[9] Fact

2.6K 724 99
                                    

Aku benar-benar tidak bisa bersahabat dengan tempat ini. Burung-burung laut berkicau bersamaan dengan kepakan yang mengembang beberapa meter di atas gelombang. Desiran udaranya mengahantarkan bau khas yang mungkin bagi orang lain begitu menenangkan.

Tapi tidak denganku.

Keadaan ini seakan membunuhku. Apalagi kala aku menangkap deretan kontainer pengangkut barang diatas kapal-kapal besar. Aku pernah merasakan hidup berhari-hari didalam sana tanpa mengetahui waktu. Tanpa melihat cahaya luar dan tanpa tau sudah di mana aku berada. Yang terdengar hanyalah suara laut yang saling beradu. Dan itu sungguh mengerikan—setiap kali aku mengingatnya.

Paman polisi itu sampai heran melihatku yang berdiri kaku—tidak ingin berjalan lebih dekat lagi kearah dermaga—lantaran disitu banyak sekali kontainer yang mirip dengan yang kumasuki dulu.

"Ada apa?" Paman itu mengerutkan dahinya ketika menyadari aku memandang kontainer itu dengan mata bergetar.

Beberapa waktu, aku hanya mencoba menetralkan perasaan traumaku tentang masa lalu. Dalam hati merutuki, kenapa harus tempat ini yang kudatangi. Padahal sudah tau yang seperti ini merupakan kelemahanku.

"Ak-aku tidak bisa ke sana." Kalimatku terdengar gagap. Dan itu berhasil membuat si polisi itu mendatangiku.

"Baiklah, kita bicara di tempat lain saja. Nanti aku akan memeriksa kesana sendiri seusai kau bercerita."

Mungkin paman polisi ini akan berpikir, bahwa aku mengalami trauma atas kejadian yang Gunho alami bersama Junkyu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mungkin paman polisi ini akan berpikir, bahwa aku mengalami trauma atas kejadian yang Gunho alami bersama Junkyu. Padahal yang terjadi disini adalah tentang ketakutan masa kecilku. Alhasil, ia memberikanku segelas kecil teh hangat untuk menenangkan diri. Duduk agak jauh dari dermaga—tepatnya di sebuah kedai sederhana di sekitar situ.

Aku menceritakan seluruh kejadian—yang kemaren sudah dirinci kan oleh Gunho. Paman ini menulis semua yang ia dengar dariku di catatan kecilnya. Sehabis bercerita, suasana canggung pun sedikit menyeruak.

"Maaf, aku lupa mempertimbangkan bahwa mungkin tempat ini menjadi tempat yang paling kau hindari."

Aku menggeleng sembari tersenyum. Seakan meyakinkan bahwa itu tidak masalah.

Paman itu berdehem. "Aku ingin dengar cerita soal Keita."

Oh, benar. Aku lupa akan janji tersebut.

"Paman ingin tau darimana?" Tanyaku. Pasalnya, sudah pasti aku tau jawabannya. Karena Keita adalah aku.

"Di mana dia tinggal? Dia kan tidak punya keluarga di Korea." Tanya paman tersebut membuka obrolan baru.

Ada hal yang cukup aneh di bagian situ. Terlepas dari keinginannya untuk membuktikan bahwa aku tidak bunuh diri—bagaimana dia bisa tau aku tidak punya keluarga?

"Di panti asuhan. Tidak jauh dari pusat kota." Aku menyesap sisa tehku.

"Bagaimana dia menjalani kehidupannya? Maksudku, apakah dia punya musuh, hutang atau sejenisnya sampai kau berspekulasi bahwa ia dibunuh."

altero [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang