flashback||2

35 4 2
                                    

Sore itu pukul 4.30 P.M ekstra kurikuler Music Club sudah selesai tapi aku tetap tinggal di ruang musik itu saat yang lainnya sudah pulang. Hatiku benar-benar sakit. Aku sangat menyesal.

Aku duduk dengan gitarku di bangku bersandaran di pinggir ruang musik yang sama besarnya dengan kelasku itu. Lagu "Dan" dari Sheila on 7 terngiang-ngiang di pikiranku. Aku pun menyanyikannya. Sendirian di ruang musik itu dengan air mata mengalir di pipi.

Lirik lagu itu benar-benar pas dengan apa yang kurasakan saat itu.

"Dan, dan bila esok datang kembali
Seperti sedia kala dimana kau bisa bercanda
Dan, perlahan kaupun lupakan aku
Mimpi burukmu dimana tlah ku tancapkan duri tajam
Kaupun menangis, menangis sedih
Maafkan aku

Dan, bukan maksudku bukan inginku
Melukaimu sadarkah kau di sini kupun terluka
Melupakanmu.. menepikanmu..
Maafkan aku"

Nafasku semakin sesak air mataku semakin deras. Dan masih kulanjutkan nyanyianku ke bagian Chorus lagu itu yang akan membuatku semakin sesak nantinya. Ini lah hukuman untuk kebodohanku yang amat kusesali.

"Lupakan lah saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala

Caci maki saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala"

Aku terus bernyanyi sambil merasakan perasaanku yang semakin memuncak saat itu.

"Dan, bukan maksudku bukan inginku
Melukaimu sadarkah kau di sini kupun terluka
Melupakanmu.. menepikanmu..
Maafkan aku"

Sampai akhirnya aku benar-benar tidak sanggup melanjutkan lagu itu. Aku hanya terus menangis. Sampai seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam ruang musik itu. Ya dia..

"Yas.." sapanya dengan nada bicara yang sedikit tertekan.

"Ma.. Malik." Aku kaget dan langsung mengusap air mataku.

"Aku mendengar suara seorang gadis  menyanyi disini walau kelas musik sudah selesai setengah jam yang lalu. Aku tau itu kamu Yas.." ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Dan lagu itu.. lagu itu sungguh menyayat hati Yas.. aku minta maaf.. aku membuatmu merasa sakit sampai kamu menangis seperti ini." Lanjutnya.

"Ti.. tidak.. Malik.. aku lah yang seharusnya minta maaf padamu." Aku tidak tau harus berkata apa lagi padanya, dadaku terasa sesak sekali.

"Tidak.. aku merasa egois.. hanya karena aku jatuh cinta padamu aku memaksakannya dan berkeyakinan besar kamu akan menerimaku lalu ternyata keyakinanku salah dan sebagai sahabatmu aku bukannya menghargai keputusanmu dan malah berlarut-larut dalam patah hati yang seharusnya tidak kulakukan.." ucapnya. air matanya juga mulai mengalir.

"Malik.." aku tidak bisa bicara banyak dan hanya terus menangis.

"Kamu gadis pertama yang membuatku merasa aku benar-benar jatuh cinta.. dan hatiku sakit sekali saat itu. Aku hanya memedulikan perasaanku sendiri saja tanpa sadar aku menyalahkanmu dan melukaimu sekaligus. Perasaan itu bagai pedang bermata dua bagiku.. aku sungguh minta maaf." Lanjutnya lagi.

"Malik.. aku tidak pernah berfikir begitu.. justru aku yang egois yang tidak menghargai perasaanmu. Seharusnya saat itu kata-kataku tidak sepedas itu. Aku terus menyesalinya aku membaca pesan-pesanku padamu waktu itu berulang kali. Aku menghukum diriku sendiri karena rasa menyesalku ini. Aku sungguh tidak ingin kehilangan sahabatku. Malik.. aku minta maaf." Akhirnya aku bisa menjelaskan padanya walau masih tidak bisa kukatakan kalau dia telah mencuri hatiku lebih dari sekedar sahabat.

"Yas.. aku memang berpacaran dengan Wulan tapi kamu sahabatku.. kita bisa menjadi sahabat seperti dulu lagi kan.. aku benar-benar tidak bisa melepaskanmu apalagi melupakanmu." Ucapnya sambil menghapus air mataku dan tersenyum lembut.

Aku hanya menganggukkan kepalaku dengan senyum yang terasa berat. 

Sore itu warna jingga di langit senja terasa hangat menemani. Malik mengantarku pulang dengan motornya namun kami masih tidak bisa mengobrol seperti dulu. Rasa canggung yang benar-benar menjadi dinding besar di antara kami saat itu.

tHEyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang