"Kakak, aku ingin kue itu." Singto kecil menatap lekat Janhae yang memandang toko roti ternama di Kota Bangkok. Singto mengelus rambut hitam Janhae.
"Kakak akan belikan ya!" Singto masuk kedalam toko. Sementara Janhae menunggu diluar. Beberapa orang memandangi Singto dengan sinis. Pakaiannya sangat lusuh, menggambarkan bagaimana sebenarnya Singto itu. Hanya anak jalanan yang mengais rezeki dengan mengamen.
"Aku ingin beli roti. Itu." Singto menunjuk salah satu etalase. Ia mengambil uang-uang lusuh hasil tabungannya. Pelayan langsung memberikan kue itu pada Singto. Senyum Singto merekah. Akhirnya setelah menabung dan menyimpan uang hasil mengamen, Singto bisa membelikan kue keinginan Janhae.
Ya Singto akan melakukan apapun agar adiknya bahagia.
"Kenapa kau menciumku?" Krist mengatur napasnya yang tersenggal. Singto tak menjawab. Ia sendiri bingung, tubuhnya bergerak tanpa diperintah. Sekarang Singto menyesali semuanya, ia terhasut perkataan Mild.
"Aku sedikit mabuk." Singto berdalih. Krist menaikkan salah satu alisnya.
"Kau tidak bau alkohol." Selidik Krist. Pemuda itu akhirnya menyeringai. "Aa~ aku paham, kau mau melakukan seks denganku?"
Singto mundur ketika Krist melangkah mendekatinya. Krist itu seram, ia akan melakukan apa saja yang dikatakannya.
"Dalam mimpimu!" Singto bergidik ngeri. Apa otak Krist hanya berisi seks saja?
"Sudah sering." Krist menjawab cuek. Ia kembali ke ranjang. "Aku sedang banyak kerjaan, maaf ya." Krist berucap penuh sesal. Padahal Singto mensyukuri itu.
Singto menuju balkon, menghubungi Kay. Ia seharian ini bahkan tidak menelephone Kay.
"Kay..." Singto tersenyum lebar. Kay banyak bertanya diseberang sana. Menanyakan apakah Krist membuatnya repot, bagaimana pekerjaannya, dan sebagainya. Singto tak keberatan bercerita. Tapi tentu ada beberapa bagian yang dihilangkan olehnya.
Singto tersentak kaget ketika tiba-tiba ada yang mengecup tengkuknya. Bulu kuduknya meremang. Tanpa menolehpun ia tahu, pelakunya pasti Krist. Singto menjaga intonasi suaranya, sementara Krist masih sibuk menyerang lehernya.
"Aku matikan dulu." Singto mematikan sambungan telephonenya. Krist berhenti menggerayangi lehernya. Memandangnya dengan tatapan polos yang dibuat-buat.
"Kau tidak kasihan pada adikku?"
"Bagaimana aku bisa konsentrasi jika kau melakukan itu padaku!" Seru Singto gemas.
Krist tertawa. "Ohh~ itu tujuanku. Supaya Kay tahu kekasihnya ini sudah pernah mendesah bersama kakak kembarnya~"
Krist menyeringai menang.
"Gila!"
"Apakah aku harus membuat video dokumentasi malam panas kita?" Krist bertanya dengan tidak waras. Singto merasa sakit kepala mendengar ucapan-ucapan Krist yang tidak jauh dari kata mesum.
"Aku mau mencari makan." Singto bangkit.
"Ikut!" Krist melompat ke gedongannya. Yeah, koala hug. Singto cukup kaget dengan posisi ini. Wajah Krist begitu dekat dengannya. Ia bahkan bisa mencium aroma mint yang menguar dari celah bibir Krist.
Singto mendesah lelah. "Turun dulu." Krist yang biasanya enggan di perintah oranglain kali ini menuruti Singto. Ia segera menyambar jaket hitamnya.
"Ayo!"
.
.
Tingkah manis Krist ternyata hanya bertahan sekian menit. Nyatanya ketika Singto mengendarai mobil, tangan Krist sudah menggerayangi selangkangannya. Ketika Singto memperingatkan Krist, pemuda itu marah-marah dan meminta Singto fokus ke jalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES OR YES? [SingtoxKrist]
FanfictionSejak kecil Krist selalu mendapatkan apapun yang ia mau. Apapun itu. Tinggal tunjuk maka ia akan memilikinya. Tidak ada yang sanggup membantah Krist dengan sifat arogansinya yang sudah mendarah daging. Tidak ada satupun yang bisa mematahkan egoismen...