Aisyah menatap dirinya di depan cermin. Ia telah rapi dengan gamis berwarna putih susu dan cadar abu-abu yang senada dengan kerudung yang ia kenakan. Aisyah sudah siap berangkat. Namun, fokusnya tiba-tiba teralihkan pada pantulan matanya di cermin.
Gadis itu kembali menatap cermin lebih cermat. Senyum menggembang di wajahnya perlahan memudar, seiring tatapannya yang semakin menelisik jauh pada pantulan matanya sendiri di cermin. Kelopak matanya kini bukan berwarna biru hazel. Melainkan cokelat muda. Yap! Itu bukan mata miliknya.Siapa pemilik mata ini?
Pertanyaan itu sering kali mengusik Aisyah. Aisyah ingin tahu. Ingin berterima kasih. Ingin berjumpa, jika itu mungkin.***
"Kesiangan lagi? " cibir Troy, ia berdiri di ambang pintu kamar Alex. Memergoki Alex yang sedang bermalas-malasan di kasur.
Alex spontan mengaruk tengkuk kepalanya. "Kali ini jangan salahkan saya, Pa. Ini semua ulah Padel." Alex melirik ke sebelah kanannya. Ini semua ulah Padel."
Troy menghela napas panjang, mengikuti arah gerak kepala Alex. "Apa pun alasannya. Kalian telat!" vonis Troy. Alex spontan terkekeh, mengangguk setuju.
"Kalian lupa ini hari apa? " selidik Troy, curiga.
Alex mencoba mengingat ada apa dengan hari ini. Namun, tidak kunjung ingat.
"Hari jum'at, Kek. " Padel bersuara polos.
Troy menghela napas panjang. Alex sadar jawaban Padel salah. Tapi dia bingung jawaban apa yang Troy inginkan.
"Ini hari jumat, apa itu salah, Pa?" tanya Alex akhirnya. Troy kembali menghela napas, menatap Alex yang benar- benar tidak ingat. Tentang hari ini.
Alex tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkuknya yang lagi-lagi tidak gatal. Menyerah.
"Terus hari apa dong, Kek? " celetuk Padel yang tidak mampu membendung rasa ingin tahunya.
"Ya ampun ... jadi kalian benaran lupa?" Troy masih belum percaya ini. Namun, akhirnya menyerah dan memberitahu mengenai hari ini. Hari spesial bagi mereka.
Hari ini mereka harus ziarah ke makam seseorang yang penting bagi Padel.
"Oh iya...," kompak keduanya.
Padel langsung bereaksi. Informasi itu membuat Padel secepat kilat berlari keluar untuk bersiap-siap. Alex terkekeh melihat langkah kecil Padel yang terburu.
"Alex...." panggil Troy, menghentikan
tangan Alex yang sudah hendak meraih kursi roda.
"Lalu setelah itu, kita harus mengambil keputusan tentang Padel," ujar Troy seraya memalingkan wajahnya dari Alex.
Troy tidak kuasa melihat raut wajah Alex yang seketika berubah sendu.
"Jangan lupakan hal itu ...." ujar Troy. Alex mengurungkan niatnya untuk bersiap-siap. Benar, ada yang Alex lupakan.
****
"Sebelum Tuan Alexander Darwin memenuhi persyaratan. Maka selamanya permintaan adopsi tuan akan di tolak. Pengadilan akan memberi waktu selama 3 bulan bagi Tuan Alex untuk segera melengkapi prasyaratan tersebut. Jika sampai 3 bulan belum juga terpenuhi maka dengan berat hati kami akan memberikan hak adopsi Padel kepada orang lain. "
Tok. Tok. Tok.
Palu di ketok, sebagai hasil final keputusan pengadilan hari ini. Alex menghela nafas panjang.
Troy menepuk pundak Alex, mencoba memberikan semangat. Alex menoleh, tatapannya mendadak kosong seperti tanpa arah.
"La Thazan." Troy memeluk putranya itu. Tidak ada balasan dari Alex.
"Sepertinya kamu harus melupakan Aisyah. Kita tak punya banyak waktu, papa tak ingin kehilangan Padel. Kamu harus segera menikah," ujar Troy dengan berat hati.
"Maafkan papa, Lex. Hanya ini jalan terbaik yang bisa kita lakukan."
Alex tersenyum sendu. Matanya terpejam pelan, hatinya bermunajad lirih.
"Demi Allah, aku ikhlas menerima ini sebagai takdir yang telah engkau tetapkan, ya Rabb. Demi jiwaku yang berada di tangan mu, maka ridhoi lah hamba mu ini dalam mencari keridhoan mu," lirih Alex pelan.
"Apa ini akhir dari kisah kita, Aisyah?"
****
Bummmmm.
Pagi pagi udah update...
Tralala teralili...
Author lagi happy
😘🤣😅
Happy readingSalam hangat
Hannahqibtiya
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampul Lama
SpiritualSequel dari Tabir Di Balik Cadar *** Saat cinta tak butuh mata untuk memilih maka ia juga tak butuh telinga untuk mendengar alasan agar kembali. "Cinta nama lain dari harapan. Dan berharap pada manusia adalah sepahit pahitnya harapan". (Aisyah Sal...