurusan dengan ranjang. Hal lain? Mereka akan ribut besar.

"Ingin melakukan 'permainan'?" Singto tahu kode yang Krist lemparkan. Sudah bukan rahasia lagi jika ruangan Krist juga menjadi tempat mereka melepas hawa nafsu. Untungnya ruangan Krist kedap suara. Mereka bebas melakukan apapun yang mereka sukai.

"Permainan apa yang akan kau lakukan?" Krist menyenderkan punggungnya. Membuka satu persatu kancing kemejanya, memperlihatkan dada bidangnya yang putih bersih. Singto menelan ludahnya gugup.

Singto mendekati Krist, mengelus pipi tirus Krist. Pemilik pipi memejamkan matanya, menikmati tangan Singto menyentuhnya. Tak beberapa lama Krist merasa ada yang lembab di bibirnya, Singto menghisap bibir bagian bawahnya. Menciptakan sensasi menggelitik.

Singto berhenti tak beberapa lama. Ia membawa Krist pindah menuju sofa, mendudukkan Krist disana. Sementara tangannya dengan sigap membuka celana kain Krist. Membuat benda itu jatuh diatas lantai, mempertontonkan kejantanan Krist yang setengah berdiri. Singto menyeringai.

Singto mengecup pucuk kejantanan Krist. Membuat pemuda itu mendesis geli.

"Tidak biasanya dia belum tegak. Ada apa?" Singto memandang Krist lekat. Krist membuang muka.

"Tidak apa-apa." Mata Singto memincing. Ia tahu Krist menyembunyikan sesuatu. Hanya satu jawaban yang pasti, semalam Krist sudah jelas 'bermain' dengan gadis kan?

"Kau ingat perkataanmu di pesawat?" Singto bertanya. "Kau bilang jika aku bersedia menyerahkan tubuhku. Kau akan berhenti bermain-main dengan gadis itu." Singto langsung mengocok kejantanan Krist dengan kecepatan penuh. Krist berlonjak kaget, melempar kepalanya kebelakang. Sementara punggungnya melengkung. Jari kakinya menekuk. Krist benar-benar melayang.

YES OR YES? [SingtoxKrist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang