22. Wisuda

3.6K 292 30
                                    

Aku pulang diantar supir keluarga HIME, ketika ia menyambutku aku akan memeluk dan menciumnya dan mengatakan aku memaafkannya. Lalu kami akan bercinta pada malam harinya

Dipagi hari aku akan menyiapkan pakaiannya, memasang dasinya, menyiapkan sarapan, mengantarkannya ke pintu dan menciumnya.

Atau bisa juga, saat ia menungguku di pintu aku bakal pura-pura masih marah padanya, dan setelah dia membujukku lagi, aku bakal langsung memaafkannya.

Ya, mungkin aku bisa tidur di kamarnya dan mengucapkan selamat pagi padanya. Lalu dia bakal memelukku dengan suara seraknya, mengatakan ia bakal tidur sebentar lagi dalam posisi memelukku.

Aku hanya bisa menertawai hayalanku yang terlalu tinggi. Semuanya hanya angan-anganku sendiri, yang sebenarnya terjadi sudah dua hari aku kembali ke rumah Jay. Dan laki-laki kekanakan itu malah bersikap dingin padaku.

Ia tidak ada di rumah saat aku kembali dan baru pulang pada tengah malam. Ia tidak mempedulikanku yang menunggunya pulang diruang tamu, Ia tidak menyapaku, bahkan mengabaikanku dan menganggap aku tak lagi terlihat.

Aku mencoba berbicara dengannya atau mencari cara agar bisa mengobrol dengannya. Tapi yang terjadi, dia hanya menatapku dengan dingin lalu berlalu untuk melakukan urusannya. Aku tahu dia amat sangat sibuk, tapi bukan begini seharusnya ia memperlakukan.

Nucholas Sykes mengatakan aku harus berusaha lebih keras untuk mengambil hati Jay. Tapi aku juga punya hati dan perasaan. Harusnya ia yang mesti meminta maaf padaku, mengapa jadi berbalik seperti ini?

Argh. Kepalaku rasanya mau pecah saja. Aku tidak bisa lagi berfikir jernih. Kenapa ia pulang dini hari? Apakah menemui Yui lagi? Perasaanku langsung kacau bakau.

Kupikir hari wisudaku bakal jadi hari yang membahagiakan dan membanggakan, ditemani suami yang tampan dan sukses. Ibuku dan ayahku yang sudah kembali jadi bangsawan bakal menghadirinya juga. Teman-temanku bakal datang dan memberi selamat. Orang-orang bakal iri. Tapi kenyataannya apa?

Kami bagai dua orang yang tak mengenal. Dia mengabaikanku amat keterlaluan. Aku tahu aku juga salah sih, dia sudah memohon diluar pintuku selama tiga hari dan aku tetap keras kepala untuk tidak mau menemuinya.

Satu-satunya yang membuatku sedikit lega, setidaknya ia masih ingat hari wisudaku. Pagi-pagi sekali seorang penata rias dan dua asistennya datang untuk mengurusku. Membawakan sejumlah dress yang indah untukku pilih.

"Parah sekali" gumam asisten yang berambut pendek sambil menggulung rambutku.

Aku hanya berusaha tetap duduk dengan baik, meski bosan sekali mendengar para penata rias bergosip. Sudah banyak sekali yang mereka gosipkan dan aku semakin diserang kebosanan.

"Katanya mukanya hancur. Pasti bakal jadi bencana besar buat karirnya" balas asisten berambut panjang.

"Benarsih Riley berprilaku buruk, tapi keterlaluan sekali orang yang menghajarnya" timpuk penata rias utama.

Riley? Mendadak percakapan mereka menjadi menarik bagi telingaku. Riley yang pacar Kristopher kah? Wanita sombong yang menghinaku di toilet ketika pesta Eddy.

Mengingatnya membuat aku diserang akan ingatan tidak menyenangkan tentang malam itu. Mood makin rusak di hari wisudaku. Tampa sadar tanganku bergerak pada punggungku yang disulut rokok. Masih ada bekasnya.

Aku sudah berusaha keras melupakannya, tapi setiap kali melihat bekas luka itu atau menyadari kehadirannya di sana, membuat aku diserang perasaan takut, panik, khawatir dan sesak yang menyiksa.

"Walaupun hanya non-fans, harusnya ia melaporkan ke polisi" gumam asisten berambut pendek membawaku kembali pada dunia nyata.

Kristopher Kristoff sudah mendekam dipenjara dan dia tidak bakal bisa mengangguku lagi. Aku harus menjalani kehidupan ini dengan tenang. Fokusku saat ini hanya berusaha keras memenangkan hati Jay.

"Ehm" aku berdeham tidak bisa menahan rasa penasaranku lebih lama lagi "Maksud kalian Riley model dari HME itu?" tanyanya.

"Nyonya mengenalnya?" tanya penata rias berambut pendek.

"Tidak bisa juga dikatakan saling kenal. Tapi kami pernah sekali bertemu di pesta" jawabku. Mengenalnya? Jangan bercanda. Aku sama sekali tidak sudi mengenal wanita kurang ajar itu.

"Lihat, parah sekali"

Aku melihat foto yang di tunjukkan asisten penata rias itu. Wajah Riley benar-benar hancur, sejumlah memar di wajahnya, hidungnya seperti patah. Orang yang menghajarnya brutal sekali. Pasti Riley sudah berbuat sesuatu yabg buruk sehingga ia dihajar begitu kejam.

Wajah adalah aset berharga bagi seorang model. Karir Riley pasti bakal hancur dengan kejadian ini. Satu sisi aku merasa kasihan padanya, tapi disisi lain mungkin wajar saja, sikapnya memang buruk.

Aku pergi diantar supir dan bertanya-tanya dimana Jay berada. Wisuda yang kuharap bakal menakjubkan ternyata jadi amat membosankan. Selesai acara, sejumlah junior dan teman-temanku datang memberi selamat.

"Selamat, senior Ella"

"Selamat, doakan aku menyusul"

"Sedih sekali, kau lebih dahulu wisuda dariku"

Ucapan selamat dari semua orang terasa hambar. Tidak ada Jay di sana. Orang tuaku bahkan hadir, tapi aku sama sekali tidak merasa bahagia.

"Kau belum berbaikan dengan suamimu?" bisik ibuku diantara teman-temanku yang sibuk memberi selamat.

Aku menggeleng lemah dan mencoba tetap tersenyum pada beberapa kenalanku. Bagaimana bakalan berbaikan, Jay bahkan begitu dingin padaku.

"Apa susahnya kau berusaha membujuk dia?" gerutu ibuku kecil dan melipat kedua tangannya didepan dada.

Belum selesai dengan ibuku, dari kejauhan aku melihat Yui melambaikan tangan dengan senyum cerahnya dan membuat moodku langsung anjlok. Sejak mengetahui hubungan mereka, mengingat Yui saja membuat aku tidak tenang, apalagi langsung bertemu dengannya. Aku tidak bisa memikirkan bagaimana Jay tidur dengan gadis itu, pasti sangat lembut seperti perlakuannya.

"Selamat, Ella. Akhirnya kau wisuda juga" kata wanita itu dengan cerah memelukku.

"Makasi sudah datang" kataku mengusahakan terucap antusias, tapi sialnya mulutku kaku dan berat.

Saat aku masih berusaha berbincang tenang dengan Yui, sudut mataku menemukan Jay berjalan mendekat dengan sebuket bunga mawar. Dan aku merasa terbang ke surga ketujuh.

Aku ingin berlari kearahnya, langsung menghambur dalam pelukannya. Tapi tubuhku ambruk sebelum aku sempat mencapainya.

Tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, semuanya terlalu cepat untukku cerna. Bunyi ledakan, teriakan, dan aku yang ambruk ke lantai tanpa tahu apa-apa.

Jay berlari ke arahku dan buket yang ia bawa terlepas begitu saja ketanah. Kelopaknya yang berceceran dan bertebaran di tanah adalah hal terakhir yang kuingat.

"Seseorang tertembak"

"Dia tertembak"

"Panggil polisi"

"Ambulan"

"Darah"

"Darahnya banyak sekali"

Teriakan-teriakan semua orang yang terdengar hanya bagai angin lalu bagiku, karena aku hanya fokus pada Jay yang berlari dengan cemas dan meneriakkan instruksi pada pengawal.

Ketika ia mencapaiku, ia langsung memelukku "Kau tidak apa-apa sayang?" tanyanya cemas.

"Aku sudah memaafkanmu" kataku menangis sejadinya dalam pelukannya. Darah. Aku mencium bau darah, saat aku menoleh ke bawah, dressku dipenuhi darah segar.

Aku langsung dihinggapi ketakutan, akulah yang tertembak.

FIRE OF DECEIT ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang