Bidadari bercadar

2.5K 261 114
                                    

Suara deru mobil terdengar memasuki perkarangan rumah.  Jantung Aisyah berpacu dengan cepat. Aisyah tidak menduga bahwa pertemuannya dengan Akmal akan berlanjut.

"Kamu serius, Syah? Akmal, cowok yang baru kamu kenal itu, mengajak taaruf ?" kaget Dila saat Aisyah memberi tahu via vidio call, dua hari sebelumnya.

"Iya."

"Masyallah. Terus kamu terima?"

Aisyah menganggu, pertanda. Di severang sana, kedua mata Dila membulat sempurna, kaget dan bahagia.

"Kapan lo nikah? Gue mesti datang!" seru Dila.

"Belum, Dil. Belum secepat itu. Inikah masih taaruf, belum tahu cocok atau gak."

"Gue doain cocok. Tuh cowok pasti bukan cowok kaleng-kaleng seberani itu melamar mutiara macam kamu, Syah."

Aisyah berdeham pelan.

"Syah, tapi kamu bahagia, kan?"

Ketukan suara pintu, membuyarkan lamunan Aisyah. Aisyah bangkit membuka pintu, terlihat bunda menggunakan gamis berwarna sage muncul dari balik pintu.

"Syah, sudah siap?"

"Sudah, Bunda. Tinggal pake cadar saja. Bunda mau bantuin Aisyah pake cadar ini?"

"Masyallah, cantiknya bidadari di hadapan bunda ini .... " Bunda tersenyum, tangannya terjulur mengambil cadar untuk Aisyah.
Pujian bunda barusan sukses membuat wajah Aisyah menghangat, malu.

"Semoga Allah selalu menjaga kamu, Nak."

"Aamiin, "sambung Aisyah.

"Bunda, Aisyah malu .... " cicit Aisyah jujur, menghentikan tarikan lembut bunda.

Bunda tersenyum dan langsung menggenggam erat tangan Aisyah yang terasa dingin. "Tenang, semua akan berakhir. Kamu siap memulai semuanya, kan?

****

"Itu Khayla."

Alex spontan mendongka. Tanpa sadar pandangnya langsung bertemu dengan gadis bergaun putih susu dengan cadar senada menuruni tangga. Gadis itu tertegun sesaat, sebelum kembali menunduk dan melanjutkan langkahnya, berjalan ke arah Alex dan yang lainnya.

"Namanya Khayla Az-Zahra."

Gadis itu semakin menunduk saat namanya disebut.

"Khayla, kedatangan Alex kesini bermaksud untuk melamar kamu. Apa kamu bersedia, wahai anakku?

Khayla menatap pria paru baya di hadapannya. Abinya. Mata Khayla menyipit, tersenyum menatap orang yang selama ini telah memberikan punggungnya untuk ia dan umi bersandar, orang yang selalu memberikan pelukan hangat padanya.

"Khayla menerima perjodohan ini, tidak ada alasan untuk menolak. "

Suara pelan itu mampu membuat hati Alex berdesir hebat. Spontan Alex menggangkat kepalanya, tanpa sengaja mata keduanya kembali  bertemu. Alex tersentak, ia segera berpaling.

"Seperti yang kamu lihat, saya lumpuh," ujar Alex setelah mereka mendapatkan kesempatan berbicara.

"Apa itu bisa menjadi alasan saya untuk menolak anda? Saya rasa alasan itu terlalu lemah. Saya sudah mendengar visi misi anda. Saya rasa itu cukup."

"Khayla. Anakku, sebelum menikah Alex berhak melihat wajahmu."

Umi mengelus pucuk kepala Khayla.  Khayla menatap perempuan paru baya itu, bola mata bergerak gugup. Alex pun tak tahu apa yang harus ia lakukan. Alex sama gugupnya. 

Perlahan tangan umi membuka tali yang mengikat cadar putrinya. Khayla spontan menutup matanya saat cadar itu perlahan menyingsing dari wajahnya.

Alex menunduk, ia mendongka tepat saat mata gadis itu terbuka. Kedua mata mereka saling bersitatap. Baru Alex sadari mata Khayla berwarna biru hazel.

Degup jantung Alex seketika berpacu kencang, ingatannya terpukul mundur. Bayang Aisyah mulai kepala Alex.

"Aisyah ...."

****

Sejak turun dan duduk diantara keluarga besar Akmal. Aisyah hanya menunduk, tangannya bergerak gelisah memainkan ujung kerudung panjang berwarna putih susu yang ia kenakan. Sesekali Aisyah mengangkat wajahnya dan tanpa sengaja matanya bertemu dengan maniak mata cokelat Akmal. Itu  sukses membuat jantung Aisyah berirama kencang tak karuan.

"Apa Nak Aisyah bersedia menerima lamaran Akmal ? "

Aisyah mendongka, wajahnya terasa hangat. "Saya bersedia."

"Alhamdulilah, " ucap semua orang.

Aisyah melirik Akmal. Akmal terlihat berbeda kali ini. Pria itu makin terlihat menawan dengan setelan jubah putih. 

"Apa sebelum menikah Nak Akmal Ingin melihat wajah Aisyah terlebih dahulu?" tanya bunda.

Akmal terlihat kikuk dengan pertanyaan yang di ajukan bunda. Beberapa kali, pria itu berdeham bingung, hendak menggeleng, tapi suara gadis remaja bernama Aisyah lebih dahulu memenuhi ruangan.

"Bang Akmal pasti setuju," jawab gadis itu. Akmal langsung melirik adik bungsunya itu.

Gadis itu tak mau kalah, ia membalas tatapan abangnya dengan senyum jahil.

"Bang, setuju, kan? Bilang aja kalo iya gak usah malu-malu gitu dong, Bang."

Akmal kehilangan kata-kata. Ia kalah. Akmal menghembus nafas panjang. Akhirnya dengan gugup  menggangguk setuju.

Semua anggota keluarga Akmal segera keluar dari ruangan, termasuk Aisyah yang memang sengaja meninggalakan abangnya.

Di ruangan kini tinggal tersisa, Aisyah, bunda, Akmal yang menunduk malu.


Aisyah menarik nafas panjang tepat saat tangan bunda telah bergerak membuka tali cadarnya.

Dengan  perlahan bunda menyingkirkan sepenuhnya cadar  dari wajah Aisyah. Aisyah masih setia menunduk. Sedetik berikutnya gadis itu berusaha memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, ia gugup saat matanya tanpa sengaja bertabrakan dengan maniak mata  Akmal.

"Masyallah ...."

***

Pendek....
Lagi iseng nulis dan pengen uodate
Udah segitu aja dulu ya... Hari minggu insyallah update panjang lagi.

See you

Sampul Lama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang