June sedang fokus pada dokumen yang ada di atas meja kerjanya saat seseorang tanpa tau malu masuk ke dalam ruangannya. Lelaki tinggi itu diam saja, masih sibuk dengan tumpukan dokumen sialan itu. Tau siapa yang datang, June tidak juga berniat untuk mendongak.
"June." Suara itu dibarengi dengan ketukan jari diatas meja. June masih diam, malas menanggapi hal yang bahkan dia sendiri sudah tau akan seperti apa akhirnya.
"Juneeee...." Kali ini dibarengi dengan hentakan kaki. Merajuk.
Akhirnya pria itu menyerah. Pandangannya ia alihkan pada seseorang yang kini tengah berdiri di depan meja kerjanya. "Apa Jinan?" Tanyanya kemudian.
Yang ditanya hanya tersenyum. Enggan menjawab. Melihat Jinan yang hanya diam saja, June memutuskan untuk kembali berkutat dengan dokumen-dokumennya. Memang sia-sia tadi dia menjawab panggilan Jinan.
Jinan ini kekasih June, terpaut 7 tahun dengan June. June sendiri sekarang sudah menjadi Direktur muda di perusahaan ayahnya, dan Jinan masih kelas 2 SMA.
"Ish Juneeeee.." Jinan hobi sekali mengganggu pekerjaan June. Entah itu di kantor ataupun di apartement. June sudah biasa dengan rajukan Jinan, jadi dia mengabaikan Jinan.
"June dengarkan dulu, memangnya kau tidak penasaran dengan apa yang terjadi padaku?" Tanya Jinan serius.
June hanya menggeleng, sudah tau kalau berita yang akan disampaikan Jinan hanya omong kosong. Jinan ini masih kekanakan, dan June tau itu.
"Juneeeee..." Rajukan lagi. Sudah kebal telinga June mendengarnya.
Melihat June yang lagi-lagi mengabaikan panggilannya, Jinan berinisiatif untuk menyingkirkan dokumen-dokumen sialan itu. Dan tubuh mungilnya merangsek masuk ke dalam pangkuan June.
June terusik, mencoba menyingkirkan Jinan dari pangkuannya, tapi Jinan keras kepala. Lengan rampingnya malah dipakai untuk memeluk pundak June. Sangat erat.
June menghela nafas pelan. Menyerah. Kalah telak.
"Baiklah, ada apa baby?" Tanyanya pelan. Tangannya dia gunakan untuk membereskan dokumen yang berserakan akibat ulah Jinan.
Jinan tersenyum malu-malu dalam pelukannya. Ada apa dengan Jinan?
"Jinan, kalau kau tidak juga menjawab lebih baik kau turun dari pangkuanku. Lihat pekerjaanku, menumpuk." Kata June. Dia kesal sekali, pekerjaannya menjadi dua kali lipat sekarang.
"June, eum... Bagaimana kalau ternyata aku ini sedang hamil?" Tanya Jinan malu-malu. Wajahnya ia sembunyikan di leher jenjang June.
"Tidak mungkin." Jawab June tegas. Jinan terlihat kecewa, tapi dia tidak menyerah.
"Aku betulan, June. Kau tau kan tadi pagi aku muntah-muntah, dan juga aku sedikit pusing. Itu kan tanda-tanda seseorang sedang hamil." Balas Jinan tak mau kalah. Tapi June terlihat santai, tidak tegang ataupun panik.
"Laki-laki mana bisa hamil, Jinan." June ini benar-benar heran dengan Jinan, dapat darimana dia pikiran seperti itu?
"Ish June aku serius." Jinan semakin merajuk karena June tidak juga percaya padanya.
"Aku juga serius, Jinan. Mana ada laki-laki hamil, kan?" Balas June acuh. Pusing sekali dia menghadapi Jinan.
Jinan terlihat sedih, dilonggarkannya pelukan mereka. Kini lelaki mungil itu menatap June. Matanya berkaca-kaca saat memandang June.
"Jun, kau tidak percaya padaku? Apa kau lupa dengan aku yang muntah-muntah tadi pagi?" Tanyanya sendu. June merasa bersalah melihatnya. Tapi dia yakin Jinan tidaklah hamil.
"Jinan, bukankah kalau tadi pagi kita sudah memeriksakannya ke dokter? Kau ingat dokter berkata apa?" June balas bertanya. Di lihatnya Jinan yang menundukan kepala membuatnya ikut bersedih. "Kau hanya masuk angin, Jinan." Lanjutnya.
Jinan hanya diam, tak lama air matanya turun. Sedih sekali dia mendengar kenyataan bahwa dia hanya masuk angin bukannya hamil.
"Tidak usah menangis. Kau tidak bisa hamil pun tidak apa-apa. Aku akan tetap mencintaimu." Suara husky June terdengar menenangkan. Lelaki tinggi itu segera merengkuh tubuh kecil Jinan ke dalam pelukannya.
"Kau janji tidak akan meninggalkanku karena aku tidak bisa hamil dan memberikanmu anak?" Cicit Jinan. June mengangguk setelahnya.
"Jinan, jangan terlalu sering bermain dengan Bobby ya? Dia hanya iseng padamu." Kata June. Dia tau kenapa Jinan bisa bertanya ini-itu pada June, ini semua gara-gara Bobby. Bobby itu hobi sekali menjahili Jinan. "Dan masalah anak, bukankah kita bisa mengadopsinya?" Sambung June.
"Benar. Kita bisa membeli anak." Sahut Jinan. "Jun, ayo kita membeli anak."
June kaku.
"Nanti setelah kau pulang bekerja, kita pergi membeli anak ya?" Ini Jinan yang berkata dengan gembira.
Tidak lagi, inner June.
Udahan.
Aku nggak bisa bikin judul, jadi cuma hitungan.
Hehe