"Mel. Mama sama papa mau ke rumah tante kamu. Besok juga pulang lagi." Ucap Lina ketika berada di ruang keluarga bersama Mela. Lebih tepatnya ibu dan anak itu sedang duduk di sofa sembari menonton televisi.
Mela menengok ke arah mamahnya, yang berada di samping. "Loh kok aku gak di ajak,"
"Janganlah. Mending di rumah aja. Atau gak keluar sama kakak kamu. Tapi kalo sama Marcho gak papah asal disitu juga ada kakak kamu. Biar gak jadi fitnah, kalo berduaan terus," Lina mengusap puncuk kepala Mela. Mela mengubah posisi duduknya lalu memeluk Lina dengan manja.
Mela cemberut. "Kok mama gitu sih."
"Mama udah bilang kok ke kakak kamu. Suruh jagain kamu yang bener. Kalo misalnya kakak kamu main ya ikut aja. Yang penting kamu jangan di rumah sendirian."
"Ya udah gimana mama aja. Yang penting aku minta uang jajan lebih. Bolehkan," pinta Mela.
"Dasar. Anak mama pinter banget kalo masalah uang."
"Hahaaa iyaa dong. Anaknya mama Lina." Cengir Mela. Lina memeluk anaknya gemas.
Setelah membicarakan perihal Lina dan Brata pergi. Akhirnya keduanya anaknya menyetujui bahwa mereka tidak masalah bila ditinggalkan di rumah.
Menurut Mela dan Rama. Tidak apa-apa mereka ditinggal untuk sementara yang penting dengan syarat uang jajan mereka minggu sekarang dinaikan.
Brata karena kesal melihat kedua anaknya. Jika berhubungan dengan keinginan dan uang mereka akan kompak. Jadi, Brata setuju untuk menaikan uang jajan mereka, tapi hanya minggu depan saja. Jika berlanjut bisa habis uangnya.
"Ya udah mama berangkat dulu." Pamit Lina.
"Jagain adek kamu," pesan Brata. Rama mengangguk dengan perintah papanya. Toh memang itu keajibannya sebagai seorang kakak pada adiknya.
Malam telah tiba. Rama dikamarnya tengan bersiap-siap untuk pergi main bersama teman-temannya. Ia sedang bercermin memandang wajahnya karena ia mewarisi semua wajah papanya. Betapa bangganya ia menjadi keluarga Brata.
Setelah rapih. Rama pergi keluar kamar dengan memakai setelan clana levis warna hitam dipadukan dengan baju putih polos dan sepatu yang sama dengan warna bajunya.
Namun ketika sampai di ruang tamu ia bertemu dengan empat sejoli yang tengah menonton dvd horor kesayangan Mela. Karena adiknyaa sangat pecinta horor tapi orangnya penakut.
"Dek, gue berangkatnya udah di tungguin ama si Febri di coffe tempat dia kerja part time. Lo baik-baiknya. Awas lo berempat kalo macem-macem," ucap Rama berpesan.
Tunjuk Rama ke Marcho."Terutama untuk lo Marcho. Awas lo macem-macem sama adek gue.,"
Marcho yang di perintahkan seperti itu hanya mengangguk. Karena baginya Rama adalah kakak dari pacarnya jadi sebisa mungkin ia patuh. Meskipun jika di sekolah mereka tidak terlalu akrab.
"Oke boss." Sahut Marcho mantap.
Rama yang sudah siap. Ia lantas peehi ke gerasi mengambil mobilnya.
***
"Nonton horor terus. Kmu gak takut?" Tanya Marcho pada Mela.
"Enggak sihh. Malahan aku suka. Soalnya kata mbah google bisa buat diet juga. Soalnya kan kalo nonton horor kita tuh tegang, terus apa lagi aku lupa. Pokoknya gitulah?" Sahut Mela santay seraya menyeruput minuman jusnya.
Posisi mereka terbilang aneh. Karena Mela berada di sofa tiduran. Dan Marvho posisi duduknya berada di dekat kepala Mela. Sedangkan Marcho duduk di atas karpet bersebelahn dengan Mili.
Semuanya tampak serius melihat film horor yang mereka lihat. Tanpa sadar Marcho mengubah posisi tangannya. Yang tadinya mengepal lalu berpindah ke sebelah kiri badannya. Karena tak tahu, jika di sebelahnya ada tangan Mili. Marcho memegang tangan Mili.
Entah sengatan atau apa Marcho nyaman tangannya bersentuhan dengan Mili.
Mili melihat itu dan kaget. Tapi, Maecho malah tersenyum. Seperti tak masalah bila posisi tangam mereka seperti itu. Mili merasakannya. Bahwa ia juga merasakan apa yang di rasakan Marcho. Bahwa ia pun sama. Sama-sama nyaman. Namun, keduanya tidak menyadari bahwa Mela melihat itu.
Pikir Mela. Mungkin itu tidak sengaja. Jadi, ia tidak terlalu memusingkan tentang hal itu.
Namun beberapa menit berlalu. Ketika Mela melihat posisi tangann itu. Posisinya Masih sama. Sama saling memegang bukan menggenggam. Ia lantas
Mengabaikan pikiran negatif, yang muncul di otak dan hatinya. Mungkin tidak di sengaja.
Karena Mela merasa agak perih di matanya. Ia memejamkan matanya untuk menetralkan raganya.
Ia percaya kekasihkan tidak akan melakukan hal-hal yang tidak di inginkan.
"Aku juga ingin merasakannya. Tolong tuhan aku sangat menyukai momen ini". Batin Mela merintih.
***
Makin Gajekan....
Butuh Komentan dan kritiknya. Ini cerita pertamaku..
Muah buat yang baca..
Seee youu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA Empat SEGI
RandomIni khusus orang-orang kepo. Ini hanya cerita fiksi yang menyajikan cerita berbeda dari yang lain. so, buka aja. Terima kasih ^^