ll Pilihan kedua

67 24 3
                                    

Mulai hari ini, acara purnawiyata akan dipersiapkan. Semua panitia yang bertugas sudah mulai melakukan pekerjaannya. Lea, sebagai anggota osis, mendekorasi Aula agar nampak indah. Sedangkan aku, hanya duduk di taman seperti biasa. Memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Jika memang akhir dari kisahku adalah tidak dengan bersatu, setidaknya akan ada satu hal indah lagi sebagai kenanganku. Menyukai selama satu tahun, sendiri, dan sembunyi. Tidak mudah untuk mempertahankan perasaan seperti ini, ketika seseorang tidak pernah merasa kehilangan sebelumnya.

Aku membuka demi lembar buku bersampul biru di pangkuanku. Tersenyum sendu, mungkin adalah hal pertama yang bisa aku lakukan. Menatap nanar setiap coretan yang penuh harapan ini, dengan penuh ketegaran. Mencoba menerima sebuah kenyataan, bahwa dua hari lagi, dia benar-benar pergi dari sini.

Aku melepas kaitan gelang dengan bandul setengah bentuk hati di tangan kiriku. Aku menaruhnya diatas kertas putih yang belum tercoret apa-apa. Aku mulai membuka tutup bolpoin yang sebelumnya memang ada di saku seragamku. Aku membuat garis dengan pola mengikuti gelang yang ada disana. Setelah selesai, aku menggambar pola setengah bentuk hati untuk memenuhi milikku dengan warna yang berbeda. Kalian pasti tahu sendiri itu apa.

Kini, bandul setengah hati milikku sudah menemui pasangannya meskipun masih dengan warna yang berbeda.

Derap langkah kaki dari arah berlawanan, semakin terdengar. Aku memilih mengabaikan. Tapi perasaan, terlalu semangat untuk ingin tahu. Aku memutuskan untuk menoleh, dan melihatnya melangkah gontai mendekatiku.

"Sudah saya tebak, kamu pasti disini," ujar Kak Aska dengan senyuman khasnya.

"Kak Aska ngapain kesini?" Aku enggan menanggapinya. Bagaimanapun juga, tidak pernah ada kejelasan dari semua ini. Tidak ada kejelasan seperti apa yang aku harapkan. Semuanya terjadi begitu biasa. Dari awal cerita sampai saat ini, tidak ada sebuah kisah indah diantara kita. Hanya perasaanku yang kadang pasang surut untuk merasa bahagia.

Kak Aska berhasil membuatku melayang dan terhempas dalam waktu bersamaan. Berharap dan berhenti dalam setiap keadaan. Namun, satu hal yang tak pernah berubah, aku tetap saja memiliki perasaan seperti di awal cerita. Begitu menyukainya.

"Dua hari lagi saya udah wisuda, loh! Kamu gak pengen gitu ikut jalan-jalan ngerayain kelulusan?" katanya membuat dadaku bergemuruh.

Perlahan aku mengangkat kepalaku. Menyiapkan mental untuk menatap mata indahnya, yang mungkin minggu depan sudah tidak aku lihat disetiap harinya. Dia masih sama, mata lentik dan meneduhkan itu mampu membuatku bungkam di segala keadaan. Aku menggigit bibir dalamku agar berhenti gemetar. Mataku masih terus memandanginya. Mungkin, dia sedang bertanya-tanya dalam diamnya. Mungkin, dia sedang berpikir ada apa denganku. Tapi, apa sama sekali dia tidak peka dengan tatapan penuh harap ini.

"Kenapa aku harus ikut, Kak? Aku belum lulus juga." jawabku lirih.

Dia menghela napas berat. Mengulurkan tangan kanannya sepanjang bangku taman, yang kami duduki. Aku merasa canggung dengan posisi seperti ini. Aku sedikit melirik jari-jari panjang yang berada didekat pundakku. Aku tidak tahu, bagaimana jadinya kalau tangan itu merengkuh pundakku yang sudah terasa berat ini.

"Ya gak papa. Ntar ikut aja! Nanti konvoi bareng sama temen satu ekstra juga."

Aku menutup mataku sejenak. Memikirkan, bagaimana jika nanti aku malah menangis. Merasa di ombang-ambing oleh perasaan tanpa kejelasan ini. Kadang, aku sering merasakan kejanggalan dengan perlakuan Kak Aska kepadaku. Tapi, yang ada hanyalah sebagai kawan satu ekstra, tak pernah lebih. Mungkin, memang sikap dia seperti ini. Menyayangi semua orang, hingga orang lain tersebut bisa jadi salah memaknai.

PROSPECT HEART (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang