Langit semakin gelap kala Jinan mengangkat masakannya. Ini sudah memasuki waktu makan malam tapi June belum juga pulang dari rumah sakit. Tidak biasanya pria itu terlambat pulang. Mungkin dia terjebak macet, Jinan mencoba berpikir positif.
Sembari menunggu June, pria yang kini menyandang gelar marga sang suami itu menata menu makan malam hari ini. Bukan menu mewah, hanya makanan favorit sang suami. Selagi dia menata makan malamnya di atas meja, pintu rumahnya dibuka oleh seseorang dari luar. June pulang.
"Aku pulang.." Jinan segera menghampiri June dan menyambutnya dengan penuh senyum. June membalasnya dengan sebuah kecupan manis pada kening Jinan.
Sebagai istri -suami sebenarnya karena mereka sama-sama pria- yang baik, Jinan membawakan tas June dan menyimpannya di ruang kerja June. Sementara June bergegas mandi dan bergabung dengan Jinan yang sudah menunggu di meja makan.
Keduanya telah menjalani kehidupan rumah tangga hampir dua tahun. June adalah seorang dokter gigi di sebuah rumah sakit ternama, sedangkan Jinan adalah seorang penulis. June tidak setiap hari praktik di rumah sakit, dalam seminggu mungkin hanya tiga kali dan sisanya dia membuka praktik di klinik gigi miliknya. Jinan sendiri lebih senang menghabiskan waktunya di rumah, membereskan rumah, memasak untuk June, menulis adalah hobinya. Jadi kegiatan menulis dia lakukan ketika memiliki waktu senggang.
June tidak pernah mempermasalahkan kegiatan Jinan sehari-hari. Dia bahkan cenderung senang bila Jinan diam di rumah daripada harus bekerja diluaran sana. Tipe suami yang sangat memanjakan pasangannya. Lagipula, untuk apa Jinan bekerja bila dia masih sanggup menafkahi Jinan? Bila Jinan memaksa untuk bekerja maka dia yang akan diam di rumah.
Jinan tinggal memilih, ku nafkahi dan ku manjakan atau kau yang memberiku nafkah?
.
Selesai makan malam mereka selalu menyempatkan untuk menonton bersama di ruang TV. Tidak akan lama karena biasanya Jinan akan merengek bila sudah jam 9 malam, pria itu akan mengajak June untuk tidur.
"Jun, aku ingin pergi ke panti asuhan." kata Jinan tiba-tiba. June menoleh ke arah Jinan yang sedang berbaring dengan kepala berada di pahanya.
"Panti asuhan?" tanya June memastikan, mungkin saja dia salah dengar.
"Ya, ku rasa semakin kemari aku butuh teman. Setidaknya aku tidak akan kesepian bila kau sedang bekerja."
"Jadi?" June sebenarnya paham apa yang dimaksud oleh Jinan, tapi dia hanya ingin mendengar langsung dari mulut si mungil. Walaupun dia orang yang dingin, kepekaan dia terhadap Jinan sangat kuat,
"Bolehkah aku mengadopsi seorang anak?" tanya Jinan pelan, kini ia menatap wajah June dari bawah. Tangannya terulur untuk mengelus rahang tegas sang suami.
"Kau sudah siap mengurus bayi?" June balik bertanya karena jujur saja ia sedikit ragu dengan tingkah Jinan yang masih kekanakan.
"Bukan bayi, Jun. Mungkin aku akan mengadopsi yang berusia tiga atau empat tahun."
"Baiklah, ketika aku libur kita perg ke panti asuhan." putus June, mana bisa dia menolak permintaan istrinya. Jinan terlihat sangat senang hingga dengan cepat memeluk June dan mengatakan aku mencintaimu berulang kali. Tak lupa dia juga menyisipkan ciuman sebagai ungkapan terima kasih.
.
Keduanya kini tengah berbaring di atas ranjang. June dengan setia mengelus kepala Jinan yang bersandar di dadanya. Jinan masih menggumam tentang kegiatannya hari ini. Terdengar seperti racauan daripada gumaman. Jinan ini sudah mengantuk tapi mulutnya tidak mau diam. Tangan yang semula mengelus kepala Jinan kini turun ke pantat Jinan dan menepuk-nepuknya lembut. Cara satu-satunya agar Jinan cepat tidur.