Raksasa Itu ...

1.2K 139 8
                                    

"Jadi beneran Syah? " Dari sebrang sana gadis bernama Dila, terdengar heboh.  Wajah blasteran gadis itu terpampang penuh di layar ponsel Aisyah.

Aisyah menghela nafas, sahabatnya itu selalu melupakan salam. "Assalamualaikum dulu, Dila. "

"Eh iya. Waalaikumsalam." gadis itu menarik nafas panjang, bersiap untuk kembali memburu jawaban Aisyah. "Kamu beneran ketemu dia? Ya allah. Kapan?"

"Ya gitu deh Dil. Ternyata dia orang yang selama ini aku bantu." Aisyah kembali mengetik sesuatu di leptopnya. 

Aisyah masih harus menyelesaikan pekerjaannya mengecek tugas dari halaman email-nya.

"Terus...."

" Aku gak sengaja papasan sama dia. Dia nolongi team aku yang gak sengaja jatuhin id card punya aku. Tapi kayaknya dia gak tahu siapa aku, Dil."

"Ha? Gak mungkin Syah. Dulu aja sebelum dia liat wajah kamu. Dia bisa ngenalin kamu."

Aisyah mengangguk, menyetujui hipotesis sahabatnya itu. "Apa mungkin karena mata aku yang berubah Dil. Mungkin karena itu dia gak kenal aku. "

"Aku rasa gitu. Tapi kayaknya dia itu sebenaranya tahu itu kamu tapi dia takut salah dan mata kamu juga beda. Jadi dia ngerasa pasti gitu."

Hipotesis Dila spontan menghentikan pergerakan tangan Aisyah dari keyboard.

"Jadi maksud kamu dia kenal sama aku? "

Di sebrang sana Dila mengangguk. "Ya. Sama seperti kamu yang pura-pura gak kenal sama dia. "

"Aku bukan pura-pura gak kenal Dil. Tapi aku beneran gak kenal. Dia itu udah beda banget. Wajahnya, penampilan dan cara bicaranya. Semua beda Dil. Aku beneran gak kenal.

"Aku baru sadar setelah lihat hasil pengumuman lomba. Di situ tertulis nama lengkapnya. Dan aku baru sadar kalo itu Alex."

"Syah, aku pernah denger katanya—,"Dila mengantuk kalimatnya, membuat Aisyah kini fokus menatap layar ponselnya. "Dia pernah meninggal Syah, dua tahun yang lalu...."

Aisyah mencoba mencerna dengan baik perkataan Dila barusan. "Jadi dia mati suri?" gumam Aisyah pelan. "Dil, kamu tahu gak? "

Dahi Dila berkerut, "tahu apa? "

"Dia sekarang lumpuh Dil," ujar Aisyah pelan yang langsung mendapat tatapan terkejut dari Dila.

"Ha? Serius? Ya Allah. "Dila mengela nafas panjang. "Apa ini namanya karma? "

"Stst... Gak boleh ngomong gitu Dil. Dalam agama islam itu gak ada yang namanya karma. Lagian mengenai kesalahan dia di masa lalu, insyallah aku udah memaafkan dia. Aku juga sadar, sepenuhnya itu bukan kesalahan dia."

"Kalo aku kecewa, ya itu salah aku. Aku udah tahu dia hanya manusia, tapi masih aja berharap lebih sama dia. Kalo aku terluka, ya itu karena aku yang terlalu berharap.  Dia itu manusia, dan manusiawi jika manusia berbuat dosa.

"Aku juga punya dosa. Kamu punya dosa bahkan para ulama juga punya dosa. Lalu bagaimana kita bisa menghakimi dia karena dosanya di masa lalu. Masa lalu tetap masa lalu. Dan kehidupan akan terus berjalan. Alex di masa depan tidak bisa di lihat dari Alex di masa lalu."

Dila tersenyum, sahabatnya ini selalu bisa membuat ia salut.

"Dil. Tadi kamu bilang kalo dia pernah meninggal kamu tahu dari mana? "

"Aku tahu dari temen aku. Waktu itu aku gak sengaja liat foto dia sama temen aku pas kami sedang ngerjain tugas. Di situ aku gak sengaja nyebutin nama Alex. Terus teman aku cerita semuanya."

"Temen kamu yang mana Dil?  Yang dari Palestina itu bukan? "

"Iya. Lail. Yang sering dateng —...."

"Dil boleh gak aku minta nomor Lail. Ada yang aku pengen tanyain. "

"Boleh. Entar aku kirim nomornya di WA. "

"Oke makasih Dil."

"Oh ya gimana disana, kamu nyaman kan jadi dosen di sana? "

Aisyah mengangguk, "alhamdulillah, Dil. Enak banget. Banyak yang bening lagi. "

Dila tertawa geli mendengar kalimat terakhir Aisyah. Jelas dia tahu sahabatnya itu hanya mengatakan itu sebagai guyonan.

"Emang kamu tahu bening itu kayak gimana. Orang yang kamu tahu cuman tuan Akmal  Kamil semata." Di sebrang sana Dila mengendip-ngedipkan matanya.

Aisyah tertawa geli melihat sahabat yang seperti terkena cacingan. "Apaan sih... Dasar gak jelas. "

"Cie yang sebentar lagi nggak jomblo. Cie... Cie... Sebentar lagi di setiap membuka mata ada tuan Akmal di sampingnya. "

"Apan sih Dil...."

"Hahahah.... Aku suka godain kamu. Apa lagi liat wajah kamu udah kayak udang rebus gitu. " Aisyah sontak meraih kaca kecil di nakasnya untuk membuktikan apa yang Dila katakan.

"Emang ia kayak udang rebus? "

Dila mengangguk, membuat ekspresi wajah Aisyah semakin lucu menurut Dila.

****

Assalamualaikum, lail.  Aku Annalia, temennya Dila. Ada sesuatu yang ingin aku tanyain sama kamu?

Aisyah sengaja menggunakan bahasa Indonesia, karena dia tahu Lail menyukai bahasa Indonesia dan berniat mengambil S2 di Indonesia. Lail juga sering berkunjung ke Flat hanya untuk bisa berinteraksi dengan Aisyah dan Dila sebagai orang Indonesia. Lail yakin dengan langsung berinteraksi, ia bisa sedikit memahami bahasa Indonesia.

Aisyah meneguk air putih yang sudah sejak tadi ia taruh di atas meja kecil. Satu jam berlalu, namun belum ada jawaban apa pun dari Lail. Aisyah memilih membaca beberapa email yang belum sempat ia baca. Gadis itu sesekali melirik layar ponselnya yang belum juga berkedip.

Waalaikumsalam. Annaila...
Maaf baru membalas pesan mu. Aku baru saja sampai di Indonesia, aku akan nyusun tensis di sini . Kamu apa kabar?

Gimana kalo kita ketemuan aja?

Na'am , kapan bisanya kapan?
Nanti sekalian saya antar berkeliling  Jakarta.

Mungkin minggu depan.

Baiklah.


*****
Happy reading guys

Salam hangat.
Hannahqibtiya

Sampul Lama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang