"Maafkan aku" kata Jay lirih dan penuh penyesalan saat ia mencium puncak kepalaku lama dan aku merasa ia menghirup nafasnya begitu dalam di sana "Kau ingin pulang sebelum moodmu berubah buruk lagi?"
Aku mengangguk sangat antusias, tersenyum selebar mungkin yang aku bisa dan aku merasa menjadi orang paling dimengerti olehnya saat itu juga. Aku hanya ingin menyendiri secepat mungkin. Kasur dan kaos oblong yang kucuri, dua hal yang bakal membuat otakku lebih baik.
Jay balas tersenyum padaku, singkat tapi juga diisi rasa bersalah "Kalau begitu aku akan mencari Eddy dan izin pulang lebih awal, kau mau menemani?"
Aku berfikir sejenak, menimbang keputusan paling tepat yang harus ku pilih. Kalau aku bertemu lagi dengan orang-orang yang terang-terangan membenciku aku bisa berapi-api lagi. Aku tidak ingin membakar tempat pesta yang sudah dirias begitu meriah, mencolok mata-mata yang merendahkanku, mencincang mulut-mulut tanpa beban menghinaku, aku sudah lelah "Bolehkah aku tidak ikut? Secara pribadi aku berfikir menunggumu di mobil adalah pilihan terbaik" usulku ragu-ragu.
Mungkin terdengar tidak sopan, tapi aku tidak punya banyak tenaga lagi tersisa hanya untuk diam dan menahan diri.
"Aku tidak akan lama" Kata Jay seperti menyetujui gagasan egoisku, entah dengan alasan apa.
Jay lelaki yang sensitif, lebih sensitif dari wanita pms sekalipun. Dia tahu apa yang terjadi padaku, bagaimana rekan-rekan bisnisnya meremehkan kemampuanku, karena aku belum lulus, karena aku perempuan dan karena mereka tidak tahu asal-usulku.
Tidak hanya rekan bisnisnya, karyawan bahkan pekerja rumahnya dan semua orang yang terlibat dengannya memandangku rendah, memandang sebelah mata, memandangku sebagai wanita pongah miskin tanpa uang, tanpa keahlian, tanpa keluarga kaya dibelakangnya, dengan berani menggoda pengusaha kaya dan membuatnya masuk jebakan. Jay sadar dengan perlakuan mereka semua, tapi ia memilih tidak melakukan apa-apa. Kenyataan pahit yang makin menghenyakkanku ke dasar jurang berdasar karang.
Tapi ketenangan adalah hal yang mustahil kudapatkan, hal yang bakal jadi angan-angan belaka, sebab seseorang telah mengusik jalan menuju ke sana.
Rasanya begitu percuma aku melarikan diri dari segerombolan mulut kotor yang terus berceloteh merendahkan. Percuma mencoba bersembunyi untuk berusaha mecapai ketenangan dan kedamaian.
Sebab segala hal yang kuangan-angankan dihancurkan oleh kehadiran satu tubuh, satu jiwa dan satu orang yang kuharap enyah dari dunia, atau di tendang ke mars saja, Kristopher Kristoff.
Lorong menuju parkiran hotel tempat pesta diadakan begitu sepi dengan pencahayaan minim. Sunyi dan tidak ada siapa-siapa, selain si laki-laki brengsek penjahat kelamin pantang menyerah. Ia berdiri sengaja menunggu melipat kedua tangan didepan dada dengan punggung menyandar kedinding, sedang di mulutnya tersulut rokok yang baru saja ia hisap.
Aku menoleh kebelakang berharap Jay segera menyusul atau siapapun saja yang mungkin bisa menolongku. Tanganku menjadi dingin seketika, telapak tanganku sudah basah karena ketakutan mengetahui bahwa kristopher menatapku seperti hendak menerkamku hidup-hidup, juga begitu mesum siap menerjangku kapan saja.
Demi tuhan, aku bahkan tidak punya lagi tenaga untuk mendengar ocehannya apalagi membalasnya. Tidak bisakah sekali saja ia mengabaikanku dan tidak menganggu. Aku tidak tahu lagi mesti terus berjalan atau kembali kebelakang untuk mencari Jay. Kakiku terpaku begitu kuat di sana oleh serangan panik.
Ragu-ragu aku memutuskan berbalik, berjalan tergesa, bahkan berlari kecil secepat yang aku bisa. Tapi aku kalah cepat dari langkahnya yang lebar, sepatu hak tinggi yang kekecilan serta gaun panjang sempit berbelah hingga di atas lutut membuat si pengejar menang cepat dibandingkanku.
Kristopher menarik tanganku dengan kuat dan langsung mendorongku ke dinding sehingga punggungku terasa sakit berbenturan cukup keras dengan dinding "Mau kemana gadis penggoda?" katanya, lalu kembali memasukkan rokoknya ke mulut dan merapat dirinya ke arahku sehingga tidak ada lagi pembatas diantara kami. Tanganya yang gatal terus meraba apapun yang ia bisa raba.
"Kristopher hentikan" pekikku.
Tapi yang terjadi selanjutnya benar-benar diluar akal sehatku. Ia memang berhenti, sesaat, hanya untuk mengambil rokok di mulutnya dan dengan cepat menyulutkannya di punggungku yang terbuka.
Mau tak mau mulutku mengeluarkan teriakan kesakitan dan rintihan pilu sambil menggeleng lemah, yang ternyata membuat ia tertawa begitu senang. Dasar psikopat. Punggungku rasanya begitu perih sedang laki-laki gila itu terus melanjutkan aksi bejatnya.
"Kristopher, hentikan sialan" upatku seraya mencoba membebaskan diri, menendang, mendorong, mencakar atau apapun yang bisa kulakukan agar ia menjauh dariku. Nafasnya yang bau alkohol bercampur rokok, tangannya yang terus berkelana, serta punggungku nyeri tak tertahankan lagi, semuanya bersatu menyiksaku.
Kristopher menjambak dan menarik rambutku kencang dan kuat sehingga kepalaku ikut tertarik kebelakang. Kristopher memaksa menciumiku berkobar nafsu, mengisap dan menggigit serta memaksa lidahnya masuk. Ketika aku bersikeras menolak, ia berhenti menatapku murka makin menarik rambut kuat, hingga rasanya kulit kepalaku bakal tanggal.
"Argh..."
"Mau sok jual mahal? Dasar jalang" upatnya.
Dan plak.
Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, panas dan perih seketika, tak lama setelahnya darah segar mengalir disudut bibirku dan dia menjilatinya.
"Hentikan" rintihku ketika tangan dan mulutnya makin merajalela. Dengan sekali sentakan ia merobek gaunku hingga ke pangkal paha dan berusaha memaksa miliknya yang sudah mengeras memasukiku.
Tapi itu tidak pernah terjadi. Sebab Kristopher yang kesetanan telah ditarik oleh seseorang berbadan kokoh yang jauh berkali-kali lipat lebih kesetanan darinya, lalu menghajarnya membabi buta tanpa ampun dan tak berniat akan berhenti. Sedangkan yang di hajar hanya tergelak bahagia penuh kemenangan di hajar habis-habisan.
Dasar psikopat, bahkan sudah terkapar dengan darah mencucur di sudut-sudut wajahnya, hidung bocor, gigi patah, ia masih bisa menyeringai gila.
Meski Kristopher tak lagi memepetku, tapi sensasinya masih berada di sana tak mau lepas, tak mau pergi. Menyisakan diriku yang jijik dan marah pada diriku sendiri. Kenangan buruk yang telah terjadi antara aku dan Jay, serta sikap ibuku yang dengan rela mengorbankan tubuh dan jiwaku, serta semua orang yang merendahkanku.
Tubuhku runtuh dan ambruk tanpa pegangan kelantai, tulang-tulangku terasa kehilangan fungsi. Semua hal terus menerorku, membuat dadaku sesak dan air mata bagai badai berdeburan jatuh.
Aku hanya bisa melakukan satu hal, memeluk diri sendiri dan bergelung. Merasa kesakitan teramat sangat di seluruh tubuhku karena jiwa yang amat tersiksa, jiwa yang terbakar api marah dari dalam dada dan hanya mampu menutup mulut agar isakku tidak lolos dari mulut.
JANGAN MENANGIS, GADIS CENGENG!!!
BERHENTI BERSIKAP LEMAH!!
Suara yang terus bergema dan kenangan yang terus mengikuti, membuat kepalaku pusing dan jiwaku makin tersiksa.
Tapi, ketika seseorang memelukku begitu hangat, penuh kasih sayang dan cemas, aku melepas segalanya "Kyoji... "
Tubuhku gemetaran begitu ketakutan, begitu lelah, begitu tersiksa dan begitu ingin enyah dari neraka dunia yang terus menggerogoti.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRE OF DECEIT ✔️
ChickLitSetelah menjual keperawanannya kepada seorang wanita kaya untuk pembuktian seksualitas anak lelakinya yang tampan dan sukses, Kaella Kaznov pikir ia akan terbebas dari berbagai masalah yang melilit dan memusingkannya. Tapi apa yang dia tidak tahu...