Chan menggeser pintu ruangan dengan hati-hati. Di tangannya terdapat sebuket mawar putih. Chan mengganti mawar putih yang sudah layu di dalam vas dan menggantinya dengan ada di tangannya. Pria itu melangkah menghampiri seseorang yang tertidur dengan tenang di atas kasur. Ia memilih duduk di sisi tempat tidur setelah membuang bunga layu ke tempat sampah.
"Sayang, aku datang," sapa Chan. Ia meraih tangan kiri Nara masuk ke dalam genggamannya. "Kau masih belum mau bangun? Apa kau seorang putri tidur?" tanya Chan dengan nada jenaka.
Perlahan senyum Chan menghilang. Ia menundukkan kepalanya dan mencium punggung tangan Nara lama. Chan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. "Aku merindukanmu."
Setelah operasi darurat malam itu dilakukan, beruntunglah si kembar dapat diselamatkan walaupun kondisi keduanya tidak terlalu bagus. Lahir dalam usia 32 minggu dengan berat masing-masing 2.200 gram dan 2.300 gram serta kondisi ibu yang beresiko, membuat mereka berdua tidak langsung menangis. Kedua bayi itu akhirnya dapat bernapas setelah dilakukan resusitasi. Si kembar bahkan terpaksa di rawat dalam inkubator selama sepuluh hari hingga diizinkan pulang setelah beratnya mencapai 2.500 gram.
Setelah menghabiskan bergalon-galon air mata karena khawatir dengan kondisi Nara, Chan akhirnya dapat tersenyum ketika melihat anak-anaknya lahir dengan selamat. Namun masalah mulai muncul. Nara jatuh dalam kondisi koma. Tidak ada dokter yang tahu kapan wanita itu akan tersadar. Setelah stabil, Chan meminta agar istrinya dipindahkan ke rumah sakit tempat Hyesung bekerja. Itu pun atas saran Hyesung karena disana lebih banyak peralatan yang memadai dan Hyesung dapat mengawasi perkembangan harian Nara.
Persoalan lain timbul. Karena Nara koma, otomatis ia tidak bisa memberikan ASI untuk si kembar, padahal anak-anak itu membutuhkannya untuk meningkatkan berat badan lahir mereka yang tergolong rendah. Chan memutar otak. Tidak mudah mencari pendonor ASI, terlebih lagi bayinya ada dua. Dengan bantuan kenalan-kenalannya, akhirnya Chan mendapatkan apa yang dicarinya, walaupun harus merogoh kantung lumayan banyak.
Tidak sampai situ, ia terancam digantung hidup-hidup oleh orangtua Nara yang sangat terkejut mendengar kabar buruk tersebut dari Bora. Hingga kini pun orangtua Nara masih belum memaafkannya, bahkan si kembar tidak mereka akui sebagai cucu karena Nara dan Chan menyembunyikan pernikahan mereka. Chan sampai bingung harus bagaimana lagi. Ia tidak tahu-menahu cara mengasuh anak. Beruntunglah ibunya datang dari Iksan dan membantunya merawat si kembar.
Karena kesibukan tiba-tiba itu, Chan terpaksa absen dari kegiatan Seventeen. Pada awalnya pihak agensi sempat marah karena baru mengetahui bahwa artis naungannya ternyata sudah menikah. Beruntunglah belum ada gosip aneh yang menyebar di luar. Akhirnya mereka memberikan keringanan pada Chan. Pria itu dapat mengambil 'liburnya' walaupun hanya sebulan. Ia menggunakan cedera sebagai alasannya. Beruntunglah sejauh ini semua aman terkendali.
Sudah dua minggu berlalu. Si kembar bahkan sudah pulang ke rumah. Namun keadaan Nara masih belum ada kemajuan. Tidak ada tanda-tanda bahwa Nara akan segera sadar. Kegiatan harian Chan saat ini adalah mengurus si kembar dari pagi hingga sore, kemudian berlanjut menunggui Nara di rumah sakit malamnya. Dibandingkan mempersiapkan konser world tour, kesehariannya saat ini lebih menguras tenaga dan pikiran Chan.
Terdengar ketukan ringan dari arah pintu. Chan buru-buru mengelap air matanya. "Masuk," ucapnya kemudian.
Pintu bergeser. Hyesung muncul disana lengkap dengan jas putih yang masih ia kenakan. Sepertinya gadis itu mendapat jadwal jaga malam hari dan menyempatkan diri menengok keadaan Nara sebelum kembali bertugas.
"Hyesung Noona," sapa Chan dengan seulas senyum. "Kau mau menjenguk Nara?"
Hyesung mengangguk. Ia berdiri di sisi lain tempat tidur Nara. Gadis itu serius membaca hal-hal yang tertulis di monitor.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional Love
Romance[COMPLETE][SVT FF Series] --- Melanjutkan karir atau membangun keluarga? Jika Chan diberikan pertanyaan itu, tanpa pikir panjang ia akan memilih jawaban pertama. Pikiran idealisnya memang begitu. Namun keadaan tidak bisa berkompromi. Di usianya yan...