Sesuai jadwalku, weekend hari ini, aku harus mendatangi sebuah talk show mengenai cerita yang aku buat. Para panitia turut tersenyum ke arahku, mereka mengantarkanku ke meja khusus tamu undangan. Riuh peserta di ballroom membuat aku tersadar bahwa memang ini nyata.
Semalam, aku tidak bisa tidur. Pesan lewat via e-mail itu membuat aku tak habis pikir, mengenai terkenalnya ceritaku yang masih setengah aku publish.
Pertanyaan demi pertanyaan telah aku jawab dengan tenang dan tentunya membuat para peserta memandangku takjub. Mulai dari pertanyaan kapan pertama kali aku menuliskan karya itu, dan masih banyak pertanyaan lainnya. Satu pertanyaan yang membuatku sedikit canggung untuk menjawab, adalah ketika mereka bertanya 'apa ceritaku terinspirasi dari kisah nyata?'
Ketika pertanyaan yang paling membuatku gugup itu terlontar, dengan penuh usaha berpikir keras aku menjawab,
"Tentu saja semua cerita itu tidak benar-benar seratus persen halusinasi. Saya sendiri terinspirasi membuat karya pertama saya karena ada sebuah peristiwa yang tentunya bisa saja saya modifikasi menjadi sebuah karya untuk memotivasi."
"Lalu berawal dari kejadian apa cerita ini, Kak?" Tanya seorang peserta acara.
Aku tersenyum sesaat. Memperhatikan wajah mereka yang penuh rasa penasaran. Sejenak, aku teringat sosok pemuda yang selama ini aku kagumi dalam sunyi.
"Kalian mau jawaban jujur apa enggak?" tanyaku sambil terkekeh geli.
Mereka ikut tertawa, "Ya yang jujur dong, Kak!"
Aku mengangguk dan mulai merancang kata-kata. "Jadi, cerita saya ini pertama kali saya tulis ketika saya bertemu dengan seseorang. Dan pasti kalian tahu sendiri 'kan awal dari sebuah pertemuan akan berlanjut dengan apa?!"
Mereka tersenyum. Seolah paham dengan pimikiran remaja. "Iya Kak. Awal dari sebuah pertemuan akan berlanjut. Entah itu akan dilanjutkan oleh rasa benci ataupun suka."
Mereka yang menontonku bersorak riuh. Aku sendiri juga tidak mempercayai bisa menjawab pertanyaan itu dengan kata-kata seperti ini. Aku tersenyum bangga pada diriku sendiri. Dua bakat yang aku sukai, kini sudah aku kembangkan dengan baik. Semoga saja dimasa depan, dua perihal ini bisa membuat hidupku menjadi lebih sukses.
Kurang lebih satu jam, acara ini diakhiri. Aku menjabat tangan panitia dan pengisi acara. Mereka seolah-olah memberiku harapan agar kedepannya karyaku bisa berkembang lebih pesat lagi.
"Semangat ya Killa! Kamu hebat sekali. Di usia kamu yang masih menginjak remaja, kamu sudah bisa menciptakan sebuah karya. Setelah ceritamu selesai nanti, team penerbitan kami akan segera menerbitkan karyamu," ujar seorang manager penerbitan terkenal di kota ini.
Aku mengangguk lalu tersenyum ke mereka. "Terima kasih atas sanjungannya. Semoga karya saya tidak mengecewakan para pembaca. Saya pamit dulu," ucapku sembari menjabat tangan mereka dan keluar dari gedung.
Kini, aku sudah berada didepan gedung. Menunggu taksi yang aku pesan beberapa menit yang lalu. Biasanya, Bang Candra selalu menemaniku. Karena hari ini, dia sedang menemui dosennya, terpaksa aku mendatangi acara besar ini sendirian. Dan Lea? Jangan tanyakan sahabatku itu kemana. Dia akan mengabiskan waktunya untuk tidur ketika akhir pekan seperti ini.
Aku menoleh, ketika seseorang menepuk pundakku. Aku menatapnya dengan pandangan tanya. Dia belum membuka suara. Lantas aku yang lebih dulu bertanya.
"Kamu siapa?"
Dia mengulurkan tangannya. "Aku Bagas. Lo, anak SMA Garuda kan?"
Dengan ragu-ragu, aku membalas jabatan tangannya. "Iya. Kok kamu tahu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSPECT HEART (End)
Ficção AdolescenteHanya untaian kalimat untuk rasa yang tak sampai, untuk harap yang tak terungkap, dan kisah yang tak pernah singgah. Cerita ini ditulis, untuk kamu yang sangat jauh dariku. Berharap mampu menyampaikan perasaan yang pernah ada untukmu. Rasakan dan r...