Krist duduk dengan tegang, memandang seorang wanita yang paling disegani jajaran keluarganya. Wanita yang menyandang gelar sebagai neneknya.
Nyonya Besar memanggil Krist untuk datang ke rumahnya, ada hal yang ingin dibicarakannya. Krist mengiyakan begitu saja. Setelah jam makan siang Krist segera menemui neneknya.
Nyonya Besar meletakkan sebuah foto diatas meja kaca mahal miliknya. Krist terlihat bingung selama beberapa saat. Ia tidak mengenal gadis dalam foto tersebut. Gadis berambut hitam dengan wajah oriental.
"Aku ingin kau menikahinya." Krist terkesiap. Jelas terkejut mendengar apa yang neneknya katakan. Menikah? Apakah ia akan dijodohkan lagi? Demi Tuhan apakah tidak cukup selama ini ibunya memaksanya? Kini neneknya? Ah hidup Krist sangat menggelikan.
"Aku tidak-"
"Berjalanlah di jalur normal Krist." Nyonya Besar berucap dengan tegas. Lagi-lagi Krist hanya bisa diam. Mencoba mencari tahu apa maksud neneknya. "Aku selama ini diam ketika kau tidur dengan banyak gadis. Aku diam ketika aku mempermainkan orang seenakmu. Tapi untuk yang kali ini tidak. Kau adalah pewaris keluarga ini, sudah semestinya kau memberikan keturunan. Menikah dengan perempuan adalah pilihan yang harus kau pilih. Kau tidak akan mendapat hasil apapun dengan mencoba merebut kekasih adik kembarmu."
Neneknya sudah tahu? Krist harusnya bisa memprediksi ini. Ibunya saja dengan mudah mengetahui bahwa dirinya menaruh hati pada Singto. Maka lebih jelas lagi jika neneknya yang memiliki kekuatan lebih besar darinya dan ibunya dapat melakukan apapun. Mencari informasi sedetail mungkin.
"Aku mencintainya." Untuk pertama kalinya Krist mengakui perasaannya sendiri. Ucapan yang bahkan mungkin sampai kapanpun tidak dapat Krist katakan pada Singto. Ia terlalu arogan untuk mengakui didepan mata Singto bahwa dirinya mencintai pemuda itu. Krist melakukan segala kegilaan ini sebagai bentuk bahwa ia serius pada Singto.
"Apakah dia juga mencintaimu?" Pertanyaan tajam neneknya berhasil membuat Krist bungkam dan tertohok. "Apa kau tidak belajar dari pengalaman sebelumnya? Kau mencintai Fluke, menyatakan perasaanmu padanya tapi Fluke hanya diam dan dia mengejar Kay. Dia mencampakkanmu."
Rasanya dadanya sesak ketika puing-puing masa lalu itu muncul kembali ke permukaan. Rasa perih yang Fluke berikan padanya. Perasaan tulusnya diijak-injak tanpa ampun, tapi Krist dengan bodohnya selalu berharap bahwa Fluke akan berbalik mencintainya.
Sampai pada akhirnya Fluke mengatakan dengan gamblang bahwa ia menyukai Kay padanya. Bisa bayangkan rasanya? Krist benar-benar hancur. Ia ingin menangis tapi tidak bisa. Krist hanya diam, tersenyum miris pada Fluke dan mengatakan agar Fluke mengejar kebahagiaannya.
Krist pengecut? Ya, dia dulu hanya berpikir ingin melihat Kay bahagia. Walau harus mengorbankan dirinya sendiri. Apakah sekarang Krist juga harus melakukannya? Bagi Krist, Singto adalah segalanya. Sesuatu yang bahkan tidak pernah ia bayangkan akan dilepaskan.
"Pikirkan semua baik-baik Krist. Jangan merusak kebahagiaan Kay." Krist mengepalkan tangannya.
"Apa aku tidak boleh bahagia?" Krist bertanya. "Harus Kay yang bahagia, Krist harus mengalah. Aku muak!" Krist meluapkan emosinya. Ia bangkit.
"Krist-"
"Aku hanya ingin Singto. Apa salah?"
"Krist kau tahu, aku sangat menyayangimu. Aku hanya tidak ingin kau terluka," iris hitam kelam Krist bertemu dengan iris abu-abu neneknya. "Lagi."
.
.
"P'Kit!" Kay berlari dan mendekap tubuh kakak kembarnya. Wajahnya terlihat berseri-seri. Kay pulang ke Thailand tadi siang. Entah untuk alasan apa."Hey... hey!" Kay melepaskan pelukannya. Ia tersenyum sangat lebar, Krist merasa keheranan. Kay memperlihatkan jari manisnya yang dilingkari sebuah cincin.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES OR YES? [SingtoxKrist]
FanfictionSejak kecil Krist selalu mendapatkan apapun yang ia mau. Apapun itu. Tinggal tunjuk maka ia akan memilikinya. Tidak ada yang sanggup membantah Krist dengan sifat arogansinya yang sudah mendarah daging. Tidak ada satupun yang bisa mematahkan egoismen...