Memasuki musim panas, itu berarti banyak jadwal comeback para artis yang akan tayang. Tak terkecuali Seventeen. Bahkan beberapa member ada yang memiliki jadwal individu disamping persiapan comeback mereka. Belum lagi rencana world tour.
Siang ini asrama Seventeen cukup ramai. Jika biasanya para member jarang berada di asrama saat siang hari, kali ini mereka sedang mendapat libur sebelum hari comeback tiba. Hanya Hansol, Minghao dan Jun saja yang memiliki jadwal individu. Sisanya? Beristirahat di dorm.
Keheningan itu terusik oleh bunyi bel di pintu. Tak hanya itu. Selang beberapa detik kemudian, terdengar suara wanita memanggil nama anggota Seventeen secara acak sembari menggedor daun pintu dari luar.
"Mingyu, kekasihmu ribut sekali di luar," ucap Jisoo sembari memandangi layar interkom yang terpasang di dinding.
Mendengar namanya dipanggil, Mingyu mendekat. Pria itu melongokkan kepalanya dari balik punggung Jisoo. Ia bergidik ngeri melihat rupa orang yang datang mengganggu kenyamanan dorm di siang bolong.
"Buka pintunya hyung," perintah Mingyu.
Jisoo mendorong bahu Mingyu. "Kau saja. Aku takut melihat Bora yang mengamuk."
"Apalagi aku hyung," elak Mingyu. Pria itu lagi-lagi bergidik ngeri di tempatnya berdiri.
"Lagipula kenapa dia bisa mengamuk seperti itu?" Jisoo bertanya-tanya. "Jangan-jangan dia marah karena kau terlalu genit saat perform kemarin."
"Aduh," keluh Mingyu. Ia mengacak rambutnya frustasi. "Bagaimana ini hyung? Kalau sudah cemburu, Bora terlihat seperti beruang betina yang anaknya diculik," Mingyu terdiam. Ia tampak mengingat-ingat sesuatu. "Astaga, hyung! Jangan-jangan Bora sedang PMS. Amarahnya bisa makin tak terkendali!"
"Mingyu! Kim Mingyu! Aku tahu kau ada di dalam sana!" suara Bora terdengar lagi. Kali ini lebih keras.
Lee Chan datang sembari menguap. Maknae grup Seventeen itu terlihat terganggu dari tidur siangnya karena ulah Bora. Kedatangan Chan membuat perdebatan kecil antara Mingyu dan Jisoo terhenti. Keduanya secara serentak menarik tubuh Chan dan mendorongnya ke arah pintu.
"Aduh, siapa sih hyung?" tanya Chan malas.
"Noona-mu," jawab Mingyu asal. "Bukakan pintunya ya. Kau kan dekat dengannya. Tak mungkin dia akan memukulmu, berbeda jika aku yang membukanya."
Dahi Chan berkerut. Ia tampak berpikir. "Bora Noona?" Mingyu dan Jisoo serempak menganggukkan kepalanya.
Seketika wajah Chan berubah. Dari yang awalnya malas, kini ia tidak bisa menyembunyikan senyuman lebarnya. Tanpa pikir panjang, pria kelahiran 1999 itu membuka pintu. Ia siap menyapa sang tamu tanpa tahu apa yang akan terjadi kemudian.
"Kim Mingyu! Akhirnya kau membuka...," ucapan Bora terhenti ketika melihat siapa yang membuka pintu.
"Halo, Noona!" sapa Chan riang. "Kau terlalu bersemangat untuk bertemu denganku, ya?" candanya penuh percaya diri.
Bora diam, wajahnya memerah. Mingyu yang melihat itu semua dari belakang punggung dongsaeng-nya hanya menahan napas. Jika kekasihnya sudah seperti itu, bisa dipastikan kemarahannya telah berada di puncak. Bora akan mengamuk.
Plak!
Mata Chan membulat. Mulut Jisoo dan Mingyu terbuka lebar. Bora menampar Chan!
"Kau pria brengsek, Chan!" amuk Bora. Gadis itu sudah menghujani pukulan demi pukulan pada Chan. Sang pria berusaha mengelak serangan Bora dengan kedua tangannya.
Jisoo dan Mingyu turun tangan. Jisoo menarik Chan menjauh. Dongsaeng-nya itu bahkan terlalu shock karena perlakuan Bora barusan hingga tidak terpikir untuk segera menjauh. Mingyu menangkap kedua tangan gadisnya yang mengamuk. Ia membawa tubuh Bora masuk dalam kungkungan tubuh tinggi besarnya. Mingyu berusaha meredam kemarahan sang kekasih dengan pelukan.
"Ada apa ini?" tanya Seungcheol. Pria itu terheran-heran melihat suasana di ruang tamu yang sangat kacau.
Mendengar suara Seungcheol, kesadaran Chan kembali. Ia melepaskan diri dari Jisoo dan bergerak mendekati Bora yang kini terisak di dada bidang Mingyu. Tanpa mempedulikan pertanyaan dari leader grup itu, Chan berusaha membujuk Bora.
"Noona, kenapa marah padaku?" tanya Chan pelan. Ia mengusap pipi kirinya yang masih terasa panas akibat tamparan Bora.
Bora mengangkat wajahnya yang berlinang air mata. Gadis itu sudah bersiap mengambil ancang-ancang untuk kembali menyerang Chan. Untung saja kali ini Mingyu bergerak lebih cepat. Ia mengetatkan pelukannya sehingga sang kekasih tidak dapat melepaskan serangan.
Melihat hal itu, otomatis Chan mundur selangkah. Bora yang selama ini dikenalnya tidak pernah semarah sekarang. Pria itu sampai memutar otak, berusaha mengingat apa-apa saja yang telah dilakukannya hingga membuat Bora lepas kendali.
"Mingyu," panggil Bora di sela isakannya. "Chan jahat," lanjutnya lagi.
Mingyu memandang secara bergantian pada Seungcheol, Jisoo, dan Chan. Ia menelan ludahnya susah payah. Sebelah tangannya mengusap kepala Bora lembut. Hal itu malah menambah keras isakan Bora. Semua orang bingung. Mereka hanya saling tatap tanpa suara.
"Kenapa kau mengatakan itu?" tanya Mingyu berhati-hati.
Bora mengangkat wajahnya. Ia membalas tatapan bingung Mingyu yang masih setia memeluknya. "Nara... hamil."
"Nara hamil?" ulang Mingyu dengan nada bingung. Seketika kedua mata Mingyu melebar. "Nara hamil?!" ulangnya lagi, kali ini dengan nada terkejut.
Bora mengangguk. Air mata makin deras membanjiri kedua pipi mulusnya. Bibirnya bergetar. Ia terlihat berusaha keras mengatakan sesuatu di sela-sela tangisnya.
"Nara hamil... anak Chan," ucapnya lagi. Kali ini lebih jelas. Membuat semua orang yang ada di sana dapat mendengarnya.
"APA?!" Jisoo dan Seungcheol tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Sang objek pembicaraan hanya melongo, tidak percaya dengan indra pendengarannya.
"Jang Bora!"
Kali ini secara serentak semua orang yang belum bangun dari rasa keterkejutannya, menoleh ke arah pintu. Seorang wanita dengan wajah nyaris serupa dengan Bora tampak berdiri dengan napas terengah-engah. Ia menunduk dengan kedua tangan memegang lutut sebagai tumpuan.
Tak lama kemudian, wajah Jihoon dan Hyesung muncul dari balik punggung wanita itu. Mereka berdua tampak berusaha mengejar langkahnya hingga asrama Seventeen.
"Nara-ssi, kenapa kau berlari?" keluh Hyesung. Kekasih Jihoon itu tampak kewalahan mengatur napasnya.
Jihoon menegakkan tubuhnya. "Aku heran mengapa kau bersikeras mau ke apartemen Seventeen," ucap Jihoon. "Untung saja kau bertemu dengan kami di depan. Memang ada keperluan sepenting apa yang membuatmu terburu-buru kemari?"
"Nara Noona," cicit Chan. Ia menatap ke arah wanita yang baru saja tiba dengan tatapan horror.
Bora yang mengetahui kehadiran saudara kembarnya, segera melepaskan diri dari kungkungan Mingyu. Ia beralih memeluk Nara. Tangisnya kembali pecah.
Nara menghela napas panjang. Sepertinya ia datang terlambat. Ia mengetahuinya dari tatapan Chan yang tampak berbeda saat menatapnya. Nara balik memeluk Bora, mengelus punggungnya agar saudaranya itu tenang.
"Nara," panggil Mingyu. "Apa itu benar? Apa kau hamil?"
"Hamil?" cicit Hyesung. Gadis itu melemparkan pandangannya pada Jihoon. Pria di sampingnya menggeleng pelan, ia sama tidak mengertinya dengan Hyesung.
Bora kembali berdiri tegak. "Mengapa kau tidak percaya? Saudaraku hamil anak Chan! Apa itu kurang terdengar jelas di telingamu? Atau kau mau membela adikmu itu?!" bentak Bora pada Mingyu. Ia kembali hilang kendali.
"Cukup!" suara Seungcheol menggelegar. Pria itu memijat pelipisnya dengan kedua mata terpejam. "Jihoon, Hyesung, masuklah. Tutup pintu di belakangmu," titah Seungcheol. "Lebih baik kita bicara di dalam. Bisa bahaya jika ada orang lain yang mendengar hal ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional Love
Romance[COMPLETE][SVT FF Series] --- Melanjutkan karir atau membangun keluarga? Jika Chan diberikan pertanyaan itu, tanpa pikir panjang ia akan memilih jawaban pertama. Pikiran idealisnya memang begitu. Namun keadaan tidak bisa berkompromi. Di usianya yan...