Chapter 7

325 80 11
                                    

Aku lega akhirnya dapat memarkir Nissan-ku dengan mulus di lapangan parkir Redville yang sudah penuh sesak keesokan paginya. Aku bangun kesiangan akibat ngobrol berjam-jam dengan Leanna tadi malam. Claire melambai padaku dan terburu-buru memasuki gedung. Baru saja aku akan mengikutinya berlari menuju lobi, seseorang menarik tasku dari belakang dan menyeretku ke arah yang berlawanan.

"Hei apa-apaan—?"

Mulutku seketika terkunci mendapati tangan besar Ethan yang ternyata menarikku. Rambut hitam ala Bettencourt itu entah mengapa semakin hari semakin acak-acakan saja. Dia mengenakan jaket kulit, kaus print hitam, jins lusuh, dan sneakers kebanggaannya. Tangan kanannya yang tidak sedang memegangi tasku menenteng ranselnya. Terlepas dari kelakuan nyebelinnya sepagi ini, dia masih kelihatan sangat—

"Salah jalan. Nggak usah ke loker. Kita sudah terlambat." katanya pendek-pendek sambil terus menggiringku seolah-olah aku akan meloncat kabur atau semacamnya jika dia melepaskan genggamannya. Wajahku memerah. Aku lupa pelajaran pertamaku hari ini adalah olahraga. Dan ini berarti aku sekelas lagi bersama si makhluk mengesalkan ini.

"Lepaskan. Aku bukan bulldog." aku menyingkirkan tangannya dari tasku dengan kasar. Aku mempercepat jalanku untuk mendahuluinya namun sia-sia karena kaki-kaki Ethan yang panjang dan langkah-langkahnya yang lebar. Dengan cepat Ethan menyusulku dan sekarang aku terpaksa berjalan beriringan dengannya.

"Bagaimana keadaannya?" Ethan tiba-tiba bertanya.

"Siapa?"

Aku perlu beberapa detik untuk memahami siapa yang Ethan maksud.

"Seth?" tanyaku takjub.

Ethan memutar bola matanya, "Siapa lagi?"

Kenyataan bahwa Ethan ternyata peduli terhadap keadaan Seth benar-benar di luar dugaan.

"Yah... dia baik-baik saja." jawabku, "Kenapa kau nggak tanya pada ayahmu saja? Dia ikut menjenguk Seth kemarin..."

"Jangan bawel." potong Ethan jengkel sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana, "Si tua itu melebih-lebihkan ceritanya untuk membuatku khawatir. Bahkan aku hampir percaya bahwa temanmu itu mengalami gegar otak."

Aku juga perlu beberapa detik untuk memahami bahwa 'temanmu' yang dimaksud Ethan adalah Seth.

"Nggak ada gegar otak. Mau ikut menjenguknya sepulang sekolah?" tanyaku setengah bercanda. Mata biru pucatnya mendelik tajam padaku.

"Buang-buang waktu." dengusnya.

Beberapa menit kemudian setelah mengganti baju di ruang loker gimnasium, Mr. Chase memberitahuku bahwa semua cewek di kelasku sudah membentuk kelompok masing-masing dengan jumlah anggota yang pas dan tak ada tempat untukku. Jadi karena keterlambatanku... tebak apa? Ya, aku dimasukkan ke dalam tim yang semua anggotanya, terkecuali aku, adalah cowok.

Ditambah, salah satu dari cowok itu benar-benar brengsek dan menjengkelkan. Kenapa pula aku harus telat bersama Ethan?!

"Halo, anggota baru." salah seorang cowok tegap berambut kecoklatan dari kelompokku menyalamiku, "Ted Kyle."

"Hati-hati Ted." Ethan muncul dari ruang ganti sambil menenteng bolanya, "Mad-Madison bisa saja entah bagaimana menggores barang-barangmu."

Ted nyengir, "Aku suka saat kau mengatainya tuli, Chloe."

"Trims, Ted. Oh, dan kau lupa menambahkan Si-Payah-Dalam-Segala-Bentuk-Olahraga di tengah namaku, Ethan. Sekalian saja kalau mau terus-terusan menghinaku." komentarku sewot. Entah bagaimana aku selalu dalam mode ekstra sinis setiap kali berhadapan dengan cowok ini sejak insiden goresan itu.

RedvilleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang