01

1.7K 109 10
                                    

.

.

Hinata's pov

Hari aku sangat senang karena secara tidak sengaja aku bertemu dengan Naruto di sebuah restoran –lebih tepatnya aku yang membuat agar terlihat seperti sebuah ketidaksengajaan. Aku rela bertingkah bodoh, berpura-pura mencari meja yang kosong agar Naruto menawariku duduk di meja-nya. Kepura-puraanku berhasil, kini Naruto sudah melihatku dan memanggilku.

"Hinata! Sini sini di sini!" aku berjalan mendekati meja Naruto dan dua temannya. "Kau akan makan di sini juga?"

"Eh, i-itu aku..."

"Makan bersama kami saja. Masih ada kursi yang kosong."

"Bo-bolehkah?"

"Tentu saja. Ya 'kan, Sakura?" Naruto betanya pada Sakura yang duduk di sampingnya. Cih, gadis itu mengganggu saja.

"Iya, Hinata-chan! Kalau Hinata-chan di sini, jadi terasa seperti double date." Sakura bangkit, mendorong tubuhku agar duduk di kursinya sementara ia mengambil tempat duduk di seberang Naruto.

"Kalau begitu, kita akan memesan apa hari ini?" Naruto bertanya sambil mulai membuka buku menu.

Kupikir ini adalah langkah yang baik untuk semakin mendekatkan diriku dengan Naruto, tapi nyatanya tidak. Naruto lebih memerhatikan gadis merah muda yang duduk di seberangnya. Bahkan mereka berdua masih saja ribut saat menunggu pesanan diantar, tidak memedulikan aku yang telah bersusah payah untuk bergabung.

Aku menatap lurus ke laki-laki yang ada di seberangku. Itu Sasuke Uchiha yang juga terdiam tak berbicara sama sekali. Padahal aku berharap pemuda itu dapat menjauhkan Sakura dari Naruto untukku, tapi ternyata ia tidak seberguna itu. Aku mengeratkan cengkeramanku pada ujung kain penutup meja –alias taplak meja. Sialan. Ini tidak menghasilkan apa-apa.

.

.

"Ah, kenyang sekali!" Naruto mengelus perutnya saat kami keluar dari restoran. "Terima kasih untuk traktirannya, Sasuke!"

Entah mengapa tiba-tiba saja pemuda bermarga Uchiha itu mentraktir kami sesaat sebelum kami membayar pesanan kami. Alasannya karena memperingati kepulangan kakaknya dari Eropa. Aku sedikit terkejut, tapi juga bersyukur karena ternyata uang bawaan Naruto dan Sakura kurang. Sementara aku dengan bodohnya meninggalkan dompetku di mobil supir pribadiku. Salahkan Naruto dan Sakura yang tiba-tiba bermain lomba makan tidak jelas sehingga kami kekurangan uang.

"Sekalian untuk merayakan hari baik untuk Sasuke, bagaimana jika kita pergi karaoke?" aku tersenyum melihat semangat Naruto yang mengebu itu. Baiklah, mungkin ini kesempatan?

"Betul juga. Kau tidak keberatan 'kan Sasuke?" Sakura mendekati Sasuke dan aku dapat melihat jika Naruto cemburu karenanya. "Hinata juga boleh ikut." Tidak. Terima kasih. Aku sudah cukup melihat interaksi kalian yang menjijikan.

"Ti-tidak perlu. Aku sudah sangat berterima kasih karena kalian sudah mengajakku makan bersama dan membayarkan makananku. Aku tidak ingin mengganggu kebersamaan kalian. Ka-kalau begitu, a-aku pulang duluan!" aku tersenyum manis dan melambaikan tanganku sebelum akhirnya berbalik dan berjalan perlahan meninggalkan mereka.

Siapa juga yang mau karaoke bersama mereka? Andaikan dua pengganggu itu tidak ada, maka aku bisa jadi lebih dekat dengan Naruto. Si pinky itu membuatku kesal sepanjang acara makan. Sok cantik sekali dia mengobrol dengan Naruto terus! Si pantat ayam Uchiha juga sama menyebalkannya. Dasar peran pembantu tidak berguna! Kerjaannya hanya makan tanpa berekspresi apa-apa. Sialan, aku harus mencari strategi baru.

.

.

"Sialan! Berengsek! Tidak berguna! Bodoh! Kalian membuat usahaku sia-sia! Musnah saja kau Haruno dan Uchiha!" astaga, aku tidak bisa menghentikan umpatanku. "Kalian pikir, kalian siapa bisa menghalangiku dengan Naruto? Kalian itu hanya pemeran tambahan yang tidak berarti apa-apa. Terutama kau Uchiha sialan! Dasar pemeran pembantu gagal!"

Aku menghembuskan nafasku lega. Berteriak di pinggir danau yang sepi memang menyenangkan. Aku tidak perlu menutupi identitasku dan tidak ada yang akan mengetahuinya. Baru saja aku akan tersenyum lega, sebuah suara ranting yang terinjak mengejutkanku. Sontak aku segera menoleh dan menemukan si pantat ayam berwajah datar berdiri di belakangku.

"U-Uchiha-san! Se-sedang apa kau di sini?"

Sial! Sepertinya aku akan ketahuan.

"Jalan-jalan."

Jalan-jalan apa? Sepertinya kau mengikutiku sialan!

"Be-begitu?" bola mataku bergerak-gerak gusar. "A-apa kau me-mendengar sesuatu?"

Katakan tidak!

"Tidak."

Bagus!

"Itu 'kan yang ingin kau dengar?"

Keparat kau Uchiha!

"He?" bagus, Hinata. Tetap berpura-pura lugu untuk mengecohnya.

"Hentikan, Hinata." aku lihat pemuda Uchiha itu tersenyum miring. "Berhenti berpura-pura sok lugu begitu."

Benar-benar sialan kau Uchiha!!!!

"Cih. Aku ketahuan?" baiklah, terserah. Aku akan menujukkan jati diriku yang sebenarnya.

"Tentu –dan aku mendengar semuanya." Pemuda itu masih tersenyum miring. Sepertinya dia akan mengancamku. Maaf, Uchiha. Aku tidak takut.

"Bagus. Agar kau sadar jika kau hanyalah pemain tambahan, Uchiha!"

"Begitukah? Sayang sekali Hyuuga. Aku yang akan menjadi pemeran utamanya."

Dia menyeringai dan itu membuatku semakin kesal.

"Maaf, Uchiha. Kisah ini sudah memiliki dua pemeran utama."

"Kau dan Naruto, ya?" aku menatap tajam matanya yang juga menatapku dengan dingin. "Sayangnya itu tidak akan terjadi."

"Bicara yang benar, sialan!"

Kulihat pemuda itu berjalan mendekatiku, tapi aku tidak menjauhinya. Aku menantangnya, aku bukan Hinata yang itu. Ia tersenyum miring dan menatapku tajam.

"Hinata, ayo bertaruh, siapa yang akan mendapatkan Naruto."

.

.

'l

Denganmu [SasuHina X Shikamaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang