Resmi sudah kebencianku terhadap Ethan Dodson. Jika dipikir-pikir, insiden 'menggores' pintu mobilnya di hari pertamaku di Redville High bukanlah apa-apa dibandingkan apa yang diperbuatnya sekarang.
Aku menceritakan soal kelakuan Ethan di Swanton Shore pada Leanna, dan Leanna mengataiku bodoh. Memang benar. Aku tidak membantahnya. Dia menyuruhku untuk segera menelepon Seth dan menjelaskan kesalahpahaman ini. Tetapi jempolku terhenti saat hendak menekan nada panggil pada nomor kontak Seth di ponselku. Bagiku kata-kata Seth sudah cukup mewakili perasaannya.
"Terserah. Kau nggak butuh izinku."
Kata-kata itu terngiang di kepalaku dan membuatku melempar ponselku ke atas kasur dengan kesal, batal melakukan apapun yang disuruh Leanna.
"Terserah?" gerutuku seraya menatap jengkel diriku melalui cermin lemari, "Yeah. Memang siapa yang butuh izinnya?"
Keesokannya, aku nongkrong di lapangan parkir sejak pagi-pagi buta. Aku bahkan menghambur masuk ke kamar Claire dan membangunkannya dengan tak berperasaan agar kami bisa tiba lebih awal ke sekolah. Dinilai dari tampang Claire saat dia duduk di kursi penumpang di sebelahku, aku yakin dia siap mencekikku kalau saja sedang tidak terlalu mengantuk.
Aku mengetuk-ngetukkan kakiku ke aspal dengan tak sabar, berdiri bersedekap menyandar ke kap mobilku seraya memperhatikan lapangan parkir yang perlahan semakin terisi penuh—Claire sudah ngacir duluan ke dalam dengan langkah mengentak-entak jengkel—dan aku akhirnya menemukan yang kutunggu-tunggu.
Aku berjalan dengan langkah lebar-lebar menuju Ford Ranger hitam yang baru saja menyelip masuk di antara dua kendaraan tak jauh dari mobilku. Begitu melihat cowok itu dan rambut hitam gondrongnya mencuat keluar dari balik pintu, aku menumpahkan emosiku yang sudah tertahan semalaman.
"Aku nggak paham apa yang kau rencanakan sebetulnya..." desisku marah tanpa ba-bi-bu, membuat Ethan terlonjak mundur ke mobilnya kebingungan, "...tapi aku sudah lelah diseret-seret olehmu!"
"Whoa..." Ethan menatapku terpana, kedua tangannya terangkat ke atas dengan sikap menyerah. Beberapa orang yang berada di sekitar situ jadi memperhatikan kami, "...selamat pagi juga, untukmu."
Aku mengabaikan sikap sok basa-basi Ethan, "Tolong cari alat balas dendam lain."
Lalu aku berbalik, berjalan menuju gedung dengan telinga berdenging akibat emosi yang menggelegak. Aku dapat mendengar Ethan menyusulku, tetapi aku bergeming, "Balas dendam? Untuk apa aku balas dendam?"
"Oh, entahlah..." sahutku ketus, "...mungkin hanya pikiranku saja karena merasa seperti kau menggunakanku untuk memancing emosi Seth—"
Ethan akhirnya berhasil menyamakan langkah denganku. Aku berusaha menduluinya, namun tetap saja kalah dengan kaki-kakinya yang panjang.
"Memancing emosi?" ulang Ethan.
Aku meliriknya sinis, "Pada taraf ini, harusnya kau sadar aku sudah tahu masalah masa lalumu dan dramamu dengan Seth. Mungkin saja kau menyimpan dendam-dendam kesumat padanya yang—"
"Sudah jadi rahasia umum. Aku malah bakal heran jika kau belum mengetahuinya." sahut Ethan, masih merendengiku sementara kami memasuki gedung. Dia mengatakannya dengan enteng, namun aku dapat menangkap kekakuan pada nada suaranya, "Seharusnya dia yang balas dendam padaku. Aku nyaris membuatnya kehilangan kaki. Dan aku membunuh kakak perempuannya."
Jujur saja, sampai ke titik ini aku merasa perkataanku agak keterlaluan, karena jadi membuat Ethan menyinggung topik sensitif itu. Aku memperhatikan cowok itu sementara dia membuka kunci lokernya, tak yakin apakah sebaiknya aku mengutarakan hal yang sudah lama kepingin kutanyakan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redville
Teen FictionMemiliki nama yang sama dan wajah yang mirip dengan seorang cewek yang tidak dikenal? Chloe Madison mengalaminya pada kepindahannya kali ini, di Redville. Dia menemui segudang orang yang mengatakan dia mirip seseorang yang juga bernama 'Chloe', dan...