Abdullah

3.1K 345 94
                                    

"Suka baca novel itu juga?"

Suara sapaan seketika membuat Aisyah menoleh.  Terlihat seorang gadis berdiri dengan senyum ramah kepadanya, gadis itu menggunakan jas khas dokter dan Aisyah yakin, gadis itu seorang dokter di rumah sakit ini.

"Boleh duduk di sini?" tanyanya ramah dan sopan.  Aisyah mengangguk, mengiyakan. Gadis itu langsung duduk dengan senyum menggembang.

"Aku juga suka novel itu. Kisahnya bagus. Cara penulisannya juga menarik, alurnya gak bertele-tele, to the points," ujar gadis tanpa menunggu Aisyah bertanya.

"Ceritanya sangat menginspirasi bagi kaum hawa. Aku sudah baca berkali-kali, tapi herannya aku belum juga bosan. Entah kapan bosannya, aku rasa gak akan pernah terjadi. Emang sebagus itu novelnya. Kamu setuju, kan? "

Aisyah spontan berdeham  pelan. Sejujurnya, Aisyah sedikit kaget dengan pertanyaan mendadak itu. 

"Aku salut sama penulisnya karena bisa buat novel sekeren itu," sambung gadis itu, "Andai aku bisa ketemu sama penulisnya, Kak Hawari.. pengen banget. Kak Hawari pasti cantik banget aslinya."

Gadis itu menerawang menatap kearah depan dengan senyum mengembang.  Sontak Aisyah terkekeh geli.

"Itu terlalu berlebihan ukhti. Dia hanya gadis biasa," sahut Aisyah spontan.

Gadis itu menoleh, menatap Aisyah dnegan kening berkerut. "Memangnya kamu sudah pernah ketemu Kak Hawari ?"

"Setiap hari." Aisyah kembali terkekeh. Aisyah tidak sadar kalo gadis di sampingnya kini menatapnya tajam.

"Serius?" Mata gadis itu membelalak, besar. Mulutnya setengah mengganga, ekspresi itu sukses membuat Aisyah sedikit terkejut. "SETIAP HARI. OH MY GOD." Gadis itu nyaris memekik sembari menatap Aisyah.

"Kenapa?" tanya Aisyah bingung. Ia  mulai takut telah mengucapkan  sesuatu yang salah.

"Kamu gak bohong, kan?"

Aisyah mengangguk, ragu." Tidak."

"Alhamdulillah kalo gitu." Gadis itu menghela nafas lega, "akhirnya doa aku terkabul ...." Gadis itu tiba-tiba bersorak girang. Aisyah semakin bingung.

"Kalo setiap hari kamu ketemu kak Hawari, pasti kamu punya hubungan akrab dengan kak Hawari, kan?

Aisyah bergeming, bingung harus menjawab apa. Namun, sedetik kemudian Aisyah mengangguk pelan membenarkan pertanyaan gadis itu agar bisa terlepas dari sorot matanya yang seolah tidak akan melepaskannya.

"Bagus kalo gitu." Gadis itu tiba-tiba menjetikan jarinya, kemudian bangkit dan mengulurkan tangan kearah Aisyah.

"Assalamualaikum, nama aku Ines. Kamu bisa panggil Ines. Salam kenal."

Aisyah menatap bingung sekaligus agak aneh kearah gadis itu. Gadis bernama Ines itu tersenyum lebar  dengan tangan mengulur ke arah Aisyah. Aisyah menyambut tangan Ines dan memperkenalkan dirinya. 

"Kita sudah berkenalan. Itu tandanya kita udah menjalin hubungan pertemanan. Dan sebaik-baiknya teman harus saling membantu." 

Tingkah Ines mengingatkan Aisyah dengan sahabatnya, Dila.

"Kalo gitu kamu pasti mau bantu aku kan?"

Aisyah ragu harus menjawab 'Ya' atau 'tidak', pasalnya ia tidak tahu jenis bantuan apa yang akan gadis itu minta.

"Pliss...."

"Bantuan apa yang bisa aku lakukan untukmu? "

"Sebuah bantuan kecil dari seorang sahabat, "katanya masih dengan senyum yang mengembang.

Sampul Lama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang