17

2.8K 128 6
                                    

Jam istirahat sudah berbunyi. Seluruh siswa tak terkecuali gue dan Iren berbondong bondong menuju kantin untuk memerdekakan perut yang sudah menderita sejak abad dulu kala.

Alhamdulillah, Iren sudah sehat dan bisa masuk sekolah hari ini. Cukup sehari kemaren saja rasa kehilangan itu, gue gak mau lagi sendirian tanpa adanya sosok Iren di samping gue. Eak.

Di tengah perjalanan tiba tiba perasaan itu muncul. Gue kebelet pengen pipis, padahal lagi males banget, tapi..

"Ren, pesenin gue ya! Gue kebelet bat nih"

"yeuu, okd"

Gue pun berlari sekuat tenaga menuju toilet cewe yang letaknya cukup jauh dari tempat gue berdiri sekarang.

Setelah urusan selesai gue merasa lega banget. Dengan sok cantik diri ini berlenggak lenggok menuju kantin.

"hmphhhh"

Mulut gue ditutup, gue diseret oleh seseorang, entah siapa. Sampai di belakang sekolah yang sepi dia melepaskan tangannya.

"IKI!!"

Orang itu hanya tersenyum lebar.

"Kenapa lo ny---," seketika Iki menutup mulut gue. "Ssttt," katanya sambil mengangkat jari telunjuknya di depan bibir gue.

"Biarin gue ngomong bentar"

Gue melipat kedua tangan di depan dada dan menunggu kalimat yang akan diucapkannnya dengan malas.

"Hari ini gue jemput lo ke rumah"

"APAH?!"

"See ya!" katanya girang dan berlari begitu aja.

"Astaga anak itu!"

Gak habis pikir, Iki, si curut itu awas aja kalo sampe berani dateng ke rumah gue.

Gue mengepalkan kedua tangan dengan menggebu gebu. Sebenarnya antara khawatir, marah, takut, rasa itu menjadi satu.

"dah lah! Gak mungkin cecungut itu berani ke rumah"

Srett

Suara sepatu yang bergesekan dengan tanah terdengar di sudut gedung sekolah yang jarang terpakai, tepat di samping gue.

Otomatis kepala ini menoleh ke sumber suara.

"Pak Rafli!!"

Muka Pak Rafli tampak terkejut, dan tentu aja gue gak kalah terkejut. Posisi beliau di situ tampak seperti sedang mengintip.

Pikiran gue malayang layang, memikirkan hal yang enggak enggak. Apa jangan jangan Pak Rafli menyaksikan semua yang gue omongin sama Iki tadi?

Pak Rafli berjalan mendekat dengan senyuman khasnya.

"Ini Jo buat kamu"

Beliau menyerahkan kresek berisi satu nasi bungkus dan ada air mineral juga.

"Loh?"

"Makanan di kantin rata rata udah habis, soalnya tadi di pesan buat rapat guru"

"terus ini?" Gue mengangkat kresek yang di serahkan pak Rafli tadi.

"itu saya beli pas lagi keluar, punya Iren juga udah saya kasih pas di kantin tadi"

Gue terdiam, menatap kedua manik pak Rafli yang terlihat begitu tulus.

"Makasih, pak" kata gue dengan gak berani menatap matanya lagi.

Hening.

Dengan kepala yang menunduk gue masih bisa melihat bahwa pak Rafli masih diam di tempat, menatap gue entah bagaimana. Dapat gue lihat dari sepatu beliau yang membeku, yang gue gak tau kapan kaki itu melangkah, meninggalkan gue dengan rasa malu dan bersalah.

Pluk

Seperti dulu. Pak Rafli mengacak gemas kepala gue. Saat gue melihat, beliau tersenyum, entah senyuman untuk apa dan mengartikan apa.

"Ayo ke depan, bahaya lho anak gadis di tempat sepi kayak gini sendirian." Gue mengangguk dan tersenyum, kecut.

•°•°•°•°•°•

Perasaan yang aneh. Gue merasa seakan baru aja melakukan tindakan kriminal.

Sejak sepulang sekolah tadi dengan perasaan khawatir gue mondar mandir di depan gang menunggu kedatangan si cecungut sialan itu. Awas saja kalo dia beneran berani nyamperin gue ke rumah pasti bakal habis rontok rambutnya.

"looh?"

Gue liat pak Rafli dengan motor bebeknya dari kerjauhan dan ternyata beliau menghampiri gue.

"Hai, Jo!"

"a-hai juga, pak! Bapak ngapain?"

"ini, saya bawa pempek sama tahu bulat" diangkat pak Rafli kresek berwarna hitam sambil tersenyum maniis banget, gue cuma bisa memasang wajah bego ngeliatnya.

"M-makasih, pak, mau ke rumah dulu?"

"boleh!"

Gak sadar dengan muka bego ini gue gak berhenti senyam senyum. Kalau diliat dari kejauhan mungkin gue udah kaya cewek kegenitan, apalagi kan di samping gue ini ada lelaki gagah nan manis.

"Bapak duluan aja buat markirin motornya"

"Enggak, motornya saya tuntun aja, biar kita jalannya barengan"

Uwhh stop!

Dengan sekuat tenaga gue menahan rasa ini. Kupu kupu beterbangan di perut dan rasanya gue pengen terbang ke langit menemui sang pemanah cinta.

Tiiiiittt

Gue menengok ke belakang.

Iki! Gue lupa kalo lagi nungguin Iki dari tadi.

"Pak Rafli?! Hoy, pak!" sapanya tersenyum lebar, tapi gue tau dari kerutan keningnya itu kalo dia agak kesal.

"Iki, mau kemana?"

Gue menatap dalam pak Rafli. Kenapa malah nanya, bukannya tadi beliau nguping berarti kan tau. Atau pak Rafli emang gak denger apa apa?

"kee--" Iki memutar pandangannya mengelilingi segala arah. "Sini!" tunjuknya tepat ke plang nama gang rumah gue.

"Oo ke rumah Indri? Ayolah mampir sama sama. Saya juga mau mampir, kangen sama om dan tante"

Tunggu! Sejak kapan pak Rafli akrab banget begitu ama emak babeh gue.

"Boleh mampir juga kan, Dri?" Tanya Iki.

Dengan senyum dipaksakan, menerima dua tamu dengan keganjalannya hari ini. "Ya, Silahkan!"

"Ayo, Jo!" ajak Pak Rafli untuk berjalan kembali.

"E-iya"

Kita pun berjalan sama sama, Iki ikutan nuntun motornya yang gede itu dan mengekor di belakang.

"Eh ada nak Rafli" Sambut emak dengan sumringah.

"Ini tan, ada pempek sama tahu bulat buat tante"

"Astagaaa gausah repot repot gini, Fi" emak cengar cengir. Heleh, pencitraan tuh, ama gue mana pernah ngomong baek baek kayak gitu.

"AYAAH! INI ADA TAHU BULAT DIBELIIN RAFLI"

"iya, silahkan masuk, nak. Ohya, kamu siapa?" tanya emak ke arah Iki.

"Oh, ini anak murid saya juga, tan, kebetulan juga temenan sama Jojo"
Pak Rafli menarik Iki ke sampingnya.

"Halo tante, saya Iki kakak kelasnya Indri"

"ooh, ayo nak mari masuk!"

Setelah itu kehadiran gue pun seakan enggak ada dikeluarga ini. Ayah yang asik dengan tahu bulatnya, juga emak yang sibuk dengan kedua cogan itu. Gak bisa gue dipungkiri, mereka emang ganteng. Tapi... Dikacangin gini hati gue terasa nyut nyutan.








Maap banget chapter hari ini pendek banget
Soalnya kebelet pengen update

Guru Olahraga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang