ll lama tak melihatnya

66 20 0
                                    

Sejak pertemuan itu, sekarang aku jarang melihatnya. Entahlah dia kemana. Yang jelas akhir-akhir ini aku tak melihat sekelebat dirinya. Aku berpikir mungkin dia sedang sibuk mengerjakan tugas.

Seminggu telah berlalu. Dan saat ini aku sangat merindu. Biasanya, setiap aku masuk ekstra dia akan menemuiku. Mempertanyakan seberapa tingkat kemampuanku saat berlatih. Tapi kini, suaranya pun tidak aku dengar.

Aska, sesibuk itukah dirimu?

Langkahku membawa keluar kamar. Dan sekarang aku sedang berada dibalkon. Menatap langit malam yang penuh kesunyian. Semenyiksa inikah rasaku untukmu.

Jemariku terangkat diudara, menghitung bintang paling terang yang ada. Apakah kamu sekarang juga sedang memikirkan hal yang sama?

Terasa konyol ketika aku memikirkanmu sedang merasakan hal yang sama. Bahkan saat kita sudah saling mengenalpun, belum tentu rasa kita akan sama. Saling suka.

Semilir angin yang menerpa wajahku, membuatku bergelayut manja dengan setiap detik yang aku lalui ketika bersamamu. Mataku mulai sayu, rasa kantuk yang sempat aku tahan kini tak lagi menguatkan jiwa yang masih ingin mengingat kenangan.

Aku menutup jendela kamar, dan merebahkan badan dikasur. Mataku mulai terpejam. Sebelum jiwa benar-benar tuhan pegang, aku mengatakan dalam hati setitik harapan. Semoga, esok aku bisa melihatnya dan mengobati rindu yang masih menyiksa.

***

"Kebiasaan bangun siang!"

Aku tersentak mendengar suara itu bersamaan dengan seseorang yang menarik selimut tebalku. Sedikit merasa pusing, aku mencoba membuka mata.

"Bangg!" Aku mengeluh karena kantukku belum mereda.

"Udah siang Killa. Kamu gak sekolah?"

Tak seperti biasanya. Aku sedikit malas masuk sekolah hari ini. Aku begitu lelah, lelah dengan banyaknya kegiatanku beserta memikirkanmu.

Awalnya, aku masih enggan beranjak dari tempat tidur. Tapi apakah aku akan terus seperti ini, hanya karena dia? Tentu saja tidak bisa. Apapun yang terjadi rasa itu tidak boleh menghentikan segala asa.

Lima belas menit yang berlalu sudah merubahku menjadi seorang gadis SMA yang lengkap dengan seragam almamater. Rambut sebahuku, sengaja aku biarkan tergerai. Setidaknya, penampilanku hari ini ada yang sedikit berubah.

Aku melangkahkan kaki menuju gerbang rumah. Bang Candra sudah siap dengan motor besarnya.

"Dek, jangan lupa helm nya dipakai!"

Mendengar perintah itu, aku segera memakai helm dan tidak lupa mengunci. Aku segera naik ke jok belakang. Sepertinya Bang Candra mengambil jam kuliah pagi. Dan aku tidak ingin terlambat.

Sesampainya disekolah, aku disambut Lea yang mungkin sudah datang dari pagi. Aku menatap tempat yang Lea duduki. Sejenak, aku ingat bagaimana setiap hari ini aku akan melihatnya ketika aku duduk disitu. Tapi, tujuh hari ini bahkan suaranya tak terdengar olehku.

"Killa! Sini." Teriak Lea dari kejauhan.

Aku hanya tersenyum kemudian melanjutkan langkah kakiku kesana.

"Ciee yang kangen," celetuk Lea membuat pipiku merona. Apalagi dia tidak sendiri, melainkan ada beberapa temanku yang duduk disampingnya. Untungnya mereka tidak seingin tahu tentang apa yang terjadi denganku.

"Diam gak?" Sahutku sebelum Lea menyebut nama itu.

Lea mengamatiku. Mungkin, ada yang berbeda dari auraku. Jelas saja, akhir-akhir ini aku tampak lesu karena disiksa oleh rasa rindu.

Aku duduk disamping Lea yang masih fokus dengan ceritanya. Ku lihat jarinya tak berhenti mengetik dilaptop. Dari pada aku harus diam, aku pun mulai membuka laptopku dan mengetik sebuah kalimat disana.

___________________________________________
7/12/19

Apa takkan ada lagi aku yang menunggu?
Apa takkan ada lagi aku yang memandangmu?

Bisakah kau sudahi semua ini, agar aku bisa menikmati wajah yang tidak aku temui

Bisakah kau memperlihatkan batang hidungmu, hingga aku tak lagi merasakan pedihnya rindu

Semenyiksakah rasa ini olehmu
Sungguh aku ingin berhenti agar langkahku tak seberat ini

Namun ego terlalu bersemangat, hati terlalu kuat, untuk mendambamu yang jelas-jelas tidak bisa aku lihat setiap saat
________________________________________

Aku menatap tulisan italic yang terangkai indah dilayar itu. Mataku terpejam, biar aku rasakan rindu yang semakin menghujam. Lantas aku tidak tahu, bagaimana aku harus mengobati?

Aku tersentak ketika Lea menepuk pahaku. Lea memberikan isyarat lewat pandangan matanya. Aku yang tersadar dari itu, langsung mengikuti arah tatapan mata Lea.

Pemuda itu?

Jantungku seakan berhenti. Napasku tercekat. Tanganku bergetar hebat. Ingin aku menyapa, tapi bibir tak bisa berkata apa-apa.

Seperti biasa, aku melihatnya berjalan santai sesekali tertawa dengan temannya yang tidak aku ketahui tentang apa. Aku ingin, bibir manisnya itu berkata menyapaku seperti biasa. Tapi saat ini, bahkan aku hanya bisa menatap punggungnya yang kian menghilang.

Aku menunduk lesu, karena keasingan ini terjadi lagi diantara kami. Tapi apa masalahnya? Sungguh aku merasa menjadi manusia yang dilingkupi harapan terlalu besar. Aku takut, jika suatu saat aku tidak sanggup lagi memikulnya.

"Oh jadi dia, kakak kelas yang kamu sukai?" Seorang temanku menepuk bahu yang seketika menyadarkan lamunanku.

Aku menoleh dan mendapati dia sedang senyum-senyum sendiri. "Bukan kok, kami hanya satu ekstra saja."

"Udahlah, kalau suka cepet bilang. Nanti keburu dia lulus, loh."

Mataku memejam, mendengar kata lulus yang terucap. Kini dia sudah jarang aku temui, dan sebentar lagi aku tidak akan pernah melihatnya setiap hari. Menyukaimu seperti ini memang menyenangkan, tapi aku sendiri yang menanggung semua sayatan.

"Udah deh, gak usah bahas dia lagi. Gak mungkin juga, aku bisa sama dia." Ujarku.

"Heh, kumat lagi ambyarnya?" Celetuk Lea membuat aktivitasku terhenti.

Aku menggeleng lesu. Sebenarnya setiap ada kata suka, pasti akan ada luka. Tapi aku tetap mencintainya. "Enggak kok, tenang. Kan Killa strong girl." Ucapku dengan susulan tawa.

"Strong girl? Apaan? Orang cengengnya aja naudzubillah."  Cibir Lea.

Aku memilih tak menanggapi. Aku menerima semua itu. Seperkian detik, aku melirik gelang setengah hati yang bertengger manis ditangan kiriku. Aku tersenyum, mengapa benda itu membuatku tenang.

Aku masih teringat bagaimana Kak Aska yang juga memakai gelang itu. Kesannya, seperti couple romantis. Tapi lagi-lagi, aku takut jika Kak Aska sudah ada yang memiliki.

ºººººººººººººººº
Aku rindu
Ingin mengadu tapi keasingan itu kembali datang menyapaku

PROSPECT HEART (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang