Rasulullah SAW bersabda, "sesungguhnya amalan tergantung pada akhirnya."
****
"Di saat semua orang mulai berguguran, jadilah orang yang tetap tegak berdiri. Kita tidak akan tahu hasil akhirnya jika kita berhenti di tengah jalan. Impian yang kita harapkan mungkin saja tinggal selangkah lagi atau berada di ujung tepi. Yang kita harus lakukan hanya kembali melangkah dan berdoa. Insyallah, akan selalu ada hasil yang indah dari usaha yang ikhlas." Aisyah mengendarkan pandangnya ke penjuru kelas. Semua mahasiswanya nampak khitmad mendengarkan kalimatnya barusan.
"Jadi pilihan ada di tangan kalian. Menjadi mahsiswa yang tetap tegak berdiri atau duduk dan tertinggal. Sekian pelajar kita sore ini. Semoga Allah mempertemukan kita lagi dalam limpahan rahmat nya. "
"Aamiin, " serentak semuanya.
"Akhir kata, Assalamualaikum warahomatullahi wabarokatuh. Oh iya, satu lagi, pemenang kuis sudah bisa di liat di mading. Selamat bagi yang menang ...."
Setelah mengakhiri pembelajaran hari ini, Aisyah segera melangkah keluar membawa setumpuk berkas di tangannya. Suara ramai mahasiswa di kelas mengiringi langkah Aisyah. Semua nampak antusisa untuk mengetahui siapa yang memangkan kuis kemarin.
Jam di tangannya sudah menunjukan pukul lima dini hari. Aisyah spontan tersenyum bertepatan dengan iris matanya yang tanpa sengaja menangkap sosok yang akhir-akhir ini begitu familiar untuknya, calon iparnya, gadis remaja ceria, Aisyah.
Gadis remaja itu tersenyum lebar seraya melambaikan heboh tangannya kearah Aisyah. Aisyah tersenyum, sedikit mempercepat langkahnya.
"Assalamualikum Ka Capir ...." Gadis itu langsung meraih lengan Aisyah. Bergelendotan manja.
" Walaikumsalam. Sudah lama di sini?"
"Gak kok, Kak Capir. Aisyah juga baru datang. Lima menit yang lalu."
"Kak Capir ?"
"Iya, Kak Capir ... kakak calon ipar. "
Aisyah tersenyum menanggapi calon adik iparnya yang begitu manja padanya. Aisyah jadi merasa seperti memiliki dua adik kecil sekarang, Aisyah dan Malika.
"Nanti kalo udah nikah, jadinya Kak Par. Aisyh bolehkan manggil Kakak dengan sebutan itu? Soalnya Aisyh, agak canggung panggil nama Kakak. Berasa manggil diri sendiri," pinta Aisyh.
"Tentu saja boleh."
Aisyh tanpa aba-aba langsung memeluk Aisyah. Aisyah kaget, berkas di tangannya terlepas begitu saja.
"Eh, maaf, Kak. Aisyh senang banget. Sampe gak liat kalo Kakak bawa berkas banyak. Biar Aisy yang ambilin." Aisyh segera membungkuk, mengambil kertas yang berhamburan di tanah. Beruntung tanahnya tidak basah, jadi semua kertas yang Aisyah bawa aman, hanya sedikit terkena debu saja.
"Kertas Kakak jadi kotor kena debu, maaf, ya, Kak ...." sesal Aisyh.
"Iya, Aisyh. Gak papa kok," ujar Aisyah menangkan Aisyh yang masih nampak bersalah. "Kita tinggal tepuk-tepuk sedikit kertasnya biar debunya hilang."
Aisyh mengangguk setuju. Keduanya mulai sibuk mengumpulkan kertas itu.
"Kak, ini kertas apa?" tanya Aisy tiba-tiba, mata gadis itu menatap kertas yang ada di tangannya. Dahinya mengernyit. "Untuk lentera hati ...." sambungnya.
Tersadar apa yang Aisy baca, Aisyah segera menarik kertas itu dari Aisyh. Aisyh mengerjap bingung. Sedetik berikutnya gadis belia itu tersenyum mengoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampul Lama
SpiritualSequel dari Tabir Di Balik Cadar *** Saat cinta tak butuh mata untuk memilih maka ia juga tak butuh telinga untuk mendengar alasan agar kembali. "Cinta nama lain dari harapan. Dan berharap pada manusia adalah sepahit pahitnya harapan". (Aisyah Sal...