ll pagi dan senja

42 13 0
                                    

Aku menyusuri jalanan sore hari dengan seragam abu-abu yang masih melekat ditubuhku. Awalnya aku ingin menunggunya sampai datang saja. Tapi terlalu bosan duduk, aku pun mulai melangkahkan kaki menjauh dari gerbang sekolahan.

Sekitar 100 meter dari sekolahanku, deru suara motor itu semakin terdengar. Aku melirik ke samping dan melihat wajahnya sedang tersenyum lebar.

"Napa, senyum-senyum?" tanyaku pada Bagas yang tengah membuka helmnya.

Dia melirik kearahku dengan ekspresi smirknya. "Sadis amat, Neng. Ikut Abang aja kuy!"

Merasa sedikit jengah, aku melanjutkan langkah kaki, sesekali dengan menghentakkan-nya. "Main Abang-abang segala! Abangku cuma Bang Candra ya." ucapku sedikit berteriak.

Dia mengikutiku dari belakang dengan motornya yang berderu pelan. Aku masih bisa mendengar tawa gelinya.

"Udah. Naik kuy! Kita sekarang mau ke suatu tempat."

Aku menoleh dengan tatapan menyipit. Sejenak, aku tersenyum. "Oh iya.." Aku menyengir menyadari dengan keteledoranku.

Hari ini, sesuai jadwal, aku akan keluar dengan Bagas. Bukan kencan. Hanya sekedar mencari hiburan dan bahan tulisan. Kalian tahu sendiri, dia masih tetap ada dihati.

Pelan-pelan, aku beranjak ke motornya yang tinggi. Mirip dengan motor Kak Aska. Bedanya hanya ada sedikit modifikasi.

Aku menikmati jalanan sore yang ditemani sorotan hangat sinar matahari. Sesekali aku tertawa, dengan candaan ringan yang terlontar dari mulut Bagas.

"Killa, coba deh rentangin tangan lo! Terus hadap keatas." teriak Bagas dibalik helm fullface nya.

"Buat apa?"

"Ck, banyak tanya lo. Coba dulu deh!" Dia berdecak, membuatku semakin penasaran.

Perlahan, aku rentangkan tanganku. Wajahku sedikit menengadah.  Aku bisa merasakan hembusan angin menerpa lembut dan menenangkan. Motor yang Bagas kendarai pun berjalan pelan. Aku menarik napasku dalam-dalam. Lalu ku keluarkan perlahan. Rasanya amat menyenangkan.

"Heh! Malah merem terus lo. Nanti kali jatuh siapa yang mau tanggung jawab?"

"Kamu." jawabku enteng.

Dia menggelengkan kepala. "Enak aja. Lo siapa gue? Main tanggung jawab aja."

Aku tersenyum, "Kamu kan sahabat aku." cicitku pelan.

Aku bisa melihat senyumnya yang mengembang dibalik kaca spion. Entah kenapa kehangatan bersama seorang sahabat sejati, bisa ku rasakan kembali saat ini. Bukan hanya bersama Lea. Kadang aku merindukan sosok Elang yang juga pernah menjadi sahabatku bahkan sempat memasuki ruang hatiku.

Tapi, bedanya sekarang aku jauh lebih menikmati arti sebuah persahabatan dengan laki-laki. Aku akan menjaga persahabatanku dengan Bagas layaknya persahabatanku dengan Lea. Aku tak akan membiarkan perasaan yang sama seperti dulu itu datang kembali. Aku akan berusaha menciptakan arti persahabatan murni. 

Berbicara soal sahabat, padahal baru beberapa minggu aku kenal Bagas. Tapi dia berhasil membuatku nyaman sekaligus aman. Aku pikir, dia berbeda. Dia menjadikanku sahabat bukan karena hubungan pekerjaan. Diluar hal itu pun, dia mau menemaniku dan menjadi tempatku berkeluh kesah tentang hari yang telah dilewati.

PROSPECT HEART (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang