Jika masa lalumu adalah duri maka biarkan ia ada, karena tidak selamanya duri itu menusuk ada kalanya duri juga melindungi.
****
Aisyah sangat gugup begitu kakinya menginjak kampus bertulis Universitas Islam. Ini bukan hari pertamanya kuliah, tapi hari pertamanya menjadi dosen. Setelah dua tahun meninggal tanah kelahiran, Aisyah memutuskan kembali dengan membawa amanah menjadi dosen penganti selama tiga bulan di salah satu kampus berbasis Islam di Indonesia.
"Bismillah ...." Aisyah mulai mengambil langkah pertamanya dengan pasti. Angin berhembus pelan menggerakan ranting pohon di sepingiran jalan. Asiyah tersenyum samar di balik cadarnya. Aisyah ingat jelas, terakhir kali ia meninggalkan negaranya penuh dengan air mata, tapi kini rasa sakit itu telah hilang. Aisyah tidak melupakan semuanya, tapi dia memaafkan semuanya. Itulah cara terbaik berdamai dengan masa lalu, tidak mudah memang, tapi hasilnya sangat memuaskan. Aisyah mendapat banyak pelajaran dari luka yang ada, luka yang membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi masalah."Cara terbaik menghilangkan luka bukan dengan cara mengusirnya, bukan juga menguburnya dalam-dalam. Hanya ada satu cara 'maafkan'. Biarkan luka itu ada, sebulan, dua bulan atau bertahun-tahun, tidak perlu fokus pad luka yang ada karena saat waktunya tiba, ia akan menghilang dengan sendirinya."—Aisyah akan selalu mengingat nasihat uminya itu.
Drat. Drat. Drat
Dering ponsel di saku gamisnya, menghentikan langkah hati-hati Aisyah. Segera Aisyah merogoh sakunya dan mendapati notif gambar panggilan. Panggilan masuk dari sahabatnya.
"Assalam-."
"Syah, kamu udah sampe?" Suara dari seberang sana menghentikan kalimat Aisyah.
Aisyah spontan menggeleng pelan, mata cokelatnya menatap sekeliling sekilas sebelum menjawab pertanyaan dari seberang sana.
"Assalamualaikum-nya mana Dil ?"
"Eh, iya." Aisyah yakin di seberang sana Dila tengah mengaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Kita ulang ya ...."
Panggilan dimatikan sepihak, tanpa memberi jeda bagi Aisyah untuk bertanya. Aisyah baru hendak menyimpan kembali ponselnya, layarnya kembali berkedip. Panggilan masuk dari Dila.
"Waalaikumsalam, Aisyah .... " sapa Dila yang membuat Aisyah seketika tertawa kecil. Ada-ada saja kelakukan Dila yang buat Aisyah terkekeh.
"Udah sampe, Syah??" tanya Dila di seberang sana.
"Alhamdulillah udah di kampus, Dil."
"Gimana kampusnya? Bagus gak? Luas gak? Bagusan di sana atau di sini? Kapan kamu pulang? Mahasiswa nya ramah ramah gak? Kamu betah di sana?" cerocos Dila tanpa jeda. "Oh, iya Syah, jangan lupa sholat ya, kamu gak lupakan jadwal sholat di sanakan?" Dila terkekeh pelan.
Seketika Aisyah teringat bahwa ia belum melaksanakan sholat Zuhur, ia terlalu sibuk mencari letak fakultas membuatnya lupa akan kewajibannya sendiri. Aisyah melirik jam yang terlihat di pergelangan tangannya pukul satu tepat.
"Syah, itu aku kirim jadwal sholat disana. Kali aja kamu lupa." Dila cekikikan, pasalnya waktu sholat di Arab dan di Indonesia beda tips dan tidak terlalu jauh.
"Jangan pikirinin onta di sini ya Syah.."
"Syah, kamu masih di sana, kan? "
"Syah ...."
"Eh iya Dil, udah dulu ya aku mau sholat. "
"Tuhkan bener, jangan kebanyakan mikirin onta di sini ...." Dila cekikikan. "Move on dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampul Lama
SpiritualSequel dari Tabir Di Balik Cadar *** Saat cinta tak butuh mata untuk memilih maka ia juga tak butuh telinga untuk mendengar alasan agar kembali. "Cinta nama lain dari harapan. Dan berharap pada manusia adalah sepahit pahitnya harapan". (Aisyah Sal...