Demi tuhan Keita tak mengerti situasi macam apa yang tengah terjadi padanya saat ini. Beberapa menit yang lalu, ia terbangun di sebuah tepi trotoar yang sepi. Seingatnya ia akan menuju ke café tempatnya bekerja paruh waktu.
Namun setelah ia sampai disana, café itu sudah tutup. Jam di tangannya berhenti di pukul 7 dimana seharusnya di waktu itu ia sedang dalam perjalanan. Ia sendiri tak tau bagaimana jam itu bisa berhenti.
Apakah jamnya rusak?
Ia juga tidak ingat mengapa ia bisa tertidur di tepi jalan seperti itu. Kini, ia sungguh ingin tau sudah pukul berapa sekarang.
Ia melihat seorang wanita yang berjalan melintas di sampingnya. Lalu dengan segera, ia menyamai langkahnya dengan wanita itu.
"Maaf, boleh aku tau sekarang sudah jam berapa?"
Tidak ada jawaban. Wanita itu mengacuhkannya. Keita mengerutkan dahinya bingung. Ia rasa, ia sudah cukup sopan dalam berkata. Lalu kenapa ia tidak mendapatkan respon?
Ia berjalan terus menerus. Menanyai beberapa orang yang berpapasan dengannya. Namun sama saja. Tak ada yang menggubrisnya. Keita merasa seakan tidak terlihat.
Sampai ia bertemu sekelompok preman yang terlihat mengancam. Keita menelan kasar salivanya ketakutan. Badannya membeku. Preman-preman itu berjalan kearahnya. Entah kenapa, kakinya tidak bisa bergerak. Ini adalah hal yang paling ia benci dari dirinya sendiri. Ia begitu pengecut bahkan untuk menegakkan kaki ketika ia merasa ketakukan
Keita diam di tempat sambil memejamkan mata. Pasrah jika ia mungkin akan dipukul malam ini.
Namun selama beberapa saat ia memejamkan mata, terasa hawa yang aneh. Seperti sesuatu telah menerobos tubuhnya. Dan ketika ia membuka mata, para preman itu telah berada di belakangnya.
Keita seketika terdiam. Ia menilik tubuhnya sendiri. Jika benar tadi preman-preman itu menembus tubuhnya, jadi ia yang sekarang ini apa?
"Apa yang terjadi?" tanya nya pada dirinya sendiri. Ia mencoba menyentuh seseorang pemuda yang melewatinya. Namun tidak berhasil.
Dengan frustasi, ia berlari kejalan raya. Sebuah mobil mendekat kearahnya. Dan sama seperti sebelumnya, benda beroda empat itu menembusnya bukan malah menabraknya.
Keita termanggu dalam kebingungan yang membelah pemikirannya menjadi banyak bagian.
"Kenapa aku seperti ini?"
"Kau sungguh ingin tau?"
Keita sedikit terperanjat ketika ia mendapati seseorang berdiri di hadapannya dengan wajah datar.
Hal yang terlihat gila adalah, ini ditengah jalan raya.
Tak terhitung sudah kendaraan yang menembus tubuh mereka. Hal itu yang membuat Keita berpikir bahwa pria berwajah datar dihadapannya ini juga sama dengannya.
"Si-siapa—"
"Aku Yoonbin. Kau sungguh ingin tau kenapa kau berwujud seperti ini?" Pria itu mendekat.
"Kenapa?"
Yoonbin memandang Keita dengan masih mempertahankan wajah datarnya. "Aku kecewa. Seharusnya kau sudah bisa menebak. Melihat dari bagaimana kondisimu sekarang."
Keita menelan salivanya. "Aku benar-benar tidak paham."
Mendengar itu, Yoonbin menghela nafas gusar. "Kenapa manusia selalu berpura-pura tidak tau kalau dia sudah mati?"
Keita terjebak dalam keterkejutan yang luar biasa. Rasanya seperti ada sengatan listrik bertegangan tinggi yang mengenai tubuhnya.
Apa orang ini si pencabut nyawa?
KAMU SEDANG MEMBACA
altero ✓
FanfictionKeita menggantikan Gunho untuk bernapas menggunakan paru-parunya. Dia kemudian menyadari, tubuh itu--penuh dengan penyesalan.