20

2.1K 137 26
                                    

Dua minggu sudah berlalu. Ulangan kenaikan kelas sudah dilewati dengan tenang, aman dan lancar walaupun masih gak tau gimana hasilnya.

Setelah pernyataan pak Rafli hari itu hubungan kita masih wajar aja layaknya guru dan murid, ya cuma ada hati yang harus dijaga satu sama lain nunggu waktunya. Eak

Dan untuk alasan kedua waktu itu gue gak mau mengungkitnya selagi pak Rafli gak mau ngomongin. Awalnya gue emang kepo banget dan selalu kepikiran, tapi dengan berjalannya waktu gue udah pasrah menunggu waktu yang tepat itu.

"INAAAA!!" Teriak gue disela sela acara makan rujak.

Gimana gue gak marah, secara pas gue mau nyuap rujak, Ina dorong gue sampe jatoh ke lantai.

"HUAA INAA KAKAK SAKIT NIHH TOLONGIN KEK" Ina yang notabennya masih anak kecil takut mendengar teriakan gue dan pergi kepelukan emak. Emaknya gue.

"Indri ah ribut banget kasian ini anak kecil", bukannya pada ngebelain gue orang orang di sini pada ngetawain.

"Iya nakal banget kakaknya nih" ucap pak Rafli yang tiba tiba aja udah ada disamping emak.

Eh!

"Dih mas kayak jelangkung aja maen dateng gak diundang", pak Rafli nyengir dan ngasih kresek berisi buah buahan.

"Lagian aku datang buat mama bukan buat kamu"

Lagi lagi gue di pojokin, semua orang nertawain gue.

"Mas, kan udah dibilangin kalo ke sini gak usah bawa apa apa. Sayang duitnya mending ditabung"

Emak ngangguk setuju tapi dengan suka rela memakan buahnya, senang banget tuh dapat gratisan.

"Yang ini gak beli"

"Gak percaya"

"Beneran"

"iyain biar cepet"

"ini buah dari ibu, katanya biar calon mantunya sehat"

"Eh?" Gue terkejut dan berakhir senyam senyum gak jelas.

"emangnya ibu kamu ada disini, Raf?" tanya emak.

"iya, aku juga mau izin bawa jojo nih nengok ke rumah"

Mendengar nama gue disebut gue melirik pak Rafli horor. Gimana enggak, gue kan mau diajakin ketemu mertua. Sumpah takut. Bukan takut sama camer, tapi takut gue malu maluin entar.

"yaudah sana siap siap, dri. Dandan yang cantik" pesan emak yang gue anggukin lemah. Mana bisa gue dandan ih gimana sih.

.

Disini lah sekarang gue berdiri, di ruang tamu sebuah rumah minimalis kepunyaan pak Rafli. Dengan mengenakan dress navy tanpa lengan dibawah lutut disatukan sama jaket denim, sepatu sneaker putih, tas selempang kebanggaan dan rambut sepinggang tergerai rapi, gimanapun pun gue gak bisa kelihatan feminim, dewasa atau seenggaknya pantas sama pak Rafli.

"jangan gugup" pak Rafli mengelus pundak gue lembut, ya seenggaknya bisa nenangin gue sedikit lah.

"hufftt" gue menarik napas panjang dan mengeluarkannnya, berulang ulang gitu sampe ibunya pak Rafli datang.

"kok masih berdiri, sini duduk, nak" kata beliau lembut dan menaruh secangkir teh didepan gue.

"jadi ini ya calon mantu ibu, cantik dan manis. Tapi kamu kok mau sama anak ini, kan dia udah tua" Beliau nunjuk pak Rafli dan orang itu cuma bisa melengus kesal. Ish ucul banget si, pak.

Gue cuma tersenyum gak tau apa yang harus gue jawab. Bingung juga sih kenapa gue bisa ama bapak ini yang jelas pedofil, eh kagak deng canda mwehehehe. Abisnya pesona anaknya kuat banget sih, bu. Jeritan gue dalam hati.

"pasangan ini lucu sekali" ucap seorang lelaki paruh baya baru keluar dari sebuah ruangan, gue duga pasti ayahnya pak Rafli nih, gak salah lagi.

Gue berdiri dan menyalimi beliau.

"mereka seperti kita, pa. Usia kami juga terpaut jauh, 11 tahun lo" ibu terkikik geli diiringi bapa, pasangan ini serasi banget bikin gue jadi ngiri. Dan untuk terpaut usia masih jauhan mereka, gue dan pak Rafli cuma beda 8 tahun.

"umur kamu berapa, nak?" tanya bapa.

"hampir tujuh belas, yah, eh pa" gue gugup dan sebenernya bingung mau manggil ayah, bapa, atau om.

"santai saja, nak, panggil bapa saja" ujar ibu yang gue angguki.

"kamu masih sangat muda, apa kamu mau berpisah dengan rafli selama tiga tahun ini, kamu masih bisa sama yang lain lo"

Suasana hening setelah ayah bicara tadi, tapi gue masih bisa melihat tatapan keluarga itu beradu seakan mengisyaratkan sesuatu. Gue bingung. Maksud dari kalimat calon ayah mertua tadi apa. Gini nih kalo lupa ninggalin goblok dirumah.

"Jadi Rafli belum bilang ke kamu? Baiklah", beliau meminum tehnya kemudian menatap gue dalam.

"ng, pa... ", Pak Rafli kelihatan ragu.

"Rafli akan pulang ke Kalimantan untuk melanjutkan bisnis bapa, bapa beri waktu dia tiga tahun baru bisa bebas bersama kamu, itupun kalo kamu mau menunggu. Makanya sudah bapa beri kamu pilihan untuk nunggu atau lepasin"

Dengan susah payah gue meneguk ludah, berpikir keras. Gue menatap pak Rafli minta penjelasan tapi beliau malah nunduk dan enggan liat gue. Apa ini sudah lama direncanain? Kenapa pak Rafli gak bilang.

Seakan mengerti keadaan, dua pasangan tua itu izin undur diri ke halaman belakang mau hirup udara segar katanya.

"pak?" kata gue memastikan. Gue harap ini cuma boongan, kan pak Rafli orangnya jahil.

"saya minta maaf" ucap beliau masih menunduk.

"jadi.. Bapak beneran mau pergi!" pak Rafli mengangguk, hati gue bagai tertusuk pisau secara perlahan.

"kenapa baru bilang, seenggaknya kan kalo bapak ngomong dari dulu saya bisa persiapan mental dulu!" mata ini terasa panas, ada air mata yang sudah siap meluncur deras dibaliknya.

"maaf"

Tanpa aba aba air mata gue meluncur gitu aja. Gue sudah coba buat gak percaya, tapi entah kenapa ini terasa sangat nyata, dan kenyataannya memang ini nyata.

"saya sayang, cinta dan gak mau kehilangan kamu, dan saya harap kamu mau menunggu saya" mata tajamnya menatap mata gue yang sudah penuh air ini. Tangannya membelai pipi gue lembut sambil menyeka air mata yang kayaknya gak bakal ada habisnya ini.

Gue memeluk pak Rafli, beliau balas meluk gue erat. Menangis sejadi jadinya dalam dekapan itu.

"gak mau!! Bapak jangan pergi!!"

"ini demi kita"

Dapat dirasakan tangan pak Rafli mengelus lembut punggung gue. Gue semakin menangis masih gak percaya hal ini emang bakalan terjadi.

"tunggu saya, oke!"

"saya gak bakalan sanggup"

"percayalah sama saya, dan saya percaya sama kamu, kamu pasti sanggup" gue makin menangis. Menangis darah sekalipun gak bakalan bisa mewakili rasa sakit hati gue sekarang.

"Semakin lama dan jauh jarak terbentang, maka sebesar itu pula rindu itu lahir"

"Enggak pak! Bapak salah! Walaupun cuma selangkah bapak tidak disisi saya, rindu saya sudah seratus kali lipat besarnya dibanding langkah itu. Apalagi kalo bapak ninggalin saya menyebrangi pulau, besarnya dunia ini gak akan sanggup menampung rindu saya, pak!"

"setelah lama kita gak berjumpa saya akan melihat kamu sudah tumbuh menjadi wanita cantik, dewasa dan kuat. Yang pastinya selalu saya tunggu dan cintai. Kita luapkan cinta dan rindu yang tak terbendung lagi setelah tiga tahun kedepan"






Hahaha kasi baimbaian tatawa hahaha
Kada lucu _-

Guru Olahraga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang