18

2.7K 131 2
                                    

Gue gak bisa tidur. Kantong mata membesar dan lingkaran hitam yang amat jelas menghiasi wajah gue hari ini. Semua ini gara gara pak Rafli kemaren, tega teganya beliau bikin gue menderita.

Ini bukan tentang pak Rafli dan Iki yang maen ke rumah waktu itu. Kejadian itu sudah berlalu seminggu yang lalu. Dan seperti gak pernah terjadi apa-apa, pak Rafli kembali menjadi orang yang seakan gak pernah mengenal gue.


"Akhhh!" gue mengacak rambut frustasi kemudian tersenyum.

"Aaa gila si anjir apaan si gue ah!"

Gue berguling guling di atas kasur dengan perasaan gak karuan. Mengingat kejadian kemaren sungguh menyenangkan dan sedikit gak bisa dipercaya.

*flashback*

"Astagfirullah.. Pangeran berkuda dari mana itu, ganteng banget"

Gue menghampiri orang itu di depan gang yang tengah asik dengan ponselnya.

"Maaf, pak, udah lama nunggu?"

"Ah, enggak kok"

"Jadi.. Bapak mau ngapain kesini?"

"Kok kamu kaya gak nerima saya gitu sih,"

Gue tersenyum kecut.

"Saya mau ngasih ini, pempek sama tahu bulat." Pak Rafli menyerahkan kreseknya dan gue sambut dengan datar.

"Kalo mau kasih ini kan bisa langsung ke mama, gausah perantara saya juga"

"kamu gak suka ketemu saya?"

"Enggak gitu, pak, say--"

"Dan ini juga buat kamu"

Sebuah kado berukuran sedang. Gue menatapnya dengan bingung. Apa hari ini ulang tahun gue? Ah rasanya enggak.

"Saya gak bisa nerima, pak" gue serahkan lagi kado itu ke tangan pak Rafli.

"Rejeki gak boleh ditolak. Kamu ambil ini! Saya mau berangkat ke tempat lain lagi"

Gue liat ada sebuah kresek lagi tergantung di motor pak Rafli. Maksud pak Rafli ke tempat lain itu kemana? Apa ke rumah mantannya.

"Gausah banyak mikir"

"Ta.. Tapi, pak. Saya gak mau nerima ini. Saya gak tau apa maksud pak Rafli ngasih ini ke saya"

"Cuma hadiah biasa kok, kamu gak perlu sungkan"

"Maksud saya... Maksud bapak apa? Bapak lagi mainin perasaan saya ya, pak? Kalo emang bapak gak suka sama saya kenapa peduli kaya gini? Saya lebih senang kalo pak Rafli nyuekin saya kaya di sekolah. Kan saya jadi bingung sama perhatian bapak ini maksudnya apa?"

Pak Rafli terdiam. Mata kami bertatapan satu sama lain seakan sama sama mencari jawaban dibalik bayangan bola kecil itu. Tak lama pak Rafli tersenyum dan menyentuh kepala gue dengan lembut.

"Gak usah dijelasin semua orang pasti tau apa maksud dari perhatian saya ke kamu selama ini. Saya gak bermaksud nyuekin atau menghindari kamu, saya punya alasan dan bakal saya jelasin nanti. Kamu tunggu, ya!"

Gue terpaku. Pak Rafli mengakhiri dialog hari ini dengan senyuman dan langsung menggas motornya. Meninggalkan gue dengan kupu kupu terbang dan kebingungan.

*

Sudahlah gak usah diingat lagi, bikin gue gila rasanya.

"AKHHHHH hehehe"

"INDRI NGAPAIN KAMU?"

"ENGGAAAK MAAAAK"

Gue mengambil sebuah kotak yang diberikan pak Rafli kemaren. Membuka isinya, sebuah dress tanpa lengan berwarna navy. Gue hirup aroma dress itu dalam dalam.

"Hmmm.. Andai aja ada bau pak Rafli disini"

•°•°•°•°•°•°•


Sudah hampir satu bulan sejak gue dan Iki membuat perjanjian itu. Hari ini kita jalan lagi. Sehabis bel pulang sekolah berkumandang Iki langsung nyulik dan membawa gue entah kemana, yang gue tau ini udah keluar dari kota.

"Kenapa sih mau ngajakin makan sate aja pake bawa gue kesini segala. Jauh banget, Ki"

"disini enak, dan gue mau lama lama aja berduaan diatas motor sama lo, ini kan hari terakhir kita"

Uhukk uhukk

Iki ngasih gue minum yang langsung tandas ditenggorokan.

"Iya ya, gak kerasa abis ini gue gak bakal ketemuan ama lo lagi"

"Tega banget sih, Dri. Lo seneng sedangkan gue terpaksa harus rela" wajah Iki tampak menyedihkan banget.

"Ini kan udah perjanjian. Lagian ini semua salah lo"

"Kok gue?"

"lo kenapa suka banget gangguin gue, padahal kan banyak cewek cantik yang bakal respon elo. Sori ya gue bukannya sok cantik gitu tapi gue kan udah nolak elo,, dan kenyataannya emang gue ini cewek b aja napa lo mau sih"

"kalo makan ya makan, ngomong ya ngomong, entar kemakan omongan"

Sialan.

"Oh iya, abis ini lo lanjut kemana?"

Iki menghabiskan satu tusuk satenya dulu kemdian minum.

"Abis ini gue bakal pergi jauh. Lo gak usah peduli sama gue, lebih baik lo jalanin hidup yang bahagia sama pak Rafli", Iki melanjutkan makannya lagi.

"Dih, gue peduli salah"

"Gak salah, Dri"

"Gue... Selama ini gue egois banget ya sama lo. Gue minta maaf banget, Ki"

"Enggak. Gue suka sama lo dan gak mau bikin lo sedih, atau terpaksa dengan perasaan gue"

"Maaf, Ki"

"Kalo jodoh gak akan kemana. Liat aja nanti dimasa depan, kalo kita jodoh pasti bakal ketemu lagi"

Gue cuma bisa tersenyum kecut. Gimanapun juga semua orang termasuk Iki pasti tau perasaan gue buat siapa.

"Lo pantas dapat yang lebih baik" gue menepuk pundak Iki sebagai tanda memberi semangat.

"Lo pantas dapat yg terbaik" Iki membalas tepukan gue.

"Cailah terharu gue nih" gue tertawa diiringi dengan Iki, lesungnya nampak manis.

"Btw, kalo nanti lo dicampakkan gue nunggu lo kok"

"Yeuu jangan gitu dong. Lo doain hubungan percintaan gue gak mulus?"

"Dih enggak gitu. Maksudnya, gue selalu ada buat lo tenang aja"

"Apaansih, Ki, dengan lo kayak gini bikin gue tambah merasa bersalah tau gak, gue egois"

Iki terdiam. Kita melajutkan makan dengan hening. Bahkan di jalan hendak balik gak ada obrolan sama sekali.

"Makasih Ki udah nganterin gue"

"Makasih juga, Dri"

Gue cuman bisa tersenyum dan melambaikan tangan tanda perpisahan.







😁author sok bae

Guru Olahraga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang