"Killa,"
Suara selembut kapas itu terdengar di telingaku. Ditemani angin yang berhembus, dan langit yang berwarna jingga, aku berharap semua ini bukan lagi semata khayalanku.
Kak Aska yang masih berjalan beriringan denganku, tengah menatapku. Bibirnya yang tipis itu tersenyum penuh ketulusan dan aku tidak tahu apa maksudnya.
"Hm?" Aku menatapnya penuh tanya. Aku yang tengah memandangnya kini ikut tersenyum.
Kami masih melanjutkan langkah, menuju tengah lapangan berumput hijau itu. Disaat aku dan Kak Aska saling memandang, tak sengaja kakiku tersandung batu kecil. Dengan keseimbangan minimal, aku pun terhuyung. Aku menabrak badan Kak Aska yang dengan sigap, ternyata dia menangkap tubuhku.
Aku bisa mengendus aroma mint pada jersey yang Kak Aska pakai. Pipiku rasanya kian memanas. Aku malu sekaligus senang.
"Kamu gak papa 'kan?" Tanyanya padaku.
Aku hanya menggeleng sambil menahan senyum malu-malu. Kak Aska! kau membuatku semakin menjadi kupu-kupu.
Saat ini, kami sudah sampai ditengah lapangan. Seperti yang Kak Aska minta, aku akan menemaninya sampai menunggu adzan maghrib berakhir dan aku akan pulang.
Aku melihatnya yang langsung berbaring diatas rumput lapangan. Peluhnya masih sedikit tersisa. Wajar saja, dia habis tanding sepak bola yang mengeluarkan banyak tenaga.
"Killa, Sini!"
Mendengar perintah itu, aku berlari kecil dan duduk disamping Kak Aska. "Ada apa, Kak?"
"Saya 'kan minta kamu buat nemenin. Kok malah berdiri terus," ujar Kak Aska sembari menepuk tempat kosong disampingnya. "Duduk sini!"
Aku tersenyum canggung sembari duduk disamping Kak Aska. Satu hal lagi, jika ini mimpi tolong jangan bangunkan aku. Dan jika aku bisa, hentikan waktu ini sekarang juga.
"Hm, gak papa 'kan, Kamu nemenin saya sebentar?"
Aku mengangguk. Dan kali ini aku tidak bisa menatap mata indah itu. Tatapannya sungguh berbeda dari biasanya, hingga membuatku tak kuat melihatnya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Kak Aska? Rasanya aneh sekali.
Dimulai dari pertemuan pertama kami, yang seakan-akan hanya sebatas mimpi. Kemudian, kedekatan kami sebagai rekan ekstra. Lalu, seminggu dia yang tak terlihat mata. Dan saat ini, dia kembali. Membawa sejuta kenyataan yang dulu hanya bisa ku angan-angan.
"Killa, gak mau ngerasain tidur diatas rumput?" Kak Aska menawarkanku untuk ikut berbaring. Lantas aku merasa kaku, bagaimana mungkin aku berbaring disamping Kak Aska. Demi kesejahteraan organ dalamku, aku menolak halus meskipun hatiku sudah lama mengharapkan hal ini.
"Hehe, aku duduk aja Kak. Gapapa,"
Kak Aska masih dalam posisi yang sama. Terlentang dan menatap langit yang berwarna kemerahan. Aku ingin sekali bertanya, ada apa sebenarnya? Tapi niatku ku simpan kembali. Aku tidak ingin momen ini akan berhenti, dengan pertanyaan bodohku nanti.
"Sebenarnya, saya ngajak kamu kesini bukan cuma buat nemenin saya. Tapi ada hal lain yang perlu saya bicarakan sama kamu."
Aku meneguk ludah. Baru saja aku mengurungkan niatku untuk bertanya. Kini malah Kak Aska menjelaskan semuanya tanpa diminta.
"Emangnya ada apa Kak?" Tanyaku hati-hati.
Kak Aska menoleh dan menatapku dalam-dalam. "Sebenarnya saya.."
Kenapa suara Kak Aska seperti orang yang sedang gugup?
"Ehm." Kini Kak Aska berdehem sambil melihat ke arah lain.
3 detik
6 detik
"Hm, sebenarnya cuma mau bilang, saya tahu, kemampuan kamu saat main bulu tangkis itu bukan cuma sekedar hobi. Tapi kamu mempunyai bakat besar yang bisa menjadikanmu sebagai atlet nantinya. Makanya, saya mau kamu terus rajin dalam berlatih. Jangan sampai ada niatan buat keluar ekstra atau--"
Aku mengerutkan kening. Bingung dengan semua ucapan Kak Aska. "Atau apa Kak?"
"Hm enggak bukan itu. Maksud saya, saya mau jadikan kamu sebagai ketua ekstra setelah masa jabatan saya berakhir."
Aku melihat gerak-gerik aneh dalam diri Kak Aska. Ada apa sebenarnya? Sudah berapa kali aku bertanya seperti itu. Dan beberapa kali juga aku mengakui ada yang aneh dengan diri Kak Aska.
"Oh gitu. Tapi Killa takut gak bisa megang kepercayaan Kakak. Jadi ketua 'kan tanggung jawabnya besar," ujarku yang membuat Kak Aska menatapku lagi.
"Hei! Apa yang kamu katakan Killa. Bahkan semua orang yang terlahir didunia ini sudah mempunyai tanggung jawab yang besar. Jangan ragu buat jadi ketua. Nanti 'kan saya juga yang akan mengajari kamu. Saya meyakinkan ini semua pada kamu, hanya karena kamu yang bisa saya andalkan. Mulai dari cara main, kamu patut dijadikan sebagai pelatih yang lain. Kemudian, saya bisa lihat kamu orangnya disiplin. Jadi saya tidak asal pilih ketua."
"Iya Kak iya," ucapku pasrah.
Kak Aska tersenyum. Manis sekali. Tangannya terangkat dan mengacak pelan rambutku. Rasanya aku sudah melambung ke planet lain. "Gak usah cemberut gitu dong. Calon ketua kok ngambekan, HA-HA-HA"
Aku menggigit bibir bawahku. Aku tak kuat menahan untuk tidak ikut tertawa. Akhirnya aku ikut tertawa lepas. Langit yang menghitam, serta bintang yang bertaburan menjadi saksi. Bahwa saat ini aku sedang bahagia bersama orang yang sudah lama hanya sekedar angan.
"Kak, aku pulang dulu ya,"
Mendengar ucapanku, Kak Aska mengubah posisinya menjadi duduk. Dengan kaki yang ditekut didepan dada, dan tangan menyilang diatas lutut, Kak Aska memandangku dengan senyum itu.
"Saya keasyikan ngobrol sama kamu. Sampai gak tau udah setengah tujuh malam." Kak Aska melirik gelang jam yang bertengger manis ditangan kirinya. "Hm, tapi saya masih mau kumpul sama temen-temen. Jadi kamu pulang duluan aja ya? Hati-hati."
Sejenak, aku melirik gelang dengan hiasan setengah gambar hati itu. Lalu, aku melirik gelang yang sama di tangan kananku. Jantungku berdegub kencang, ketika gambar pada gelangku bagian kanan, dan punya Kak Aska sebelah kiri. Itu artinya,
Ah gak mungkin! Gelang seperti ini 'kan tidak hanya ada sepasang."Yaudah Kak, aku pulang dulu." Aku melambaikan tanganku dan tersenyum membalas senyuman Kak Aska.
Aku melangkah pelan meninggalkan lapangan itu. Memeluk sebuah buku berwarna biru dan senyuman yang masih terhias dibibirku.
Tuhan..
Terima kasih. Dengan segenap kesabaranku. Kau jadikan ilusi ku menjadi nyata. Tidak ada lagi kata asing diantara aku dan Kak Aska. Dan aku berharap kau menyatukan kami dimasa depan nanti.-----------------------¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤------------------------
Sudah berkali-kali aku jatuh dalam kubangan luka.
Sudah berkali-kali aku ingin berhenti pada harapan yang sama.
Tapi mengapa, seakan semesta memberi izin untukku bersamanya.Ingin aku berhenti untuk berharap memiliki
Tapi kini dia telah hadir dalam bentuk selain ilusi
Aku bersyukur pada kuasanya
Tuhan melihat segala kesabaranku dalam melangkah mengejarnyaHingga kini, tidak ada lagi kata asing diantara aku dan dia.
Dan berharap bisa bersama sampai dipenghujung usia
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSPECT HEART (End)
Teen FictionHanya untaian kalimat untuk rasa yang tak sampai, untuk harap yang tak terungkap, dan kisah yang tak pernah singgah. Cerita ini ditulis, untuk kamu yang sangat jauh dariku. Berharap mampu menyampaikan perasaan yang pernah ada untukmu. Rasakan dan r...