Pagi yang cerah ini, aku membuka mata dengan hati yang gembira. Membiarkan segalanya sesuai takdir sang kuasa, tanpa merasa tak diadilkan olehnya.
Ternyata bersyukur itu indah.
Aku mulai menyibak selimutku dan menuju kamar mandi. Air yang mulai mengalir membasahi tubuhku membuat pikiranku semakin tenang.
Setelah selesai semuanya, ku dengar ketukan pintu. Aku segera membukanya dan ku lihat mama sedang berdiri sembari tersenyum.
"Killa udah siap?"
Aku mengangguk. Dan kini, aku dibawa mama menuju ruang makan. Meja makan itu tidak lagi sepi. Ku lihat dari atas, papa dan Bang Candra sudah mengoleskan selai diatas roti.
"Pagi semua" sapaku kepada mereka.
"Pagi Killa."
Aku duduk dengan wajah tersipu. Aku masih ingat apa yang aku lakukan semalam. Bang Candra juga pun sama. Dia menatapku dengan senyumanny yang menyeringai, pertanda ide jahil mulai terencana dalam otaknya.
Setelah selesai sarapan. Aku segera berpamitan kepada mereka dan bergegas menuju halte.
Sesampainya disekolah, langkah ini mengantarkanku menuju kelas IPA. Ku lihat Lea sudah datang dan aku segera menemuinya.
"Lea!" Panggilku sebelum aku memasuki kelas.
Dia menoleh, dan segera menarikku. "Ayo ikut aku! Dari tadi aku udah nungguin kamu loh."
Aku mengernyit bingung, "Kemana?"
"Ikut aja!" jawabnya singkat.
"Ngapain juga, kesana?"
Aku menggeleng pelan. Menolak apa yang sedang sahabatku katakan. Lea menatapku jengah. Tanpa menjawab pertanyaanku, dia menarikku menuju Aula.
Aku hanya bisa diam. Bibirku terkatup rapat melihat seseorang disana. Berseragam abu-abu dengan sebuah buku ditangan kirinya. Senyumku mengembang, mataku memandang, tapi hati ini tak bisa riang.
Dia sedang bersama seorang gadis. Entah siapa aku juga tidak tahu. Yang membuat rasa ini semakin pecah, ketika tangan itu, tangan yang sebelumnya aku jaga dalam doa agar tak dimiliki siapa-siapa, kini menggenggam erat tangan orang lain. Apakah hati juga sudah dimiliki oleh orang lain?
"Killa, harusnya kamu gak melibatkan perasaan sejauh ini untuk dia yang tak pernah melihatmu."
Aku menarik napas dalam-dalam mencoba menenangkan jiwa yang mulai bergetar. Aku meminta Lea untuk ikut bersamaku, duduk dikursi panjang didepan Aula.
"Ayo balik ke kelas aja! Yang penting kamu sudah tahu, kalau dia itu milik orang lain."
Entah mengapa, rasa kecewa itu semakin menjalar dalam ruang labirin ini. Ini resiko yang aku dapat, ini pelajaran yang harus ku jalani dengan kuat. Seharusnya aku sadar, aku bukan siapa-siapa dan tak akan pernah jadi apa-apa, untuknya.
Air mata ini sudah membendung dan siap meluncur detik ini juga. Aku segera berlari menaiki tangga demi tangga. Namun bahu kananku tak sengaja menabrak seseorang. Aku tidak berminat untuk menoleh. Aku masih bertahan untuk menjaga air mata ini agar tidak luruh ditempat umum.
Tapi lagi-lagi aku harus terhenti, ketika tangan seseorang itu memegang bahuku. "Maaf Dek, saya gak sengaja."
Deg
Suara itu.
Perlahan netra ini menangkap sosoknya. Rasanya, jantungku melorot tiba-tiba. Setelah sekian lama aku ingin bertegur sapa, baru saat ini aku mendengar suaranya yang berlabuh untukku. Setelah sekian lama aku ingin melihat manik matanya yang melihatku dengan disengaja, baru saat ini manik mata itu menatapku.
"Kamu gak papa 'kan Dek?"
Bibir ini kelu. Deguban di dalam dada semakin meronta-ronta. Kak Aska, apa setelah ini kamu masih menjadi sebatas bayangan indah dalam mimpiku?
"Gak papa Kak." Kalimat singkat itu terlontar sebelum aku menarik diri. Aku segera berlari menuju taman belakang kelas. Kenapa setelah apa yang aku inginkan terjadi, perasaan ini semakin menyakitkan?
Aku menunduk. Meneteskan semua air mata itu tanpa harus menghentikannya. Membiarkan segala rasa mengalir terbawa olehnya.
Aku pasrah! Aku lelah! Tapi rasa ini semakin membuncah, kala aku ingin mengalah. Berhenti berharap dalam asa yang mustahil untuk tergapai.
"Ya Tuhan! Killa, dari tadi aku nyariin kamu."
Aku tersenyum melihat Lea mengatur napasnya.
"Jangan tersenyum! Aku tahu, kamu sedang terluka. Bahkan yang harusnya saat ini kamu bahagia, kamu malah merasa lebih kecewa dari sebelumnya."
"Dan kamu tahu 'kan? Apa penyebabnya?"
"Ketika harapan pertamaku tercapai, dia sedang bersama oranglain. Bodoh, jika aku tidak tahu jawaban konyol itu." Aku tersenyum masam, setelah melontarkan kalimat yang merendahkan diriku sendiri.
________________________
Bukan Rasa bukan Asa
Yang namanya suka akan selalu berkuasaDiri ini memang tak pantas
Tapi rasa itu kian melintasMemberi angan menjadikan harapan
Yang pada akhirnya akan sesuai garis Tuhan
Aku berbisik ditengah malamDitemani sepi dan perasaan mendalam
Jika pada akhirnya kita tak akan bisa bersatuPantaskan hati ini meronta untuk memintamu menjadi milikku
Bahkan hingga detik ini aku masih tak percaya
Bahwa pertemuan tidak disengaja diantara kita itu, adaKamu yang akhirnya bersuara untukku
Masih bisa ku nikmati dalam rekaman indra pendengarankuAku menatap asap kelabu di naungan sinar bulan
Aku tersenyum menatap awan
Kamu membuatku tersenyum sekaligus tersakiti
Dan hadirmu
Memberiku sejuta naluri dalam hati
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSPECT HEART (End)
Teen FictionHanya untaian kalimat untuk rasa yang tak sampai, untuk harap yang tak terungkap, dan kisah yang tak pernah singgah. Cerita ini ditulis, untuk kamu yang sangat jauh dariku. Berharap mampu menyampaikan perasaan yang pernah ada untukmu. Rasakan dan r...