Bandara Soekarno Hatta, Terminal Dua
Mang Ajat ikut menurunkan barang bawaan Razi dan Tami di Drop Zone. Hari itu Tami memakai jilbab dan gamis biru lebar, sementara Razi memakai celana jeans straight dan T-shirt putih polos. Keduanya memakai tas pinggang yang diselempangkan di dada yang berisi dokumen penting. Pak Michael dan Bu Rahmi menunggu di sebelah pintu mobil sambil berbisik pelan satu sama lain.
Razi mengambil troli dan menyimpan barang bawaan mereka berdua diatasnya. Dia dan Tami berpamitan kepada Pak Michael dan Bu Rahmi sebelum masuk untuk check in.
"Hati-hati di jalan ya, Sayang." Bu Rahmi memeluk Tami sambil
mencium kening anak semata wayangnya. Tenggorokannya serasa tercekat, baru kali ini dia membiarkan anaknya bepergian tanpa ditemani oleh dirinya. "Razi, jagain istri kamu ya Nak," Razi pun mendapat pelukan yang sama."Heb een voorspoedige reis" Kali ini Pak Michael memeluk Razi lebih dulu, lebih erat dari Bu Rahmi.
"Bedankt, mijn schoonvader." jawab Razi pelan, ada sesuatu yang diselipkan Ayah mertua ke saku jeansnya,
"Vraag het niet, nanti aja diliat kalau udah di pesawat." bisik Pak Michael, dia lalu memeluk Tami erat. Kali ini dia tak bisa menahan rasa sedih, dia tersedu-sedu sampai Bu Rahmi harus menenangkan,
"Ih Ayah apa deh, kan Tami cuma bentar perginya," Tami mengeluarkan sapu tangan dari kantong gamis dan melap air mata Ayahnya, Pak Michael mencoba tersenyum, lalu setelah pelukan terakhir, Razi dan Tami
berjalan masuk menuju counter Check-In Thai Airways.Dua jam kemudian,
Pesawat Thai Airways tujuan U-Tapao International Airport mulai lepas landas meninggalkan Bandara Soekarno Hatta. Razi dan Tami hanyut dalam doa safar selama beberapa menit, tak lupa mereka melafalkan dzikir tambahan sebagai bentuk rasa syukur sampai lampu tanda seatbelt dimatikan. Razi teringat sesuatu ketika pramugari mulai membagikan minuman dan snack,
"Ayah tadi ngasih sesuatu," kata Razi, dia mengeluarkan benda yang tadi diselipkan Pak Michael dari saku jeansnya, sebuah amplop terlipat. Isinya ada uang dua ribu Euro dan secarik kertas kecil,
-Ayah tau kamu gak bakal terima, tapi ini cuma sedikit uang jajan buat beli es krim di Pattaya nanti-
"Apa isinya?," Tanya Tami, Razi lalu memberikan isi amplop itu kepada istrinya,
"Aku gak enak megangnya, kamu aja deh yang simpen." Untuk saat itu, uang di amplop setara dengan pendapatan Razi selama enam bulan,
"Alhamdulillah, Ayah baik banget." gumam Tami,
Sambil menikmati snack, Tami membicarakan itinerary mereka selama lima hari di Pattaya. Ada beberapa rencana yang mereka batalkan karena permintaan Razi yang ingin lebih banyak waktu berdua dengan Tami.
"Tam," kata Razi pelan,
"Iya?"
Razi lalu menaikkan pegangan kursi yang jadi pemisah tempat duduk mereka berdua. Dia menarik Tami supaya mendekat. Sambil memainkan tangan Tami yang halus, dia berbisik,
"Aku... boleh manggil kamu sayang gak?"Tami tersenyum senang, "Boleh banget, Honey" dia balas berbisik di telinga Razi, keduanya lalu tertawa tertahan. Razi melingkari tangannya ke pinggang Tami, lalu membaringkan kepala Tami ke pelukannya.
Awan diluar seakan menyambut dua insan yang baru bersatu dalam naungan suci pernikahan. Deru turbo pesawat tidak mengusik kebersamaan mereka berdua. Sambil sesekali mengelus kepala Tami, Razi melantunkan dzikir paginya yang tertunda menggunakan ruas jari Tami.
"Kok pake jari aku?," tanya Tami manja,
"Aku pingin megang tangan ini lagi di surga." jawab Razi lembut.
Bersambung
