Hari itu, 2 Februari 2020, aku berjalan menaiki tangga rooftop dengan segenap perasaan pilu. Setelah pertemuan menyakitkan itu, aku selalu berusaha melupa. Melawan segala rasa, yang mungkin sangat sulit untukku melakukannya.
Enam hari berlalu begitu cepat. Sempat bertemu kedua kalinya, namun semua sudah berbeda. Tak ada lagi sapaan diantara aku dan dia. Saling diam dan hanya bertatapan mata hampa. Dia tidak tahu, betapa aku sangat mengaguminya. Diam-diam menyimpan rasa, dan selalu berharap untuk bisa bersama.
Namun, sekarang, apa yang terjadi? Setelah setengah cerita indah kami lalui, dia memilih seperti tak pernah mengenali. Mencoba mengasingkan diri, dan tak menganggap semua pernah terjadi.
Sekarang, tepat dua hari setelah tryout kelas 12 dilaksanakan. Aku masih menerka-nerka, haruskah dia seperti ini padaku? Ataukah dia begitu menyayangi perempuan itu, sehingga membentangkan jarak tak kasat mata denganku. Tapi, mengapa? Bukankah aku hanya sebatas adik kelas. Sebenarnya, itupun wajar. Tapi, kejanggalan yang selama ini aku rasa, belum aku ketahui kenyataannya.
Pertemuan kedua setelah yang menyakitkan itu, aku menatap lama wajah dengan bentuk pahatan indah yang selalu aku rindukan setiap saat. Walaupun, kami sama-sama diam tak mengucap kata, aku yakin ada sesuatu didalam sana yang ingin berkata.
Aku memilih diam dan melanjutkan hari-hariku tanpa bayangan dirinya. Begitu sesak, tapi aku bisa apa?
"Killa! Nanti kamu nonton kan?" tanya Lea yang masih berdiam diri disampingku.
Aku menoleh sesaat. Apa aku akan mendatangi pertandingan kali ini? Hatiku seakan ragu, takut kalau hal yang menyesakkan itu kembali aku lihat. Tapi, pertandingan kali ini mungkin akan menjadi yang terakhir untuknya.
"Nonton aja ya?! Please! Aku yakin kok, bakal baik-baik aja." Lea berusaha meyakinkanku. Seakan dia tahu, apa yang sedang aku pikirkan.
Aku masih diam. Enggan untuk mengiyakan. "Aku gak tahu." ujarku setelahnya.
Lea menghela napas. Mungkin, dia juga tak ingin memaksaku. Dia sudah tahu semua yang telah terjadi. Bang Candra sebenarnya juga sudah meyakinkanku untuk melupakan dia, dan tidak ada lagi harapan besar nantinya. Tapi hati dan logikaku berbanding terbalik. Hati seakan tahu, naluri ini masih ingin bersamanya. Namun, logika selalu menyadarkanku bahwa tak selamanya aku harus menunggu harapan semu.
"Aku gak maksa. Tapi, kalau kamu mau nonton, aku beri tahu sekarang ya, kalo aku mau nonton sama Kak Candra. Jadi, nanti kamu bisa naik taksi tau go-jek oke?!"
Aku membulatkan mata mendengar kalimat yang terlontar dari Lea. Sudah selengket inikah mereka? Bahkan, Bang Candra memilih menemani Lea. Sedangkan denganku, Bang Candra menyuruh untuk berdiam diri dirumah.
"Oh, jadi sekarang udah makin nempel ceritanya?" Dengan senyum jahilku, Lea mencubit lenganku yang membuatku semakin gencar menggodanya.
"Iya dong, aku kan berharapnya sama yang pasti. Peka pula. Jadi, ya nikmat sekalee prosesnya. Eh tapi, kamu jangan sedih terus begini dong. Biar semangat terus, aku kasih wejangan nih." ujar Lea membuatku penasaran.
"Apa?"
Lea tersenyum, "Katanya, kalo mengaguminya diam-diam nanti bakal disatukan. Terus, kalo berharapnya sembunyi-sembunyi, Tuhan bakal takdirin tuh sama doi."
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSPECT HEART (End)
أدب المراهقينHanya untaian kalimat untuk rasa yang tak sampai, untuk harap yang tak terungkap, dan kisah yang tak pernah singgah. Cerita ini ditulis, untuk kamu yang sangat jauh dariku. Berharap mampu menyampaikan perasaan yang pernah ada untukmu. Rasakan dan r...