$13- Dia siapanya Doi?

3.3K 160 4
                                    

Hari ini gue mau pulang cepet cepet. Bukan pulang kerumahnya tapi nikmatin proses pulangnya sama pak Rafli. Karna katanya mau nganter. Rezeki anak sholehah mah gini.

Gue berlenggak lenggok ceria, tadinya disuruh nunggu didepan gerbang, jadi gue udah stay berdiri sambil celingak celinguk. Baru aja gue duduk, yang awalnya damai dunia gue malah berubah suram lagi dengan kehadiran suaranya.

"Eh pacar!" Gue cuekin. Males ngadepin manusia gila kayak dia.

"Pacar! Naik! gue anter nih"

Dia klakson motornya berulang kali hingga membuat telinga gue rasanya berdengung dengung, tapi dengan iman yang tersisa gue mencoba untuk gak marah marah apalag sekadar nengok.

Setelah beberapa lama gak gue dengar lagi tanda tanda kehidupan manusia astral itu dibelakang. Suara motonya yang tadi berisik banget sekarang sudah sunyi senyap, suaranya yang fales pun gak kedengeran lagi. Tapi dengan itu gue bersyukur, terima kasih ya Allah, doa boim dikabulkan untuk melenyapkan makhluk itu.

"hehehe"

"ngapain nyengir nyengir?"

"astaghfirullaaaah. Lo belom mati ternyata"

Iki mengejutkan gue dengan muncul tiba tiba dari belakang. Ternyata doa gue gak terkabul dan masih digantung.

"siapa yang bilang gue mati" kata Iki dengan melipat kedua tangannya didepan dada.

"gue berharapnya sih gitu"

"gak takut kangen sama gue? Hem?"

"ih ogah!"

"Ayok ikut gue!" katanya dengan menarik tangan gue agar beranjak, tapi gue tahan dengan sekuat tenaga.

"Jangan sampe gue meluk lo ditempat umum"

"eh monyet! Gue bukan cewek yang bisa lo peluk seenaknya ya!"

"Mau gue peluk sekarang?"

"Gila!"

"Yaudah"

Dia mendekat, tapi buru buru gue tahan.

"Sekali mendekat, gue teriakin lo cabul!!" Bukannya takut dia malah ketawa. Gue pun akhirnya kebingungan ditambah ketakutan. Gak mempan ternyata.

"Terserah! Sini gue peluk"

Iki merentangkan tangannya, dengan gerakan slow motion langkahnya semakin lama semakin dekat. Gue sendiri siap siap untuk teriak.

"CAA--" semakin dekaaaaat.

"Jo!" panggil pak Rafli gak jauh dari kami.

Akhirnya. Suara itu nyelamatin gue, pak Rafli datang disaat yang sangat sangat tepat.

"Oy pak!" Sapa Iki

"Eh elo ki"

Liat Iki lengah gue pun bergegas menghampiri pak Rafli.

"Cepet pak, kita jalan!" kata gue saat sudah duduk di jok motor pak Rafli.

"Pake helm dulu, jo" gue ngangguk dan buru buru pake helm yang diserahin beliau. Pokoknya sekarang gue harus buru buru menghilang dari hadapan Iki.

"duluan ya, Ki" kata pak Rafli yang gak ditanggapi oleh Iki. Gue liat Iki hanya melihat kepergian kami begitu aja dengan wajah datarnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Tapi lebih baik kayak gitu. Tadi gue sempat khawatir dia bakal manggil gue 'pacar' dihadapan pak Rafli, tapi untungnya enggak, kalo iya bisa tewas ditempat gue.

Guru Olahraga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang