"Tuan Krist Watson?"
Sosok yang mengenakan kacamata hitam dengan hoodie cokelat membalikkan badannya. Pria berpakaian formal membungkuk padanya memberi hormat.
"Saya akan membawakan koper anda." Pria itu menawarkan diri, hendak mengambil koper milik Krist. Sang pemilik koper menolak halus tawaran pria tersebut.
"Aku bisa membawanya sendiri." Jawabnya. Sang pria mengangguk, ia mengajak Krist masuk kedalam mobil hitamnya.
Mobil membelah jalanan padat kota Bangkok. Krist memperhatikan sekeliling, tidak banyak yang berubah di Bangkok. Hanya saja beberapa gedung pencakar langit bermunculan.
Mungkin semua orang tidak akan percaya bahwa Krist selama ini masih hidup dan mengasingkan diri. Berusaha bangkit dengan namanya sendiri, membantu perusahaan milik keluarga Watson.
London adalah tempat yang Krist pilih untuk menyembunyikan diri. Namanya memang tak terlalu dikenal di London dan Krist mensyukuri fakta itu. Krist hidup tanpa gangguan disini. Ia menutup telinganya dari segala kabar tentang orang-orang yang ditinggalkannya di Thailand.
Mungkin Singto dan Kay sekarang sedang menantikan kelahiran anak pertama mereka.
Krist tersenyum miris.
Mengepalkan tangannya. Meredam emosi yang tiba-tiba menyapu dadanya. Kabar paling mengejutkan adalah perusahaan milik keluarganya berada diambang kehancuran.
Setelah meyakinkan diri bahwa ia hanya perlu datang untuk menghandle dan memberi bantuan, Krist akan kembali ke London. Menjadi Krist Watson, bukan Krist Sangpotirat.
Krist ingin hidup dengan caranya sendiri. Melupakan segala hal yang membuatnya terluka. Krist lelah harus terus menjadi Krist yang dulu.
.
.
"Perusahaan Watson ingin mengecek perusahaan kita. Jika merasa cocok mereka bersedia bergabung menjadi relasi bisnis kita." New menutup map merah. Senyumnya merekah, seolah menemukan kembali harapannya."Aku tidak pernah mendengar namanya." Singto berkomentar.
"Perusahaan Watson ada di London, tapi disana perusahaan Watson cukup diperhitungkan." Kay menyahut, mengingat-ingat informasi mengenai perusahaan tersebut.
"Syukurlah jika ada yang mau memberi bantuan." Singto tersenyum tipis. Membalik dokumen mengenai keuntungan perusahaan bulan ini yang sangat kecil.
"Tapi aku merasa aneh saja. Maksudku, kita tidak meminta bantuan pada mereka. Tapi mereka seolah tahu bahwa perusahaan kita benar-benar dalam kondisi tidak baik." Jelas Kay, mencoba menganalisis. Singto juga membenarkan apa yang Kay herankan. Ia seingatnya tidak pernah menjalin relasi bisnis dengan Perusahaan Watson. Apalagi mereka berada di London, dimana nama perusahaan Sangpotirat tidak terlalu dikenal berbeda dengan yang ada di Asia.
Singto mengetukkan ujung pulpennya diatas meja. Menimbulkan suara ketukan yang berulang dan konsisten.
Ketiganya tertelan dalam pikiran masing-masing. Mencoba memikirkan berbagaimacam kemungkinan. Tapi hanya jalan buntu yang mereka temukan.
.
.
Krist keluar dari dalam hotel mengenakan hoodie hitam dan masker putih. Menutupi sebagian wajahnya agar tidak terlalu dikenali. Krist memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket.Ia ingin menikmati suasana Kota Bangkok setelah sekian lama tidak berkunjung. Krist berharap tidak ada yang mengenalinya. Bukan sekarang, tapi nanti.
Krist masuk kedalam sebuah minimarket, berdiri didepan lemari pendingin. Melihat macam-macam minuman, menimbang manakah yang baiknya ia beli.
"Aku sedang diluar sebentar." Krist menegang. Ia mengenal betul suara ini. Krist mengepalkan tangannya, menenangkan dirinya sendiri. Krist menghembuskan napasnya kecil. Ia berharap bahwa orang ini tidak menyadari keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES OR YES? [SingtoxKrist]
FanfictionSejak kecil Krist selalu mendapatkan apapun yang ia mau. Apapun itu. Tinggal tunjuk maka ia akan memilikinya. Tidak ada yang sanggup membantah Krist dengan sifat arogansinya yang sudah mendarah daging. Tidak ada satupun yang bisa mematahkan egoismen...