Mataku membelalak sempurna melihatnya. Kenapa harus saat seperti ini?
Aku mulai membalikkan badan dan kini bisa ku lihat secara nyata, kalau Kak Aska sedang berdiri tak jauh dari tempatku. Bersandar didinding dengan tangan kanan masuk kedalam saku."Kak Aska?"
Dia tersenyum tipis menanggapi. "Kalau mau galau jangan ditempat kaya' gini!.
Aku mengerutkan kening, tak mengerti dengan maksud perkataan Kak Aska.
"Memangnya kenapa Kak?" Tanyaku sembari melangkahkan kaki menuju tempatnya.
"Bahaya kalau sampai kerasukan jin," jawabnya yang diakhiri dengan ledakan tawa.
Aku mendengus sebal. Tapi setelahnya aku tersadar kalau Kak Aska masih tertawa keras. Aku menyukai tawa itu.
"Memangnya kamu beneran galau, Dek?
Aku terdiam. Kenapa disetiap perkataan Kak Aska membuat harapan ini semakin meronta-ronta? Apa pada akhirnya Kak Askalah yang mampu membangunkannya.
"Enggak Kak. Ya sudah aku mau ke kelas dulu."
Setelah itu aku langsung meninggalkan Kak Aska tanpa menoleh kearahnya lagi. Aku takut, jika rasa itu akan kembali menyesakkan. Aku sudah terlalu senang dengan kesempatan dia mengenalku. Tapi aku tidak ingin memperlibatkan rasa yang terlalu dalam hingga pada akhirnya, luka itu membunuhku.
"Dek, galau gak baik buat kesehatan. Jangan galau-galau lagi ya!" Suaranya dari kejauhan masih tertangkap pada telingaku.
Aku tersenyum mendengar itu. Aku masih tidak menyangka bahwa aku dan Kak Aska ada dijalan cerita seperti ini.
Bagaimana aku tidak menyukaimu, Aska? Kamu aneh dan berbeda.
Aku kembali ke dalam kelas dengan wajah cerah. Setelah mimpi yang membuatku terpuruk tadi, kini semuanya sudah berubah. Dan itu berkat aku bertemu dengannya.
"Hei! Killa. Kamu kenapa sih? Main pergi aja," gerutu Lea yang masih menekukkan wajahnya.
Jari lentikku mengangkat dagu Lea. "Aku gak papa Lea yang cantik dan manis," kataku berusaha menggodanya
"Tunggu tunggu! Terus sekarang kok kamu ceria banget. Padahal tadinya murung."
Lea mengetuk-ngetukkan jarinya didagu. Dan aku hanya tersenyum tipis. Kuakui sekarang aku jauh lebih senang. Aku berpikir, apa yang Kak Aska katakan tadi adalah sebuah bentuk perhatian. Ah! Mengingatnya membuat pipiku memanas sendiri.
"Udah ah. Lupain!"
***
"Bang!"
"Banggg!"
1 detik
10 detik
Masih tidak ada jawaban. Mungkinkah Bang Candra sedang melamun? Aku mendekati Bang Candra yang rebahan didepan TV. Diam-diam aku duduk dan melihat layar ponsel kakakku. Aku tersenyum geli. Ternyata Bang Candra sedang menatap foto Lea yang terlihat seperti tersenyum padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSPECT HEART (End)
Teen FictionHanya untaian kalimat untuk rasa yang tak sampai, untuk harap yang tak terungkap, dan kisah yang tak pernah singgah. Cerita ini ditulis, untuk kamu yang sangat jauh dariku. Berharap mampu menyampaikan perasaan yang pernah ada untukmu. Rasakan dan r...