Angin berhembus samar-samar ke arah seorang pria yang kini tengah berbaring sendirian sembari menutupi wajahnya menggunakan lengannya di tengah-tengah kolam renang. Krist menikmati setiap hembusan angin yang menerpanya, di atas pelampung kura-kura raksasanya. Menikmati langit yang bersinar dengan cerah namun tidak mampu menyengatnya, karena keadaan disini tertutup dengan pepohonan rindang yang menyejukkan mata.
Apa ini surga?
Krist membalikkan tubuhnya dengan hati-hati, ke arah sampingnya sembari menghela nafas beratnya, tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Krist sungguh merasa bosan, akan tetapi dia terkurung disini karena pria itu tidak memperbolehkan Krist pergi, padahal Krist juga tidak akan pernah kabur dari sini.
Untuk apa kabur?
Jika tempat ini nyaman untuk di tinggali, dan juga sangat besar. Semuanya ada disini, dan Krist hanya perlu memintanya. Bukankah itu hebat, tetapi pria yang bahkan Krist tidak tahu namanya itu, tidak mau melepaskannya, bukankah itu jahat.
Padahal Krist sudah bilang jika dirinya itu tidak suka di tentang dan di larang, tetapi tetap saja Krist di perlakukan tidak adil seperti ini.
"Kenapa kau melamun?"
Tanya Singto yang entah darimana sudah ada di depannya Krist, dan memandang pria manis itu, hingga Krist risih di buatnya. Krist benar-benar tidak nyaman dengan pandangan Singto padanya, yang seolah tengah menelanjanginya itu.
"Tidak. Aku bosan."
"Oh, kau mau pergi?"
"Tidak! Berhenti bersikap aku ini tahanan. Sudah aku bilang jika aku tidak akan pernah pergi. Tidak ada tempat yang mau aku tuju, asal kau tahu saja. Aku tidak bodoh, dan memilih kabur dari sini."
"Aku tidak pernah berpikir kau akan kabur, kok."
"Lalu apa?"
Intonasi suara Krist sedikit meninggi kepada Singto, karena merasa kesal, sangat kesal sekarang. Bahkan Krist langsung memosisikan dirinya sendiri untuk duduk, dan melipat kedua tangannya di dada dengan angkuh, seolah tidak takut sama sekali pada Singto.
Sedangkan Singto hanya tersenyum melihat Krist, meskipun Krist agak kurang ajar, tetapi Singto menyukai caranya, yang seperti itu. Krist tidak terlihat lemah, membuat Singto merasa senang.
"Aku hanya ingin dekat denganmu."
"Ck, omong kosong macam apa yang mau kau katakan padaku? Jangan kira aku bodoh dan percaya."
"Itu kenyataan." Singto mengarahkan tangannya memeluk Krist yang tengah duduk di atas pelampung itu, tidak memperdulikan jika tangan dan tubuhnya itu basah, "hangatnya."
"Oi, aku jadi basahkan."
"Siapa yang menyuruhmu untuk duduk disini, dan tidak ikut berenang bersamaku."
"Cuacanya panas, aku tidak suka."
"Tapi ini tidak akan membakar kulitmu, aku juga tidak mau jika kau berubah sedikitpun."
"Ya, ya. Terserah apa katamu."
Lebih baik Krist mengalah saja, karena setiap dia berbicara maka emosi Krist akan naik dan meledak-ledak nantinya, dan pria yang ada di hadapannya saat ini tidak akan pernah meladeni apa yang Krist katakan dengan serius, jadi percuma saja, hanya membuang tenaganya.
"Kau marah?"
"Menurutmu?"
Bukannya menjawab Krist justru membalik pertanyaan yang baru saja di katakan oleh Singto. Malas untuk menjawabnya, berdebat itu tidak ada untungnya. Krist yang biasanya bebas sekarang seperti seekor burung di dalam sangkar emas, itu sedikit membuat Krist frustasi disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[24]. SLAVE { Crazy Love }
Fanfiction[ COMPLETED ] "Tugasmu hanya satu berbaringlah di sana," tunjuk seseorang pemua berkulit Tan pada seorang pemuda lain di sampingnya, "mendesahlah lalu puaskan aku." "Jika aku tidak mau bagaimana?" Pemuda berkulit putih itu bertanya sembari menatap s...