"Noona?" panggil Chan sambil melongok kan kepalanya ke dalam kamar.
"Ah, kau sudah selesai sarapan? Cepat sekali," ucap Nara sembari menoleh ke arah Chan.
Chan melangkahkan kakinya memasuki kamar. Ia menutup pintu di balik punggungnya dengan hati-hati. Pria itu meletakkan segelas susu di atas meja, tepat di hadapan Nara yang masih memandangi deretan hasil USG yang tertempel di dinding meja kerjanya.
"Habiskan dulu susunya, setidaknya beri mereka makan dulu," ucap Chan merujuk pada si kembar di dalam kandungan Nara.
Nara menurut. Ia menghabiskan minuman yang dibawakan oleh Chan itu tanpa banyak protes. Wanita itu meletakkan gelas yang kini sudah tandas isinya di atas meja. Nara kembali sibuk mengamati satu per satu hasil USG tanpa bosan.
"Noona kenapa?" tanya Chan hati-hati.
Nara terkesiap. Tidak mungkin ia secara terang-terangan mengatakan bahwa dirinya cemburu dengan sikap Chan pada saudara kembarnya. Lagipula ia sendiri yang sedari awal mengatakan bahwa ia tidak masalah dengan fakta bahwa Chan menyukai saudaranya, bukan dirinya.
"Aku hanya sedang memikirkan si kembar," jawab Nara sembari tersenyum kecil.
Chan duduk di pinggir kasur, dekat dengan sisi meja kerja Nara. Ia ikut memandangi gambar hitam putih yang tertempel dengan rapi di dinding.
"Aku yakin mereka akan menjadi anak-anak yang kuat," ucap Chan. "Seperti ibunya." Hati Nara mencelos. Ia melihat senyuman tulus di wajah tampan Chan. "Noona, jangan memikirkan semuanya sendirian. Kau tidak perlu merisaukan sesuatu yang belum pasti. Ada aku disini."
"Tapi kita sudah pasti akan berpisah setelah anak ini lahir," ucap Nara lirih. Kepalanya tertunduk.
Chan terdiam. Ia bahkan lupa dengan perjanjian yang dulu mereka buat diawal pernikahan. Chan merasa dirinya sangat bejat. Bisa-bisanya ia tidak memikirkan bagaimana susahnya merawat dua orang bayi seorang diri. Pasti Nara pusing memikirkan hal itu. Namun, di sisi lain, Chan pun sesungguhnya masih belum siap untuk menjadi seorang ayah. Yah, walaupun ia kini sudah menerima kehadiran si kembar.
"Aku... Aku pasti akan membantu Noona," ucap Chan. Ia sendiri pun tidak yakin dengan ucapannya.
"Jangan memaksakan diri," balas Nara. "Maafkan aku selama ini sudah merepotkanmu. Padahal dari awal aku sudah berjanji tidak akan meminta apapun lagi darimu."
"Aku tidak merasa repot," balas Chan cepat. Ia meringis ketika mendapat tatapan menghina Nara. "Hehe. Sedikit. Tapi itu tidak terlalu menggangguku, aku serius. Aku justru senang dapat mengurus Noona."
"Benarkah?" tanya Nara.
Chan mengangguk tanpa ragu. Entah mengapa ia sendiri juga merasa baik-baik saja dengan permintaan Nara sejauh ini. Chan justru merasa bahwa inilah kesempatan baginya untuk lebih mengenal Nara. Seperti apa yang tadi sudah dideskripsikan Bora. Kepribadian Nara memang susah ditebak. Misterius. Dan hal itu membuat Chan penasaran.
"Terima kasih," balas Nara sembari tersenyum manis. Chan balas tersenyum. Entah sejak kapan Chan jadi sangat menyukai senyum itu.
"Noona, kau butuh pelukan?" tawar Chan. Pria itu kikuk ketika hanya mendapat tatapan kebingungan dari Nara. "Yah, kalau Noona tidak bisa menceritakan isi hati Noona yang sebenarnya, paling tidak aku bisa memberikan pelukan dan tepukan di punggung. Mungkin bisa sedikit mengangkat kegundahan hati Noona."
Nara terdiam. Chan tahu bahwa ada hal yang sedang ia sembunyikan. Wanita itu beranjak dari kursinya dan duduk di samping Chan.
"Bolehkah?" tanya Nara bimbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional Love
Romance[COMPLETE][SVT FF Series] --- Melanjutkan karir atau membangun keluarga? Jika Chan diberikan pertanyaan itu, tanpa pikir panjang ia akan memilih jawaban pertama. Pikiran idealisnya memang begitu. Namun keadaan tidak bisa berkompromi. Di usianya yan...