"Nan, pulang sekolah ngewarnet kuy." Chanu, 17 tahun, hobi ngewarnet buat main game.
"Tapi jangan balik dulu ya, ntar bisa-bisa gue diomelin ayah." Jinan, 17 tahun kurang sedikit, mudah goyah bila diajak ke warnet.
Mereka adalah anak SMA tingkat akhir, berada dalam kelas yang sama. Sudah saling mengenal sejak SMP. Tipikal teman yang tidak nyambung. Tidak saling menguntungkan -ini kata Jinan- karena biasanya Chanu akan memanfaatkannya.
Jinan itu anak manja kesayangan ayahnya. Ibunya sudah tiada, dalam artian kabur dari rumah dan menikah lagi dengan pria lain. Jinan benci ibunya, karena beliau meninggalkan Jinan sejak kecil. Jadi satu-satunya orang yang dia cintai adalah ayahnya.
"Oooy Jinun.." panggil Bobby. Jaraknya dengan jarak Jinan hanya satu meter tapi manusia itu malah berteriak.
Jinan mendengus, manusia kampret ini mau apa lagi sih, gerutu Jinan. Tapi dia tetap menghampiri Bobby.
"Jinan bukan Jinun. Seneng banget ngubah nama gue sih ah heran." Jinan kesal karena Bobby selalu ngubah namanya. Kadang Jinun, kadang Inan, bahkan kadang Nani. Memangnya dia perempuan dipanggil Nani.
"Lu liat Mambin?" tanya Bobby sama sekali tidak nyambung.
Jinan menggeleng, mana ada dia lihat Hanbin, dia saja baru datang ke sekolah. "Nggak." katanya singkat, padat dan berisi.
"Duh my honey bunny sweety ulala gue kemana ya? Masa sih lu nggak liat Mambin?" Bobby ini cerewet sekali sih.
"Ya mana gue tau, Babi. Lu liat sendiri gue bahkan belum sampe ke kelas. Gue baru aja menjejakkan kaki ini ke sekolah. Mana ada gue liat Hanbin. Plis deh." balas Jinan, dia merotasikan matanya.
"Bobby woy bukan Babi." protes Bobby.
"Jinan woy bukan Jinun." balas Jinan sambil berlari menjauhi Bobby yang terdiam di tengah lapangan sekolah.
.
Jinan adalah anak tunggal, terlahir sebagi anak tunggal membuatnya tumbuh menjadi sosok yang manja. Ayahnya adalah pekerja kantoran, menjabat sebagai seorang Direktur. Beliau orang yang tegas namun penuh perasaan bila sudah berhadapan dengan Jinan.
Jinan tidak pernah menyesal karena tidak memiliki ibu. Walaupun ketika duduk di bangku SD hingga SMP teman-temannya selalu bertanya perihal kemana ibunya, dia tidak pernah merasa sedih atau apapun. Dia sudah terbiasa dengan pertanyaan semacam itu.
Jinan tidak pernah merengek dan bertanya kemana ibunya pada sang ayah. Karena yang dia tau, ibunya pergi dan tidak akan pernah kembali.
Pernah suatu waktu ada beberapa teman yang mengejeknya karena tidak punya ibu, Jinan tidak sakit hati karena itulah kenyataanya. Jinan tidak pernah marah bila ada orang yang menyangkut pautkan dirinya dengan sang ibu.
Tapi bila itu sudah membawa nama ayahnya, dia akan menjadi murka. Tidak ada yang boleh menyakiti ayahnya. Walaupun ayahnya galak, tapi Jinan menyayanginya.
"Woy, ngelamun mulu. Kesambet baru tau rasa lu." Hanbin muncul dan mengejutkan Jinan. Jinan melirik kearah sahabatnya dan mendengus saat melihat sesosok makhluk astral di belakang Hanbin.
"Apa lu liat-liat gue? Naksir?"
"Najis." jawab Jinan ketus. Hanbin hanya terkekeh, Jinan dan Bobby tidak pernah akur.
"Chanu ngajakin ngewarnet ya Nan?" ucap Hanbin mengalihkan atensi kedua pemuda yang saling melempar tatapan tajam itu.
"Iya. Lu mau ikut Bin?" Jinan balas bertanya.