"Chan, bangun...."
Tanpa membuka mata, Chan membalikkan tubuhnya. Enggan untuk bangun.
"Lee Chan," kini suara itu terdengar makin keras. "Bangun. Mengapa kau tidur disini?"
Pria itu mengernyitkan dahi. Ia merasa ada seseorang yang jahil menusuk-nusuk pipi kirinya dengan telunjuk agar terbangun. Pria itu terpaksa membuka sebelah matanya dengan malas-malasan. Chan mendapati wajah Bora berada tidak jauh dari wajahnya. Ia segera bangun dan memasang posisi duduk.
"Kenapa tidur di sofa? Dimana Nara?" tanya Bora.
"Noona baru pulang?" tanya Chan balik tanpa mempedulikan pertanyaan gadis itu. Ia melirik jam dinding. Sudah pukul setengah satu malam.
"Sehabis latihan, aku pergi berkencan dulu dengan Mingyu," jawab Bora sembari menampakkan deretan gigi putihnya.
"Tidak baik pulang terlalu malam," balas Chan tak suka. Pria itu kini tersadar kemana perginya Mingyu tiap pulang larut malam.
"Aku bukan anak kecil, Chan," balas Bora cuek. "Oh ya, kau tidak tidur di kamar? Apa Nara mengusirmu?"
Chan menggeleng. Sebenarnya alasan dia lebih memilih tidur di sofa ruang tengah karena masih merasa canggung untuk tidur satu kasur dengan Nara. Selain itu, Chan juga menunggu Bora pulang dan memastikan gadis itu tidak kurang satu hal pun.
"Tadi aku ketiduran saat sedang menonton TV," bohong Chan. "Mingyu hyung mengantarmu pulang kemari kan?"
Bora mengangguk. "Tentu saja. Dia mengantarku sampai basement," Bora berdiri. Gadis itu menepuk kepala Chan dua kali. "Hyung-mu memperlakukanku dengan baik, jangan khawatir," jawab Bora sembari mengedipkan sebelah matanya. "Kalau begitu, kau tidurlah di kamar. Badanmu bisa sakit jika terlalu lama tidur di sofa seperti tadi."
"Noona akan langsung tidur?" tanya Chan.
Bora terlihat menarik satu botol air mineral dari dalam lemari pendingin. Ia meneguknya beberapa saat sebelum kembali menoleh pada Chan.
"Aku mau mengerjakan tugas kuliahku dulu," Bora meletakkan botol minumnya di atas meja. Kini gadis itu sibuk mencari camilan di rak penyimpanan. "Aku ada kelas besok siang. Kehidupan dualisme sebagai idol dan mahasiswa ternyata tidak mudah ya."
"Kalau begitu aku temani," jawab Chan cepat.
Bora mengamati Chan lamat-lamat. Gadis itu kemudian tertawa kecil. "Kau khawatir aku akan ketiduran di tengah-tengah mengerjakan tugas?" Chan hanya menggaruk kepala bagian belakangnya. Sebenarnya ia mencari alasan agar tidak dipaksa tidur bersama Nara. "Tenang saja. Aku hanya membenahi beberapa bagian dan langsung tidur setelahnya."
Chan berjalan menuju dapur dimana Bora berada. "Kalau begitu tidak akan memakan waktu lama. Aku juga bisa sambil baca-baca."
"Jangan paksakan diri, Chan. Tidur saja kalau kau lelah."
Chan menggeleng. "Aku tadi sudah tidur. Lagipula besok aku mendapat hari libur, aku bebas tidur selama seharian penuh."
Bora mengernyit tak suka. Ia memukul kepala Chan pelan dengan botol air mineral dinginnya. "Kau harus menemani Eonnie-ku, Chan."
"Memang Nara Noona mau kemana?" tanya Chan bingung. Nara tidak bilang apapun padanya. "Kurasa dia hanya akan pergi bekerja."
"Inilah akibat menjadi suami tapi tidak tinggal bersama. Padahal usia pernikahan kalian sudah satu minggu," Bora mendecakkan lidahnya. "Nara akan langsung pergi berbelanja setiap habis pulang bekerja. Sore harinya, ia akan menghabiskan waktu di taman, entah itu jalan-jalan, membaca, atau sekadar mendengarkan musik sembari melihat sekitar. Besok malam adalah jadwal Nara mengajar kelas bahasa isyarat di sebuah komunitas difabel."
"Ya ampun, saudaramu itu suka sekali mengajar," balas Chan. "Padahal mengurus anak TK saja sudah berat. Mengapa ia ikut sebagai tim pengajar di tempat lain."
"Belajar dan mengajar adalah hobi Nara," Bora mengedikkan bahunya. Ia sudah terbiasa dengan reaksi orang-orang yang mendengar perihal saudara kembarnya itu. "Kau harus mengingatkan dia agar tidak terlalu lelah." Chan mengangguk paham.
"Kalau kau bersikeras mau menemaniku bekerja, tunggu sebentar ya," Bora bangkit dari duduknya. "Sehabis aku membersihkan diri, aku akan membawa pekerjaanku kesini. Kau baca-baca saja dulu, seperti katamu tadi."
Chan melirik ke arah tumpukan buku milik Nara yang masih berada di salah satu ujung meja makan. Ia menarik buku yang terletak paling atas. Ia membaca judulnya, "Cara menjadi orang tua yang baik." Sepertinya Chan butuh membaca buku ini.
---
Chan terbangun karena suara ribut dari arah kamar mandi. Pria itu terbangun sembari mengucek kedua matanya. Ia menoleh ke samping, sisi kasurnya sudah kosong tidak berpenghuni. Chan berniat kembali menenggelamkan dirinya dalam selimut ketika indra pendengarannya lagi-lagi menangkap suara dari arah kamar mandi. Ada orang yang muntah?
Pria itu menyibakkan selimutnya secepat kilat. Ia menggedor pintu kamar mandi dalam kamar itu dengan panik. Chan sudah berusaha membuka paksa, namun tidak ada perubahan sedikit pun.
Terdengar bunyi air mengalir. Tak lama kemudian, wajah Nara muncul dari balik pintu yang mengayun terbuka.
"Kau mau memakai kamar mandinya?" tanya Nara dengan wajah kusut. "Maaf membuatmu menunggu lama."
"Noona sudah merasa lebih enak?" tanya Chan khawatir. "Mau kubantu oleskan minyak angin di punggung?"
Nara mengernyitkan dahinya. Ia kemudian tersadar. "Ah, kau menggedor pintu kamar mandi seperti orang kebelet tadi rupanya karena cemas dengan kondisiku," ujar Nara santai. "Tenang saja. Aku sudah biasa tiap pagi seperti ini. Aku bisa mengatasinya."
"Noona yakin baik-baik saja?" tanya Chan sangsi.
"Tentu saja. Aku mengenal tubuhku, Chan," jawab Nara.
Ia bergerak ke meja hias dan mengambil jepit rambut. Dengan gerakan terlatih, wanita itu menggelung rambutnya ke atas. Hal itu menampakkan leher jenjang putihnya yang indah. Chan otomatis menoleh ke arah lain dengan rasa malu. Tidak ada pemandangan seperti ini di asrama Seventeen.
"Kau tidur lagi saja. Semalam kau terjaga hingga dini hari karena menemani Bora, kan?" Nara menoleh ke belakang.
"Eoh... itu," Chan tergagap. Parah, entah mengapa ia merasa seperti ketahuan selingkuh. "Tapi aku sudah tidak mengantuk. Apa yang akan Noona lakukan? Sekarang masih pukul tujuh pagi," tanya Chan mengalihkan topik.
Semalam ia memang menemani Bora seperti apa yang barusan dikatakan Nara. Sebenarnya tugas Bora selesai hanya memakan waktu sekitar satu jam. Dua jam berikutnya gadis itu habiskan dengan mengobrol santai bersama Chan.
Bora dan Chan memang terkenal dekat. Keduanya sering membuat koreografi bersama di agensi. Bahkan beberapa kali mereka meng-cover duet dance performance. Memegang posisi dancer di grup masing-masing membuat dua orang itu dekat secara tidak langsung. Bahkan Chan yang notabene lebih muda dari Bora banyak memberi masukan pada gadis itu. Chan berlaku sebagai seorang sunbaenim dan adik yang manis dalam waktu bersamaan.
Percakapan keduanya terhenti ketika Bora melihat jam sudah menunjukkan pukul empat pagi. Gadis itu menyuruh Chan tidur bersama noona-nya di dalam kamar, bukan sofa. Chan terpaksa menurut. Toh, ia tidak mau membuat Bora curiga dengan pernikahan formalitas yang ia dan Nara lakukan.
Nara tersenyum simpul. "Aku tidak libur sepertimu. Aku harus masuk kerja pukul sepuluh nanti."
Seketika otak Chan mengingat jadwal Nara yang telah Bora beritahu padanya semalam. "Jadi, Noona akan bersiap-siap dari sekarang?"
Nara mengangguk. "Aku mau membuat sarapan." Wanita itu sudah membuka pintu dan berjalan keluar kamar.
"Nanti akan aku bantu, Noona," seru Chan sedikit mengeraskan volume suaranya. "Aku mau sikat gigi dan cuci muka dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional Love
Romance[COMPLETE][SVT FF Series] --- Melanjutkan karir atau membangun keluarga? Jika Chan diberikan pertanyaan itu, tanpa pikir panjang ia akan memilih jawaban pertama. Pikiran idealisnya memang begitu. Namun keadaan tidak bisa berkompromi. Di usianya yan...