Untuk pertama kalinya aku memiliki semangat untuk pergi kesekolah, padahal tidak ada yang berbeda dari biasanya atau mungkin karena Ares yang telah kembali ke sekolah. Tidak mungkin. Aku tidak seaneh itu.
Aku melangkah di koridor yang masih sepi. Terlalu bersemangat hingga aku datang terlalu pagi. Kelasku masih kosong. Tidak ada seorangpun kecuali diriku sendiri. Aku duduk di tempatku, menatap jarum jam yang terus bergerak.
Tidak tahu bagaimana tiba tiba saja Ares sudah berdiri di depanku. Menatapku lurus dengan netra karamelnya. Hanya ada kami berdua di ruang kelas ini. Aku tidak menyangka Ares akan datang sepagi ini.
"Lo kenapa?"
"Ngantuk," ujarku yang yang benar adanya.
"Coba berdiri."
Aku berdiri sesuai ucapan Ares. Aku juga bingung kenapa aku menurut saat ini. Secara tiba-tiba, ares memeluk tubuhku. Meletakkan dagunya di pundakku. Aroma segar tubuhnya menyeruak masuk keindra penciumanku. Menyegarkan pikiranku. Rasa kantuk itu menghilang dalam sekejap.
Tubuhku seakan ingin terus seperti ini tapi otakku berjalan lebih baik hari ini.
"Res, lepas. Ini masih di sekolah, nanti ada yang liat."
Keadaan kelas memang masih cukup sepi tapi tetap saja ini tidak nyaman jika sampai kami kepergok sedang berpelukan diruang kelas yang sepi. Bisa-bisa kami malah di tuduh melakukan sesuatu yang tak senonoh.
"Kenapa? Lo mau kalau dirumah gue?" ujar ares begitu ambigu. Aku melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Ucapan lo ambigu, Res."
Ares menatapku datar. "Pikiran lo aja, tuh yang kemana-mana." Nada sinis ares terdengar kembali menyebalkan bagiku.
"Sifat lo bener bener nyebelin ternyata."
"Baru tahu?" Seringai ares dan secara cepat mengecup pipi kananku. Tubuhku mematung sedangkan si pelaku telah kabur keluar kelas.
Rita yang berada di depan pintu sama terkejutnya denganku. Aku berpura-pura tidak terjadi apa apa dan langsung duduk di bangkuku kembali. Mencoba mengalihkan topik dengan membahas tentang porseni yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
"Rita, lo ada liat Ares?" tanyaku pada Rita yang berada di sebalahku. Bel masuk sebentar lagi akan berbunyi. Namun, Ares tak kunjung kembali ke ruang kelas.
Rita menunjuk kearah pintu kelas dan secara mengejutkan. Ares berjalan masuk bersama Arif disampingnya. Kerumunan cowok-cowok langsung menghadang Ares. Menyambut kembalinya pemimpin mereka.
Mata caramel itu kembali bertemu denganku. Dia tersenyum mengejek. Pasti teringat kejadian tadi pagi. Dasar, ku kira sifat menyebalkannya akan hilang.
"Gantengkan temen gue?" ujar Arif yang sudah berada di sampingku entah sejak kapan.
Aku merollingkan mata malas. Arif tertawa dan dengan sengaja membisikkan sesuatu di telingaku. Dapatku lihat Ares yang langsung berjalan cepat kearahku dan secara tiba tiba menarik Arif menjauh dariku.
"Dia ngomong apa?" tanya Ares melirik kearah Arif yang terkekeh di pitingan Ares.
"Enggak ada ngomong apa-apa," jawabku yang benar adanya. Arif tidak ada membisikkan apapun.
Ares menatap Arif tajam sedangkan yang ditatap malah tertawa menikmati candaannya yang berhasil. Sangat jarang dapat melihat reaksi seperti itu dari seorang Ares.
"Jangan dekat dekat dia. Parasite," ucap Ares dan membawa Arif menjauh dariku. Arif terlihat memberontak tidak terima dibilang parasite.
Aku melirik Rita yang terus menatap ke arahku, "Kenapa?"
"Sejak kapan lo deket sama Ares?"
*****
Bel istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu. Untungnya saat aku dan Rita sampai di kantin masih ada 1 meja kosong. Aku dan Rita segera duduk di sana. setelah menyebutkan pesanan. Aku dan Rita mengobrol tentang apa saja termasuk tentang teman tak kasat mata Rita yang sering menemeni Rita di rumah.
Aku tidak takut tentang hal hal yang berbau hantu. karena bagiku itu hanya sesuatu yang tak penting untuk ditakutkan bahkan aku lebih takut pada manusia.
Entah datang dari mana, Ares sudah duduk tepat di sampingku bukan hanya sendiri tapi dia juga membawa Arif, Chris, Yudha dan lain lain. Membuat meja untuk 6 orang ini menjadi sempit dan panas pastinya.
Tanpa mempedulikan kehadiran Ares cs, Rita kembali menyambung ceritanya dan kali ini dia membahas lapangan belakang SMA HARAPAN yang terkenal angker. Aku sempat bingung dari banyak tempat di SMA HARAPAN kenapa harus lapangan kan nggak nyambung banget buat tempat angker itu.
"Katanya lapangan itu bekas rumah kebakaran dan satu keluarganya nggak ada yang selamat," ucap Rita memulai ceritanya.
Ares meminta minumanku dan aku menyodorkannya begitu saja. Aku sangat suka mendengar cerita horor seperti ini. Ternyata bukan hanya aku melainkian semua orang yang berada di meja ini, kecuali Ares tentunya. Keadaan sekitar mulai menghening, semua mata dan telinga terfokus kearah Rita, mendengarnya dengan seksama.
Ares berulah lagi, kali ini dia meminta permen lolipop yang sedari tadi kumakan. Aku memberikan permen baru dari sakuku.
"Kebarakannya terjadi saat malam jumat, tepat tengah malam. cahaya merah membara di malam gelap itu, pohon beringin yang berada di samping rumah juga ikut terbakar. kobaran api begitu besar hingga membuat seluruh warga panik. suara teriakan dan jeritan terdengar dari dalam rumah yang terbakar." Suasana mulai mencekam, tidak ada yang bergerak dari tempatnya.
"Lo tau gak? pak kus pernah pingsan gara gara kepleset kulit pisang dilapangan belakang," Ares membisikkan sebuah cerita lucu ditelingaku, cerita yang sangat berbeda dengan cerita horor Rita.
Ares menceritakan semua hal hal konyol yang pernah dia lakukan dan itu sangat lucu. Aku jadi tidak fokus mendengarkan cerita horror Rita meski mataku masih terfokus kesana. Telingaku lebih sibuk mendengar cerita konyol milik Ares.
"Setiap malam jumat, akan tercium bau daging terbakar dari pohon beringin itu," sambung Rita yang membuat Arif dan chris tanpa sadar saling berpelukan karena takut.
"Hahaha...." Aku tidak bisa membendung tawaku karena cerita lucu Ares yang dia bisikan ditelingaku namun semua mata menatap kearahku, membuatku menatap mereka bingung.
"Kenapa?"
"Lo yang kenapa? Cerita serem gitu malah ketawa. Psikopat lo," ujar arif mewakili pikiran mereka.
Aku baru sadar, segera aku memukul punggung Ares yang sengaja melakukan itu. Ares malah tertawa tak berdosa, menggigit permen lolipop miliknya dengan senyum nakal.
"Kalian sadar sesuatu gak sih?" Tanya arif dengan wajah bingung kearah teman temannya dan kembali menatap kearah aku dan Ares.
"Apa?" tanyaku, menanyakan pandangan mereka yang tak biasa.
"Kayaknya ada gajah dibalik semut, "ucap Chris yang kini menatap aku dan Ares menyelidik.
"Maksud lo?" Tanya Beni yang ternyata juga tak mengerti. Arif melirikkan matanya kearah aku dan Ares. Sontak semua mata melirik ke arah kami berdua. Entah apa yang ada di pikiran mereka hingga mereka tersenyum ke arahku.
"Ngapain lo pada senyum senyum?" ketus Ares kesal melihat teman temannya yang mencurigakan.
"Kenapa? kita kan cuma senyum, ngapa lo sewot," cibir Chris masih dengan senyum aneh di wajahnya.
"Udah jujur aja, kitakan temen lo " ujar yudha, meninju lengan Ares, menggodanya.
"Kalian pacaran kan?" Tanya Rita to the point. Terlihat yang lain mulai memasang senyum yang tak biasa. aku diam saja, membiarkan Ares yang menjawab, biar dia yang memutuskan apa status kami sebenarnya.
"Iya, cia pacar gue, kenapa? nggak suka lo pada?" Tantang Ares kearah teman temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares ✔
Romance[COMPLETED] "Ada lagi yang mau bertanya," ucapku. Aku sudah lelah bediri di depan kelas ini. "Satu lagi." Suara itu. Berat dan tenang. Tunggu bukankah itu suara si malaikat yang tadi bersamaku. "Ya?" "Menikahlah denganku." Itu bukan pertanyaan. Itu...