Bab 1: Awal dari Pertemuan Tak Terduga
Di halte itu, suasana begitu lengang. Hanya ada dua gadis yang tampak sibuk mengobrol sambil menunggu bus. Sisil dan Nadira baru saja pulang sekolah. Sisil terpaksa menunggu bus juga karena supirnya sedang cuti beberapa hari, dan Nadira setia menemaninya.
Suara klakson motor yang keras tiba-tiba memecah kesunyian, membuat keduanya terkejut. Seorang cowok yang tidak asing berhenti di depan mereka. Aldo, yang juga baru saja pulang sekolah, menatap mereka dengan tatapan tenang.
"Aldo?" seru Nadira dan Sisil serempak.
"Gue tau itu nama gue," balas Aldo, cuek seperti biasa.
Tanpa basa-basi, Aldo langsung mendekati Nadira. "Ra, gue anter pulang, ya."
Nadira ragu. Dia merasa nggak enak sama Sisil. "Gak usah deh, Do. Gue bareng Sisil aja."
Sisil, yang tahu Aldo adalah teman lamanya, malah memberi dukungan penuh. "Gak papa, Ra. Gue bisa sendiri. Udah sana, pulang bareng Aldo."
Namun Nadira tetap merasa nggak enak. "Tapi, Sil... Gak usah deh, gue bareng lo aja."
Pas mereka masih bingung, sebuah motor lain berhenti di depan mereka. Seorang cowok dengan tampang ogah-ogahan menatap Sisil dan Nadira. Itu Reza, cowok yang biasa ngobrol bareng Sisil di sekolah.
"Nah, tuh ada Reza. Gue pulang bareng Reza aja," ucap Sisil, lalu langsung duduk di jok belakang motor Reza.
"Lah, apaan sih, Sil? Gue baru dateng juga, lo udah ngajak pulang aja," protes Reza kesal.
"Tuh, Ra, Sisil udah ada partner-nya. Udah, kita bareng, yuk!" Aldo nggak menyerah untuk mengantar Nadira pulang.
Nadira akhirnya mengangguk, nggak punya alasan lagi buat menolak. "Yaudah deh, gue duluan ya, Sil. Hati-hati di jalan!"
Sisil melambaikan tangan sambil bercanda, "Jangan sampai nyasar, Ra!"
Aldo pun mengajak Nadira naik motornya. Mereka pun melaju dengan kecepatan sedang, meninggalkan Sisil dan Reza yang masih berdebat kecil di halte.
---
Di jalan, Nadira dan Aldo masih diam-diaman. Suasana di antara mereka tiba-tiba canggung. Padahal, sehari sebelumnya mereka sudah habiskan waktu bareng.
Aldo akhirnya membuka percakapan. "Gimana sekolah tadi?"
Nadira menjawab singkat, "Ba-baik, kok. Lancar aja."
Aldo tersenyum lalu tiba-tiba menggoda, "Pegangan, Ra. Gue mau ngebut!"
Nadira yang awalnya kaget langsung menepuk pundaknya. "Jangan ngebut, Do! Mau nyari mati, hah?"
Aldo malah terkekeh, seakan nggak peduli dengan omelan Nadira. Dengan santai, dia menambah kecepatan. Nadira refleks melingkarkan tangannya di pinggang Aldo, terpaksa menahan ketakutan sambil sesekali memukul punggung Aldo. Mereka sampai di depan rumah Nadira dengan keadaan yang cukup melelahkan.
Namun saat Nadira turun dari motor, tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit, membuatnya hampir terjatuh. Aldo yang panik langsung memegang bahu Nadira.
"Nadira, lo kenapa? Hey, liat gue!" kata Aldo cemas, tapi Nadira cuma bisa terdiam sambil memegangi kepalanya yang berdenyut.
Setelah beberapa saat, rasa sakitnya mereda. Nadira menggeleng dan menenangkan Aldo. "Gue nggak apa-apa, kok. Cuma pusing dikit."
---
Di sisi lain...
Reza dan Sisil sedang dalam perjalanan. Reza yang tadinya kesal karena 'dipaksa' jadi tukang ojek oleh Sisil, mulai tenang setelah melihat Sisil yang diam-diam tersenyum saat berada di belakangnya. Sisil nggak protes, malah menikmati perjalanannya.
Namun, saat hujan deras mulai turun, mereka terpaksa berhenti di halte bus yang kebetulan sepi. Sisil, yang nggak bawa jaket, mulai menggigil kedinginan. Reza memperhatikan Sisil dengan iba.
"Kedinginan ya?" tanya Reza.
Sisil yang menggigil menjawab gemetar, "Ya jelas lah, nanya lagi!"
Reza tersenyum kecil dan tanpa banyak bicara langsung melepaskan jaketnya, memakaikannya ke Sisil. Sisil sempat terkejut dengan tindakan Reza yang ternyata perhatian, meski biasanya suka judes.
"Lo gimana? Kan kedinginan juga," tanya Sisil balik.
"Ah, gue mah kebal," Reza pura-pura sok kuat. Tapi Sisil tahu cowok itu sebenarnya juga menggigil.
Setelah beberapa saat, hujan masih deras. Sisil lalu mendekat ke arah Reza, menarik sisi lain dari jaket yang dikenakannya dan memakainya bareng Reza, membuat mereka berdua berbagi jaket.
"Mending kita berdua kedinginan daripada salah satu dari kita sakit," ucap Sisil sambil tersenyum.
Reza menatap Sisil sejenak, terdiam, lalu tersenyum kecil. "Makasih, Sil," ucapnya pelan.
---
Sementara itu, di rumah Nadira, Aldo masih khawatir dengan keadaan Nadira yang terlihat nggak biasa tadi. Dia penasaran, tapi nggak mau maksa Nadira buat cerita.
Nadira yang mulai baikan hanya bisa tersenyum melihat Aldo. "Do, makasih udah nganterin gue."
Aldo mengangguk, dan dengan nada serius dia berkata, "Ra, kalau ada apa-apa, jangan segan cerita ke gue, ya."
Nadira hanya mengangguk. Setelah pamit, Aldo pergi dengan hati yang sedikit lega, tapi juga penuh dengan rasa penasaran tentang Nadira.
Di kamarnya, Nadira termenung, memikirkan apa yang membuatnya tiba-tiba merasa pusing tadi.
#Bersambung
Like and comment 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Persimpangan Hati
Teen FictionDi Persimpangan Hati Nadira adalah gadis berusia 20-an yang tampak tenang di luar, tetapi menyimpan badai di dalam hatinya. Wajahnya lembut, dengan sorot mata yang kerap terlihat sendu dan tampak menerawang, seolah selalu mencari jawaban yang tak p...