Krist memasuki ruangan yang sejak tadi dicarinya. Matanya langsung tertuju pada sosok wanita paruhbaya yang tengah duduk didekat jendela, memandangi pemandangan California di siang hari.
Merasa ada seseorang lain didalam kamar inapnya, sang wanita menoleh. Menemukan Krist yang tersenyum tipis padanya. Berusaha terlihat sopan.
"Siapa?" Ia mencoba mengingat-ingat pemuda ini. Tapi dirinya sama sekali tak menemukan jawaban. Ia tidak mengenal sosok itu.
Krist berdiri dihadapan Nyonya Ruangroj.
"Saya Krist." Krist bersikap formal.
"Ya?" Dia bahkan bisa berbahasa Thailand. Apakah pemuda ini adalah teman Singto.
"Nyonya, tolong berikan izin pada saya." Krist memasang wajah penuh belas kasihan. Nyonya Ruangroj tersentak kaget. Izin? Untuk apa? Mengenal pemuda inipun tidak!
"Izin? Tolong jelaskan dengan benar apa yang terjadi." Airmata buaya jatuh membasahi pipi Krist.
"Saya adalah kekasih putra anda. Singto." Krist terisak dengan penuh dusta. Nyonya Ruangroj membeku mendengarnya. Kekasih Singto?
Yah, keluarga Singto memang belumlah tahu jika Singto menjalin hubungan dengan Kay.
"S-sejak kapan?" Krist mengusap airmatanya.
"Dua tahun lalu. Singto terlalu takut mengatakan semuanya Nyonya. Maka saya yang memberanikan diri. Anda bisa memukul saya. Tapi saya akan dengan yakin mengatakan bahwa saya mencintai Singto sepenuh hati." Krist memeluk kaki Nyonya Ruangroj. Kembali terisak penuh drama.
Nyonya Ruangroj merasa tak enak dan iba. Sejujurnya ia cukup shock mendengar ini, tapi melihat Krist menangis sesanggukan membuatnya tak tega.
Nyonya Ruangroj menyentuh bahu Krist.
"Hei, jangan lakukan itu."
"Setelah ini mungkin Singto akan mengakhiri hubungan kami karena saya mengatakan kebenarannya pada anda. Tapi sungguh, saya merasa senang akhirnya bisa menemui anda dan mengatakan segalanya." Nyonya Ruangroj menghapus airmata di pipi Krist. Memandangi pemuda dihadapannya dengan penuh kasih dan keibuan.
"Tidak Krist." Nyonya Ruangroj meremas tangan Krist dengan halus. "Kau sudah berjuang sejauh ini. Bagaimana bisa Singto mencampakkanmu?"
Mata Krist berbinar. "Anda merestui kami?"
"Aku akan mencoba." Nyonya Ruangroj tersenyum lemah. Krist memeluk wanita paruhbaya ini. Mengucapkan terima kasih. Hanya saja Nyonya Ruangroj tidak melihat Krist menyeringai dibalik punggungnya.
Merasa diatas awan.
"Anda benar-benar berhati mulia seperti Singto, Nyonya!" Krist melepas dekapan Nyonya Ruangroj.
"Jangan panggil aku Nyonya. Panggil aku ibu saja oke?"
Ah, ini bagai melempar dua burung dengan satu batu. Benar-benar keberuntungan yang mutlak bukan?
"Tentu!" Krist menjawab dengan semangat. "Uh, ibu... maaf aku harus pulang terlebih dahulu ada urusan bisnis. Tapi nanti malam aku akan berkunjung lagi. Aku janji!" Krist berpura-pura menengok jam tangan hitamnya dan terkejut.
"Yah, silahkan Krist. Jika itu penting tidak masalah!"
Krist mengangguk. Ia mencium tangan Nyonya Ruangroj sebagai bentuk hormat. Krist berpura-pura mengambil kacamata didalam saku, beberapa kertas jatuh dan menyentuh lantai.
Nyonya Ruangroj seperti mengenal logo dalam kertas itu. Ia mengambil kertas yang terjatuh dan membaca isinya. Matanya melebar melihat surat pemberitahuan bahwa biaya rumah sakitnya sudah lunas.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES OR YES? [SingtoxKrist]
FanfictionSejak kecil Krist selalu mendapatkan apapun yang ia mau. Apapun itu. Tinggal tunjuk maka ia akan memilikinya. Tidak ada yang sanggup membantah Krist dengan sifat arogansinya yang sudah mendarah daging. Tidak ada satupun yang bisa mematahkan egoismen...