"Woy!! Pagi pagi udah bengong aja mbak" Iren mengagetkan yang bikin gue hampir jantungan.
Gue mengelus dada agar tenang dan menghembuskan napas panjang.
"gimana liburan lo seminggu ini?" tanyanya tanpa rasa bersalah.
"Gue gegana, ren"
"Cielah, taik kuda pake gegana segala"
Sekali lagi gue cuma menghela napas berat. Gak ada apa didunia ini yang mau ngertiin gue. Punya sahabat gini amat, dihibur kek.
"Ada apa sih, dri? Muka ditekuk mulu"
"Gini, ren, kemaren malam abang gue membuka sebuah fakta yang bikin gue tertohok, uhuk uhuk, sakit ren, sakiitt"
"Ye lebay--"
"Sstt, jangan motong!"
"okee" Iren menutup mulutnya rapat seakan sedang menutup resleting baju.
Lo inget cewek yang kita liat sama pak rafli itu kan?" Iren ngangguk.
"Nah cewek itu ternyata mantan terindah pak Rafli, dan kata bang rama beliau tuh sebenernya belum mufon!! Gamon ren!!!"
Gue menarik narik kerah baju Iren sebagai bentuk sebuah emosi, sedangkan Iren cuma menganga.
"Wut?" Ucapnya.
"Yak lo bener! Ini gila!" Gue menggerebek gerebek meja, sekali lagi bentuk emosi. Kalo ada sih gue mau mukul samsak hidup, yaitu pak Rafli sendiri.
"Tapi dri, yang namanya mantan ya mantan, udah bekas kali" omong Iren enteng, kayak pahalanya. Gak tau perasaan gue yang ugh, gak tau harus jelasinnya gimana.
"Ya tapi kan-- ah pokoknya mantannya cantik pake banget, gue mah kalah"
"Mantan siapa?"
"Itu mantan si---" omongan gue terhenti ketika tau yang bertanya tadi adalah si makhluk astral, yaitu Iki yang kehadirannya tidak pernah gue harapkan.
"Ngapain lo?!" Cetus gue.
"Nemuin pacar lah, apalagi"
"Emm, kalian nih cocok banget tau gak, bikin gue baper ah" kata Iren yang bukannya berpihak ke gue. Dia cuma cengengesan gak guna sambil menopang dagunya dengan kedua tangan.
"Benerkan?! Kita emang ditakdirkan buat bersama"
Gue memutar bola mata malas, selanjutnya gue ambil tisu yang ada di atas meja Iren dan gue masukin ke mulut Iki yang tertawa terbahak bahak entah kenapa.
"Makan tuh takdir" gue pun beranjak, berniat menghilang dari muka bumi ini agar tidak dipertemukan dengan makhluk astral itu lagi.
"Kemana?" Teriak Iki dibelakang. Gue berjalan cepat dan harus sembunyi dari Iki sekarang juga.
"dri, tunggu!" cegat Iki yang berhasil menghentikan langkah gue.
"Ki, gue harus apa biar lo gak ganggu hidup gue lagi?!"
"gak mau ngucapin terima kasih dulu?"
"buat apa?"
"tentang postingan Jesi"
Gue terdiam. Sejenak berpikir dan APA? Jadi orang itu adalah Iki. Orang yang udah bikin seolah olah foto itu settingan dan menghapusnya. Gimana pun juga gue gak habis pikir, gue gak percaya Iki adalah orang yang gue agung agungkan sebagai malaikat selama seminggu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Olahraga (END)
Roman pour AdolescentsDilema Indri yang membenci guru olahraga karna pas masih sekolah SMP pernah dimodusin dipegang pegang bokongnya. Sekolah SMA pun dia masih nganggep semua guru olahraga tuh sama aja. Sampe suatu hari.. Bagaimana lika liku kehidupan Indri menghadapi h...