Pagi itu, sinar matahari menembus celah-celah tirai, menyoroti sudut-sudut ruangan yang penuh dengan kenangan. Nadira mengerutkan dahi, berusaha membangkitkan semangatnya. Dia baru saja pulang dari rumah sakit setelah menjalani pemulihan yang melelahkan, dan sekarang saatnya untuk kembali ke dunia yang lebih cerah-sekolah. Dengan tekad yang bulat, dia bergegas bersiap, meskipun masih ada rasa cemas di dalam hatinya.
"Lo yakin mau sekolah hari ini? Lo kan baru pulang dari rumah sakit," tanya Sisil, sahabatnya, yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin besar.
"Yakin lah. Aku nggak betah kalau di rumah terus," jawab Nadira, merapikan penampilannya. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.
Sisil memutar matanya, heran. "Gue heran sama lo. Masa disuruh libur, malah nggak betah sih? Kalo gue jadi lo, gue udah loncat-loncatan di kasur saking senengnya."
"Yehh, jangan samain aku sama kamu lah," Nadira menjawab sambil tersenyum, merasakan kehangatan persahabatan mereka.
"Iya iya, anak rajin mah beda. Tapi gue takut lo kenapa-napa lagi."
"Aku bisa jaga diri kok," balas Nadira, meyakinkan sahabatnya.
"Yakin?" Sisil menatapnya penuh selidik, seolah ingin memastikan bahwa Nadira tidak berbohong.
"Yakin, Sil," ucapnya mantap.
Tak lama kemudian, suara klakson mobil berbunyi. Itu suara mobil Aldo yang berhenti di pekarangan luas rumah Sisil. Nadira merasa jantungnya berdegup kencang.
"Aldo?" panggilnya.
Benar saja, pria itu muncul dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Hai," sapa Aldo.
"Kamu tahu aku di sini?"
"Tadi aku udah ke rumah Ibu. Katanya kamu di sini," jawab Aldo sambil tersenyum.
Nadira mengangguk, senang mendengar bahwa Aldo mengkhawatirkannya.
"Kamu yakin mau sekolah?" tanya Aldo lagi.
"Yakin."
"Tapi kan-"
"Kalian tuh kenapa sih? Gue beneran udah nggak papa. Lihat deh, gue udah segar," Nadira menjelaskan, merasa kesal dengan kekhawatiran mereka.
"Yaudah kalau kamu mau gitu. Tapi ingat, jaga diri kamu baik-baik. Terlebih jaga hati kamu," kata Aldo, yang membuat Nadira tersenyum seketika. Entah kenapa, bisa-bisa pria ini selalu membuatnya merasa nyaman.
"Iya, aku bakal jaga hati kok," balasnya.
"Baguslah. Oh iya, kemarin waktu aku ke rumah kamu, Pak Guntur nyuruh aku buat jagain kamu. Dan beliau bilang, bahwa beliau minta maaf sama kamu," ucap Aldo, membuat Nadira terhenti sejenak. Senyumnya menghilang, digantikan rasa terkejut.
"Kamu serius?" tanyanya, matanya membulat.
"Aku serius," balas Aldo.
Nadira tersenyum kecil, merasakan hangatnya kasih sayang dari ayahnya. Mungkin masih ada harapan untuk hubungan mereka.
---
Mobil mewah milik Aldo berhenti di depan gedung sekolah Nadira. Sambil menatap gedung yang sepertinya tak pernah berubah, Dira merasa jantungnya berdebar. Aldo mengantar mereka sampai depan gerbang.
"Ra, Do, gue duluan ya. Soalnya hari ini gue piket," kata Sisil sambil berlari pergi, meninggalkan Nadira dan Aldo di dalam mobil.
"Gak percaya, ini sekolah aku sekarang," Aldo mengatakan sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Persimpangan Hati
Teen FictionDi Persimpangan Hati Nadira adalah gadis berusia 20-an yang tampak tenang di luar, tetapi menyimpan badai di dalam hatinya. Wajahnya lembut, dengan sorot mata yang kerap terlihat sendu dan tampak menerawang, seolah selalu mencari jawaban yang tak p...