Spin-off [About Father]

2.4K 681 12
                                    

Orang bilang, kehilangan mampu merubah kepribadian seseorang. Mengesampingkan rasa kemanusiaan hanya demi membalas kekosongan yang ia terima. Manusia berpikir bahwa tidak adil baginya untuk ditinggalkan. Karena itu banyak yang kalap akan dendam setelah merasakan kehilangan.

Dan itu benar adanya.

Katakanlah bahwa ini merupakan bentuk lain dari kejahatan. Karena presdir Kim menarik paksa seorang bocah kecil dari jangkauan sang ayah. Membiarkan suara-suara dua insan itu berteriak memohon agar tidak dipisahkan.

"Karena kau sudah membunuh istri sekaligus anakku, ucapkan selamat tinggal pada anakmu."

Dingin serta menusuk. Kalimat itu di balas oleh raungan dari sang ayah. Dimana ia merupakan supir pribadi keluarga presdir.

Sebenarnya, ia tidak membunuh istri presdir secara langsung. Mereka mengalami kecelakaan dan jatuh ke jurang. Sehingga istri presdir tersebut meninggal beserta anak dalam kandungannya juga.

Namun, bukan kah itu kecelakaan?

"Apa yang akan tuan lakukan padanya?" Tanya si supir masih sambil menangis.

Presdir itu terkekeh. "Apalagi? Tentu saja membunuhnya. Ini terakhir kali kau melihat anakmu."

Setelah itu, sang presdir menyuruh antek-anteknya untuk menyeret bocah itu untuk pergi. Sang ayah menghentak-hentak mendapati sang anak yang ketakutan dan tidak ingin dipisahkan dari ayahnya.

Sungguh ia tidak terima jikalau anaknya dibunuh atas kesalahannya.

Sudah beberapa hari anak itu terkurung disitu dengan penuh siksaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah beberapa hari anak itu terkurung disitu dengan penuh siksaan. Presdir memasuki ruangan berdebu itu sambil terkekeh seperti iblis.

Ia berjongkok memperhatikan wajah anak itu. Kulitnya pucat, ia kedinginan dan bibirnya kering. Matanya sudah mulai kosong karena terlalu putus asa. Ia bahkan tidak menyentuh biskuit seadanya yang tepat berada disampingnya.

"Kenapa tidak makan?"

Anak itu mengangkat kepalanya. "Kumohon, bunuh saja aku sekarang."

Ia tidak tahan akan siksaan. Ia lelah dipukuli hingga lebam. Ia merasa hina diperlakukan seperti ini. Jadi, ia rasa mati lebih baik.

"Tidak bisa, kau harus mati pelan-pelan dan merasakan sakit." Presdir tersenyum bengis. Dan senyuman itu berhasil membuat bocah tersebut bergetar ketakutan.

Ia kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan beserta sejumlah anak buahnya. Menyisakan si bocah malang bersama kesepian.

Bocah menunduk dan mulai bernyanyi. Ini sudah jadi kebiasaannya. Dikala ia merasakan takut dan kesepian, ia akan menghibur dirinya sendiri dengan nyanyian.

Presdir yang masih berada di depan pintu gudang tercekat seketika. Lagu yang bocah itu nyanyikan sama dengan yang istrinya nyanyikan ketika tengah mengandung. Perlahan, hatinya melunak. Ia kembali memasuki ruangan.

Tatapnya beradu dengan netra sang bocah yang bergetar. Reaksi polos yang dipancarkan dari setiap anak kecil yang merasa dirinya terancam. Ia memandang setiap inci tubuh bocah itu.

"Apa yang sudah kulakukan?" Presdir berujar pada dirinya sendiri. Tidak menyangka ia melakukan hal sekejam ini pada seorang bocah yang tidak melakukan kesalahan apapun.

Ia memandang antek-anteknya. "Lepaskan dia!"

"Tapi tuan--"

"Aku bilang lepaskan dia!"

Suara presdir yang meninggi berhasil membuat orang-orangnya segera menurut. Mereka mulai melepaskan rantai dikaki bocah tersebut.

Setelah itu bocah itu tidak beranjak. Antara terlalu lemas untuk bangun atau memang ia terlalu takut. Sang presdir mendekat dan kembali berjongkok. Ia mengangkat tangannya. Namun sontak bocah itu memundurkan dirinya karena ia pikir ia akan dipukul lagi.

Presdir itu menghela nafas. Ia bergerak mengusap lembut surai bocah tersebut. Mendapat perlakuan demikian, sang bocah pun terheran-heran.

"Maafkan aku," lirih presdir.

Anak itu tidak berani menatap wajah pria paruh baya dihadapannya ini.

"Mulai sekarang, kau adalah anakku."

Seketika bocah itu mengangkat kepalanya dan memandang presdir tak percaya.







"Kim Gunho, itu namamu."

altero ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang