Tujuan pertemuan adalah
perpisahan.****
Aisyah tersenyum sebelum mengakhiri pertemuannya pada hari ini. "Sekian semuanya, semoga Allah mempertemukan kita lagi. Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh," tutup Aisyah yang langsung dijawab semua mahasiswa secara bersamaan.
"Alhamdulillah, semua lancar," gumam Aisyah pelan. Diam-diam gadis itu tersenyum dari balik cadarnya, senyum lebar. Matanya nyaris terhimpit cadar yang ia gunakan. Sungguh, Aisyah tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya atas banyak hal baru yang datang kehidupnya.
Sesuatu yang mungkin bukanlah zona nyamannya. Zona bertumbuh. Itulah yang Aisyah rasakan. Mengajar bagaimana pun hal baru bagi Aisyah.
Alhamdulillah, semua mahasiswa bisa menerima kehadiran Aisyah dengan sangat baik. Mereka juga bersemangat dalam mencatat dan menyimak materi yang Aisyah sampaikan, tanpa sedikit pun merasa bahwa Aisyah hanya dosen pengganti mereka.
Aisyah beralih merapikan buku miliknya, setelah beberapa mahasiswa meninggalkan kelas.
Hari mulai sore dan sholat ashar sudah berkumandang sejak 2 menit yang lalu saat kelas masih berlangsung. Aisyah segera mempercepat geraknya.
Getar ponsel dari dalam tasnya, menghentikan pergerakan tangan Aisyah. Ada pesan masuk.
Apa bisa kita bertemu?
Isi pesan singkat itu. Aisyah beralih mengetik cepat, sebelum menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas.
Maaf, untuk hari ini saya tidak bisa. Mungkin lewat email saja nanti akan saya kabari
Hanya butuh sepuluh menit untuk Aisyah bisa sampai ke mushola kampus. Di mushola kampus terlihat beberapa mahasiswa yang baru datang bersamaan dengan Aisyah, ada juga yang baru saja selesai dan hendak keluar dari mushola.
Mushola kampus memang tidak memiliki luas yang lebih besar dibanding masjid utama kampus yang besar empat kali lipat dari mushola kampus, itu juga sebab tidak terlalu banyak mahasiswa yang datang ke sana, mereka biasanya lebih memilih ke masjid kampus yang letaknya di depan gedung kampus.Aisyah memilih mushola kampus bukan saja karena letaknya yang dekat dengan kelas, melainkan karena di mushola kampus tidak terlalu ramai. Aisyah jadi bisa sedikit leluasa melepas cadarnya saat selesai salat.
"Assalamualaikum Warahmatullah." Aisyah mengakhiri salatnya. Bersamaan dengan itu terdengar suara gaduh di arah depan shaf lelaki yang di halangi kain satir.
**
Gadis itu merebahkan tubuhnya di kasur. Ia menatap lekat langit-langit kamarnya, senyum mengembang begitu saja tanpa gadis itu sadari. Lagi-lagi Aisyah tersenyum hanya karena satu hal sepele. Dengan cepat Aisyah meraih bantal guling lalu memeluknya erat seolah mencoba menyalurkan kebahagiannya pada bantal guling tersebut.
Hari ini, menjadi bagian penting yang tidak akan pernah Aisyah lupakan. Ia bukanlah seorang gadis yang pemberani. Berhadapan dengan banyak orang bukanlah kealihannya. Terlebih lagi kemampuanya dalam berbicara dengan khalayak ramai tidaklah mumpuni. Namun, lagi-lagi skenario Allah begitu indah, Aisyah tidak pernah menyangka bahwa semua ini akan terjadi. Berawal dari niatnya untuk menempuh keridhohan sang Illahi hingga sampai ke titik yang tidak pernah Aisyah bayangkan sedikit pun. Menjadi dosen di sebuah universitas besar di kota yang telah lama ia rindukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampul Lama
SpiritualSequel dari Tabir Di Balik Cadar *** Saat cinta tak butuh mata untuk memilih maka ia juga tak butuh telinga untuk mendengar alasan agar kembali. "Cinta nama lain dari harapan. Dan berharap pada manusia adalah sepahit pahitnya harapan". (Aisyah Sal...