13. Do You Know?

6.5K 682 27
                                    

Singto menarik paksa tangan Krist menuju kebun belakang rumah. Lampu temaram menerangi sekitar kebun yang banyak ditanami tomat. Krist hanya pasrah ketika Singto menyeretnya seperti ini, Krist tahu Singto sedang dalam mood yang buruk.

"Kenapa kau tidak mengatakan apapun padaku?!" Mereka berhenti. Singto langsung menanyakan hal yang sudah mengganjal dihatinya sejak tadi. Keduanya berdiri berhadapan, hanya terpaut tiga langkah.

Krist menaikkan salah satu alisnya. "Memangnya kau siapa?"

Singto bungkam. Merasa ditampar. Benar, memang ia siapa?

"Jawab saja!" Singto tidak mau mengalah. Mungkin sifat keras kepala Krist menular padanya. Krist mendengus meremehkan.

"Punya hak apa kau menanyaiku hal itu? Ini hidupku. Aku yang berhak menentukan. Kau bisa bahagia dengan Kay kenapa aku tidak? Kau tahu? Kau terdengar sangat rendahan Singto." Krist berucap tajam. Atmosfer disekitar mereka memanas. Tidak ada jalan keluar yang bagus, semua keputusan hanya akan bermuara pada kehampaan.

Singto yang salah mengenali perasaannya sendiri. Krist yang lelah berjuang sendirian, namun tidak ada alasan untuk mundur.

Jika mereka meneruskannya. Akan semakin banyak ancaman yang Krist terima, ia akan melukai banyak orang. Tapi jika mereka memutuskan berhenti, mereka hanya akan menyiksa diri sendiri.

"Aku hanya ingin kau tahu rasanya jadi aku." Krist jijik, ia merasa sangat melankolis. Tapi ini adalah kenyataannya. Singto harus merasakan jadi dirinya. Sudah terjerat namun terus tersiksa. Mencintai dalam diam, Singto harus merasakan rasa cemburu itu membakar hatinya dan merusak pikiran normalnya. Singto harus merasakan bagaimana pedihnya bertahan sendirian dan berjuang tanpa henti.

Singto harus merasakan itu semua.

Krist membalas dendam? Tentu. Singto harus tersiksa, namun ia juga yang akan menyembuhkan luka itu nanti.

Krist membalikkan badannya. Melangkah dengan tergesa meninggalkan Singto sendirian. Ia tidak berharap Singto akan menahannya, karena itu rasanya tidak mungkin.

Singto mengacak surai hitamnya frustasi.

.
.
Singto membolak-balikkan badannya berulang kali. Ia tidak bisa tidur. Memikirkan perkataan Krist yang terus tergiang dalam kepalanya. Mirip dengan melodi sedih.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam.

Singto tersenyum miris membayangkan bahwa hubungannya dengan Krist berjalan sejauh itu. Ia yang awalnya menolak eksitensi Krist, kini bertindak bagai orang bodoh yang akan sakau jika tidak menikmati tubuh itu.

Singto sadar sepenuhnya, ia tidak ingin ada perasaan apapun yang menyusup didalam dadanya. Ia hanya membutuhkan badan Krist.

Tapi Singto mulai ragu dan goyah. Ia awalnya sangat ragu untuk melamar Kay, seolah ada sesuatu yang menahannya. Tapi pikiran bodohnya memaksa dirinya untuk melamar Kay. Berharap semua ketidak normalan yang timbul antara dirinya dan Krist bisa sirna.

Manusia hanya dapat berencana, Tuhan yang menentukan.

Perkataan itu ada benarnya. Singto merasa hampir gila melihat Krist datang menggandeng tangan gadis lain. Mereka terlihat serasi, Singto ingin memisahkan mereka berdua. Apakah ini yang Krist rasakan setiap kali melihatnya bersama Kay.

Aku tahu.

Singto mengubah posisinya menjadi duduk. Meraih ponselnya. Menghubungi Krist. Berharap Krist belum terlelap.

Suara datar Krist menjawab panggilannya. Singto mendesah lega tanpa sadar.

"Ayo kita bertemu."

.
.
Mobil hitam Krist terparkir di minimarket 24 jam yang terletak tak terlalu jauh dari rumahnya. Ia menguap sekali. Melihat Singto duduk disalah satu kursi. Krist masuk ke dalam minimarket dan membeli sekaleng bir.

YES OR YES? [SingtoxKrist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang