"Ibu Singto dirawat disebuah rumah sakit yang ada di California, menderita kanker hati. Singto punya seorang adik yang kuliah di Harvad University, dari informasi yang ku dapat adiknya terancam di DO karena tidak bisa melunasi biaya kuliah. Ayah Singto sudah meninggal sejak usianya sepuluh tahun, meninggalkan hutang senilai ratusan juta. Itu belum terhitung dengan bunga. Bisa dibilang Singto adalah tulang punggung keluarganya."
Krist menyimak baik-baik apa yang diucapkan wanita berparas manis dihadapannya. Jasmine adalah sepupunya yang kini bekerja di FBI. Krist mempercayakan pencarian informasi pada Jasmine.
Jasmine menyodorkan selembar foto. Krist menerimanya, memandanginya dengan seksama. Disana ada potret Singto bersama ibu dan adiknya. Seringaian Krist timbul tanpa bisa dicegah.
"Krist kau tahu, apa yang kau lakukan ini gila." Jasmine memijit pelipisnya. Krist lebih mempercayai Jasmine dibanding Off dalam menerima keluh kesahnya. Jasmine adalah orang pertama yang tahu bahwa Krist terobsesi pada kekasih adik kembarnya sendiri.
Krist memberi waktu tiga jam bagi Jasmine untuk mencari tahu informasi tentang Singto. Ia mendapat informasi yang memuaskan. Setelah mendapat informasi yang sekiranya penting, Krist memboyong Jasmine ke Thailand. Tentu memakai jet pribadinya.
"Aku gila karena pemuda itu." Krist mengelus foto Singto.
Jasmine berdecih. "Hentikan semua ini bodoh. Kau hanya akan melukai banyak orang."
Krist memandang tajam Jasmine. Rahangnya mengeras.
"Tidak ada yang bisa menghentikanku, jika kau ingin tahu!" Ucapnya tajam. Jasmine menangkat kedua tangannya, berpose menyerah. Berdebat dengan Krist hanya akan membuatmu naik darah dan tentu saja hasilnya adalah kekalahan yang mutlak.
"Hanya ini yang kau dapat?" Tanya Krist menuntut.
Jasmine mengambil sebuah map cokelat dari dalam tasnya. Meletakkan map itu diatas meja. Krist membuka map tersebut, isinya foto-foto.
Mata Krist terbelalak melihat salah satu foto.
"Yeah, ini adalah foto beberapa tahun yang lalu." Jasmine bisa membaca jelas apa yang Krist kagetkan.
"Ini? Kau serius?"
"Ya, menurut informasi yang kudapat... beberapa kali Singto mengunjungi gay bar."
Seringain setan Krist merekah. "Jackpot."
.
.
Krist turun dari anak tangga, memakai tuxedo hitam pekat yang sangat kontras dengan kulit putih bersihnya. Krist langsung bergabung dengan keluarganya di meja makan, duduk berhadapan dengan Singto.Sepiring salad buah sudah tersaji dihadapannya.
"Ibu tidak menyangka kau akhirnya mau meninjau langsung perusahaan kita yang berada di California." Krist melahap saladnya dengan pelan. Ia mengangguk. Semalam Krist memberitahu bahwa dirinya akan pergi ke California selama beberapa hari untuk meninjau perusahaan. Padahal biasanya Krist terlampau malas untuk pergi ke California. Ini sebuah kemujuan bukan?
"P'Kit bisa menginap di apartemenku." Kay menawarkan. Hitung-hitung berhemat kan?
"Ah tidak, aku akan menginap di hotel saja." Krist menolak dengan tenang.
"Kau tidak mau kuantar saja Krist?" Tanya Off cukup cemas. Krist berdecih.
"Kau pikir aku anak kecil, huh?" Off meringis. Seharusnya ia sadar bahwa sifat angkuh Krist itu sudah mendarah daging dan menyebalkan.
Krist menghabiskan salad buahnya. Mengusap bibirnya dengan serbet putih bersih yang tertata diatas meja.
"Aku harus segera berangkat." Krist bangkit, mengecup pipi ibunya sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES OR YES? [SingtoxKrist]
FanfictionSejak kecil Krist selalu mendapatkan apapun yang ia mau. Apapun itu. Tinggal tunjuk maka ia akan memilikinya. Tidak ada yang sanggup membantah Krist dengan sifat arogansinya yang sudah mendarah daging. Tidak ada satupun yang bisa mematahkan egoismen...