[11] House

2.5K 713 65
                                    

Sudah merupakan esensi yang wajar, untuk seorang anak berbincang dengan ayahnya sendiri. Aku tidak punya pengalaman tentang ini. Jadi yang kulakukan dihadapan pria tua ini hanyalah duduk dengan pergerakan canggung sambil sesekali mengubah posisi.

Pagi ini, ayah Gunho datang ke apartemen, disertai dua sampai tiga pengawal yang membuatku semakin merasa tertekan. Aku memandang para pemuda suruhan pria tersebut, yang tengah menata beberapa bahan makanan. Padahal aku bisa melakukannya sendiri.

"Bagaimana keadaanmu?" Pria--yang seharusnya kupanggil 'ayah' ini menyesap secangkir kopi dihadapannya.

"Ba-baik."

Apa Gunho memang memiliki hubungan se-kaku ini dengan ayahnya sedari dulu?

Melihat gelagatku, pria itu menghela nafas sambil sedikit mendongak--sebelum kemudian kembali menjengah manikku. "Kau masih takut padaku?"

Aku tidak tau jawaban apa yang semestinya kupaparkan. Karena aku tidak tau apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Dengan sok taunya, aku menggeleng.

Pria itu mengangguk. Dia bangun dari duduknya, kemudian memberi instruksi kepada anak buahnya untuk bersiap.

Dia ingin pergi? Secepat itu.

"Jangan takut lagi. Aku sudah janji tidak akan menyakitimu. Kau yang sekarang adalah anakku," bisiknya sambil menepuk bahuku pelan. Kemudian berangsur pergi meninggalkan apartemenku.

Aku termenung cukup lama. Memikirkan hal buruk apa yang pria tua itu lakukan pada Gunho. Mungkin hal ini berhubungan dengan halusinasi sesaat yang kurasakan mengenai bayang-bayang bocah diruangan gelap waktu itu.

Aku mencoba menjernihkan pikiranku. Setelah memandang arloji dipergelangan tangan kananku, aku bergegas menyentap tas dan berderap keluar. Hari ini, aku ada jadwal kuliah.

"Sejak kapan kau kidal?" Tanya seorang teman sekelasku--Jaehyuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sejak kapan kau kidal?" Tanya seorang teman sekelasku--Jaehyuk. Setauku, dia setahun lebih muda dibawahku. Namun dia sudah mencapai bangku kuliah karena pernah masuk kelas akselerasi sekali.

Itu berdasarkan apa yang tertulis di buku coklat Gunho.

Aku mengalihkan atensi pada tangan kiriku yang masih mengenggam bolpoin. Aku baru saja mencatat beberapa materi--sebagai bentuk formalitas belaka--dikarenakan aku tak terlalu paham betul apa yang dikatakan si dosen.

"Sudah cukup lama," jawabku asal.

Jaehyuk mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bagaimana rasanya kidal?"

Di buku tersebut, Gunho berkata bahwa Jaehyuk adalah tipe orang yang suka mempertanyakan hal yang tidak seperlunya dipertanyakan. Dan sepertinya itu benar.

"Apa itu penting?" Dengusku.

Ia memandangku aneh. "Biasanya kau selalu menjawab pertanyaanku, sekalipun itu tidak penting."

altero [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang